THE PROLOGUE: COSA NOSTRA

1165 Words
“Eloiseeee!” teriakan yang menggema, tidak mengagetkan si pemilik nama. Sebab tahu apa yang akan dihadapinya begitu sampai pada sumber suara. Diberikan tatapan tajam oleh perempuan yang kini tengah memakai gaun pengantin, gerakannya terbatas sebab sang perias sedang focus pada rambutnya. “Telingamu terputus atau bagaimana? Aku berulang kali memanggilmu.” “Maaf, aku terlelap dalam buku yang sedang dibaca, Miranda. Apa yang bisa aku bantu?” “Buatkan aku teh herbal, aku mulai tegang di hari pernikahanku ini,” perintahnya. “Dan berhenti memberi perintah pada Esther, kau bukan majikan meskipun nama belakangmu De Monfort. Hanya anak haram dari pria tidak dikenal, Bibi Ophelia saja sampai meninggal karena melahirkanmu. Sungguh anak pembawa sial.” “Aku akan segera membuatkan tehmu, Miranda.” Menanggapi dengan santai dan pergi dari ruangan tersebut. Bukan hal aneh bagi Eloise De Monfort mendapatkan kalimat menyakitkan seperti itu, bahkan dari Kakek dan Neneknya sendiri. Kelahirannya tidak pernah diharapkan, sebab De Monfort adalah anggota keluarga bangsawan tua yang bertempat di Salisbury, England, menjadi saksi bisu bagaimana Eloise menjadi cucu yang disembunyikan, aib bagi keluarga De Monfort dan berakhir dengan memperlakukan Eloise layaknya pelayan. Berbeda dengan Miranda yang diperlakukan layaknya Lady, Eloise harus mendalami peran Cinderella sejak lahir. “Eloiseee mana tehku?!” Perempuan berusia 19 tahun itu terpaksa harus mengambil cuti kuliah demi menemani sang sepupu dengan segala persiapan pernikahannya di Sicillia, Italia. Miranda menjalin hubungan dengan salah satu keluarga aristoktrat, Kakek dan Neneknya memberi perintah pada Eloise untuk melayani Miranda dengan semua kepribadiannya yang buruk sampai hari pernikahan. Tidak ada yang bisa mengahadapi kepribadian Miranda selain Eloise, seperti sekarang saja Eloise dikejutkan dengan mobil pengantin yang tiba-tiba berbelok dari arah tujuan. Miranda mendatangi Kastil milik calon suaminya. “Calon suamimu sudah menunggu di Katedral, kenapa malah berbelok kesini?” Tanya Eloise begitu keluar dari mobilnya. “Aku ingin mengganti anting. Lusa kemarin pelayan bodoh itu malah membawanya kesini, bukan ke villa tempatku menginap. Dasar tolol.” Miranda dengan segala kerewelannya, bahkan meminta Eloise berganti mobil dengannya. “Cokelatnya tumpah, aku tidak mau disana.” “Kita bisa membersihkannya. Kau pengantinnya, harus menaiki mobil putih.” “Berhenti meninggikan suaramu, aroma cokelat membuatku mual.” Miranda tetap melangkah menuju mobil hitam yang membawa Eloise sebelumnya. Terpaksa Eloise masuk ke mobil putih. Selain takut terlambat, Eloise juga takut berlama-lama di kediaman keluarga Terranova ini. Ada banyak kecurigaan di kepalanya saat pertama kali datang saat menjemput Miranda yang selesai makan malam kala itu, para bodyguard berjaga disegala sisi, aura yang kelam tampak begitu menakutkan. Castello del Corvo Nero, nama kastil keluarga Terranova yang didengar Eloise dari pelayan. Artinya sarang burung hantu hitam. Membuat pikiran Eloise mengaitkan dengan beberapa berita yang Eloise baca, tentang mafia Italia yang katanya berpusat di Sicillia. Begitu mobil keluar dari gerbang kastil, dua mobil yang tadi mengikuti mereka kembali bergerak, kali ini ditambah dengan lima sepeda motor mengiringi pengantin demi keselamatannya. Namun, nahas tidak ada yang tahu sang pengantin dan sepupunya bertukar mobil. Dalam perjalanan menuju Katedral, serangan terjadi. Mobil pengantin menjadi prioritas saat terjadi baku tembak. Dari tempatnya, Eloise diguncang ketakutan dan juga keterkejutan saat melihat mobil yang ditumpangi Miranda jatuh dari tebing. Kemudian mobil lain menghantam mobil yang ditumpangi Eloise, merengut kesadaran perempuan bermata biru itu seketika. *** Tidak ada yang lebih mengenaskan ketika seseorang yang tidak sadarkan diri dipaksa bangun, tangan Eloise ditarik, dipaksa duduk dengan diberikan tamparan kecil diwajahnya. “Bangun kau anak pembawa sial! Bereskan semua kekacauan yang kau lakukan!” Emilia De Monfort, wanita yang seharusnya lemah lembut layaknya figur Nenek itu malah menarik Eloise untuk turun dari ranjang rumah sakit. Perempuan yang masih linglung itu mengikuti langkahnya tanpa alas kaki, mendatangi dua pria yang tengah berdebat, yaitu Kakeknya: Philip De Monfort dan seseorang yang Eloise ingat sebagai calon mertua Miranda: William Andrea Terranova. “Pernikahan akan tetap berlangsung antara De Monfort dan Terranova!” teriak Philip, menoleh ketika melihat kedatangan istrinya. “Dia Eloise De Monfort, dia anak haram tapi tetap cucuku. Dia tidak akan masalah menjadi pengantin pengganti. Jika suatu saat Miranda sadar, tinggal buang saja dia.” Eloise tidak diberikan kesempatan mencerna keadaan, yang jelas dirinya dipaksa menggantikan Miranda yang koma. Dengan ancaman dari Kakek dan Neneknya, kini Eloise yang memegang buket bunga Lily menghadap pintu Katedral yang masih tertutup. Tidak diberikan kesempatan bicara, yang ada Eloise terus dikatai oleh Kakek dan Neneknya, “Kau anak pembawa sial! Harusnya aku membunuhmu begitu kau lahir.” “Inilah hasil pengorbanan Ophelia? Kau malah menjadi perusak keluarga De Monfort.” Tumbuh tanpa cinta, sering mendapatkan pukulan fisik dan bahkan tidak diakui. Sekarang apalagi yang akan dihadapi Eloise? Begitu pintu katedral dibuka, matanya bersibobrok dengan manik kelam Niccolo William Terranova, saat itulah Eloise semakin yakin bahwa kehidupannya akan semakin buruk. Berdiri berhadapan dengan pria yang sempat menolak menikah dengannya, sampai William berteriak kalau Niccolo bertanggung jawab atas nama baik Terranova, tamu yang datang bukan dari kalangan biasa, hingga pesta tidak bisa dibatalkan begitu saja. Tidak ada genggaman lembut, Niccolo menggenggam dengan penuh amarah lengan Eloise. Perempuan rapuh yang sudah merasakan 19 tahun hidup tanpa cinta, kini berhadapan dengan pria yang lebih berbahaya dari De Monfort itu sendiri. “Dia anak haram, perlakukan saja dia semaumu. Selain pengganti, dia juga bertanggung jawab terhadap kondisi Miranda sekarang,” ucap Philip tanpa belas kasih pada cucunya. Memberikan dorongan lebih untuk Niccolo dengan segala amarahnya. Begitu Eloise sampai di Castello del Corvo Nero, pintu mobil dibuka dari luar. Sepersekian detik, rambutnya ditarik oleh pria yang statusnya kini sudah menjadi suaminya. “Lepaskan, sakit… arghhhh! Tolong!” Tubuhnya diseret dalam posisi masih dijambak kuat. “Philip berkata kalau anak pembawa sial harus diberi pelajaran. Kau yang membuat kekasihku kehilangan kesadarannya.” Genggaman tangan Niccolo semakin kuat hingga bulir air mata menetes, Eloise merasakan kulit kepalanya yang mungkin saja robek. Tubuhnya kemudian dibanting pada pintu merah, hampir saja Eloise jatuh saat pintu dibuka tiba-tiba jika tidak ada kaki pria yang menahannya. “Kurung dia.” Niccolo memberi perintah. "Sì, Signore." Tangan Eloise kembali ditarik, dipaksa berdiri dan melangkah puluhan tangga ke tempat yang semakin gelap. Tangisan, teriakan bahkan rontaan Eloise sia-sia, akhirnya dia dilemparkan ke salah satu sel berbau busuk, dengan tanah yang langsung mengotori gaun pengantinnya. Eloise ditinggalkan dalam gelepalan, hanya cahaya minim di ujung koridor yang memberinya kesadaran ada puluhan sel berjajar di ruang bawah tanah ini. “Tolong keluarkan aku dari sini!” “Berteriak tidak akan membuatmu selamat, Cantik,” ucap seorang pria tua dari sel di sebelahnya, penampilan pengenaskan, tangannya mencoba masuk untuk menyentuh Eloise. “Hukuman apa yang mereka janjikan padamu? Aku sendiri dibiarkan mati membusuk. Bagaimana denganmu, Cantik?” Eloise menggeleng dengan air mata berjatuhan beringsut mundur penuh rasa takut. “Para mafia itu pasti sangat menakutkan bukan?” “Ma-mafia?” suara Eloise bergetar. “Ouh, jangan bilang kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?” Pria tua itu tertawa kencang. “Pengantin cantik, kau berada di sarang Cosa Nostra.” Satu kalimat yang mendefinisikan arti klan tersebut, “Kelompok mafia berdarah dingin, yang melakukan penghakiman tanpa aturan.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD