“Oh sialan! Hari ini benar-benar membuatku muak!” Giorgia berteriak kesal, meraih benda disekitarnya dan melemparnya asal.
“Ahhh!” hiasan kayu itu mengenai kening Eloise yang sedari tadi duduk melukis.
Tanpa rasa bersalah, wanita itu berdecak. “Salahmu berada disana. Awas kalau kau sampai mengadu pada Papaku, Eloise.” Tubuhnya beringsut saat Giorgia melihat lukisan yang sedang dibuatnya. “Woah, kau benar-benar pandai.” Menoleh pada Eloise dan menyadari sesuatu. “Kenapa lengan kirimu diperban?”
“Tidak apa.” Dua kata untuk mencari aman daripada memberitahu kalau ini didapatkan dari Niccolo semalam. Saat ciuman panas terjadi, Fabio masuk hingga kesadaran Niccolo kembali. Pria itu membantingnya kuat hingga lengan Eloise terluka. “Bibirmu juga sobek. Ck, jangan sampai itu membuat lukisanku terhambat. Cepatlah, aku akan segera membawanya.”
“Iya, Nona.”
Eloise juga merencanakan sesuatu yang gila. Setidaknya dia berusaha sekali kabur dari kubangan orang-orang gila ini, baik Giorgia maupun Niccolo sama-sama menyiksanya. Disaat para pelayan perempuan mengagumi wajah indah Niccolo yang layaknya dewa Yunani, Eloise melihat iblis dalam dirinya. Ingin menjauh adalah tujuannya, sebab itu Eloise memperhatikan pergantian penjagaan di halaman belakang setiap harinya.
Ada satu waktu bagian pintu keluar dari benteng belakang tidak dijaga dalam waktu 5 menit, Eloise juga memeriksa pintunya tidak memakai gembok. Begitu menyelesaikan lukisannya, Eloise bergegas keluar dari perpustakaan.
“Ayolah, Nicc. Tidak ada salahnya bersenang-senang dengan wanita selain pujaan hatimu. Kau juga butuh penghangat ranjang. Selama kau tidak membuka hati, artinya kau tidak mengkhianati Miranda. Anggap saja si cantik itu seperti wanita penjilatmu yang lain.”
Sayangnya, Eloise malah mendapati pintu keluar terhalang oleh dua bersaudara Terranova. “Menyingkir,” perintah Niccolo saat Giorgia menghadang langkah dengan melintangkan tangan.
“Kau pria normal, Adikku. Aku tahu kau terbakar di dalam sana. Kalau mau, akan aku dandani dia seperti kucingmu yang lain.”
Manik Eloise lebih dulu bertatapan dengan Niccolo, hingga Giorgia menatap ke arah yang sama. “Hei, aku juga membencinya. Tapi Papa melarang kita, ingat?” beralih pada Eloise. “Sudah selesai?”
Eloise mengangguk, menunduk melangkah menjauh saat ada kesempatan. Diam cukup lama di dalam kamar. Setelah memastikan mobil yang membawa Giorgia dan Niccolo pergi, Eloise pun turut keluar dengan membawa buku. Pura-pura melakukan kegiatan rutin.
“Nona Eloise, anda harus kembali ke kamar segera mungkin,” ucap Marcella yang ternyata sedang mengawasi tukang taman. “Ada yang ingin saya bicarakan nanti.”
“Tentu, Marcella.”
Walaupun ada beberapa pelayan yang menatapnya tidak suka, tapi mereka tidak berani macam-macam, begitupula dengan penjaga. Panggilan Nona selalu diberikan untuknya, sebab kata Marcella dirinya adalah istri sah Niccolo, meski tidak pernah diinginkan.
Eloise menunggu waktu pergantian penjaga di sore hari dari pavillon. Sampai waktunya tiba, Eloise berlari menuju pintu kayu tersebut dan membukanya cepat. Tanpa tahu kenapa penjaga tidak berjaga selama lima menit.
Bahaya lebih besar mengintai, para jaguar hitam berkumpul tepat di depan pintu memakan domba yang sudah mati. Jeritan menggema, tidak memiliki kesempatan untuk kembali sebab pintu tertutup angin, dan kunci kayu jatuh hingga Eloise terpaksa berlari sebelum nyawanya melayang.
Benar kata Marcella, dia tidak bisa hidup selain tunduk dibawah kuasa Terranova.
***
“Damn, Bro. she’s cute and….. fits perfectly in your lap.”
“Shut up!” Niccolo menyesali membiarkan sepupunya turut bersamanya dalam mobil.
Berisik mengucapkan segala hal yang dilihatnya termasuk, “Nicc, isn't that your stepbrother's car?”
Kali ini pertanyaan itu menarik perhatian pria setinggi 5' 11, sang tangan kanan langsung melangkah mendekati Niccolo. “Tuan Pietro datang untuk memburu salah satu peliharaanmu, Tuan William memberikannya izin.” Menghadang Niccolo saat pria itu hendak mengambil senapan dari salah satu penjaga. “Nona Eloise juga kabur lewat pintu belakang.”
Disusul dengan godaan Enrico, “Yash, Bro. Bagaimana kalau istrimu yang cantik itu malah berduaan dengan adik tirimu yang sangat kau benci. Beuh, sangat disayangkan bagaimana Pietro mendapatkan gadis perawan.”
Berhasil menyulut amarah Niccolo, dan Eloise tidak pernah tahu hal buruk apa yang menunggunya di Castello del Corvo Nero, sebab Eloise berniat kembali kesana daripada mati oleh jaguar hitam.
Dirasa cukup jauh dari bahaya, Eloise keluar dari tempat persembunyiannya sejak setengah jam yang lalu, akar pohon yang membentuk gua. Baru juga dirinya berdiri, suara senapan diarahkan padanya reflex membuat Eloise mengangkat kedua tangannya. “Aku hanya berjalan-jalan. Tidak berniat untuk kabur.”
pria dibelakangnya tertawa. “Kau pikir aku bagian dari anak buah Niccolo?” melompat dari akar pohon, Eloise mengerutkan kening tidak mengenal siapa pria itu. Lebih tenang saat senapan tidak terarah padanya. “Aku Pietro, adik Niccolo.”
“Adik?”
“Well, kami berbeda ibu. Tapi tetap saudara ‘kan? Kau pasti istrinya.”
Eloise membalas jabatan tangan. “Eloise.”
“Ternyata benar kata orang-orang dipesta, Niccolo memiliki wanita secantik malaikat.” Tanpa melepaskan genggaman, Eloise ditarik hingga daadanya beradu dengan pria dihadapannya. “Sayangnya kau bukan perempuan yang diharapkan oleh Niccolo bukan? Bagaimana kalau bersamaku saja?”
Eloise menyadari bahaya, tangan Pietro menyentuh punggungnya sensual. Sekuat tenaga Eloise berusaha melepaskan diri dengan menggigit tangan Pietro. “Arrghhh! Perempuan sialan!” Menarik rambut Eloise yang hendak kabur dan menghempasnya kasar.
Di kesempatan itu, Eloise meraih batu. Begitu Pietro mendekat, dia memukulkannya di bagian belakang kepala, tapi tidak membuatnya tumbang. Pakaian bagian depan Eloise berantakan, terselamatkan oleh auman jaguar. Mengambil kesempatan untuk lari menjauh dari Pietro yang mengumpat.
Pria itu memilih untuk kembali saja dengan senapannya, kepala cukup sakit meski tidak menimbulkan luka. Siapa sangka kakak tirinya menunggu dibalik pintu. “Hai, Fratello. Istrimu sanga nikmat, siapa sangka aku menemu–” BUGH! Niccolo memukul hingga Pietro tersungkur. “Hahaha, bagian mana yang membuatmu marah? Memanggilmu saudara atau menyetubuhi istrimu?”
Dalam kobaran amarah, Niccolo memukul Pietro berkali-kali. Pria yang lebih muda tiga tahun itu tidak melawan, justru mengatakan, “Kau berada dalam masalah.” Sebelum pingsan dan Fabio menghentikan tindakan majikannya.
Niccolo tidak peduli sama sekali, masih ingin menghabisi sosok yang paling dia benci setelah Papanya. Dan juga menghabisi satu orang lagi yang sekarang ini masih mencoba mencari jalan keluar dari hutan.
Hanya tebing dan jaguar yang Eloise temukan, tidak ada lagi tempat aman selain Castello del Corvo Nero. Maka dari itu, Eloise kembali menuju arah matahari tenggelam. Dalam gelap malam, melangkah tertatih-tatih sebab luka akibat jatuh dan rasa takut nyawa melayang.
Eloise tidak tahu, bahwa dibalik pintu itu ada bahaya yang lebih mengerikan, yang menyiksa fisik dan mentalnya. Pria yang mengucapkan janji suci untuknya tengah menunggu dibalik pintu yang sudah tidak terkunci lagi, mata kelamnya mengalahkan malam. Amarah tampak jelas di dalam kegelapan sekalipun.
“Aku berniat jalan-jalan, dan… dan pintunya terkunci, Tuan…” berusaha menyelamatkan diri.
Namun Niccolo tetaplah pria yang pada dasarnya membenci Eloise, tanpa belas kasihan mencengkram dagunya. “Apa kau semurahan itu hingga membuka kaki untuk pria lain?!”
“Ap- Akhhh!”
Tidak diberi kesempatan, Eloise ditarik menuju Garden Pavillon. Dihempas kasar dan sepersekian detik Niccolo menarik pakaiannya hingga robek. “Sama seperti ibumu, kau pasti haus sentuhan laki-laki bukan? p*****r, nama yang tepat untukmu.”
Eloise lelah dengan kejadian yang dihadapinya hari ini, tidak memiliki tenaga untuk melawan Niccolo. Bukan berarti Eloise menyerahkan dirinya saat Niccolo terus mengatainya dengan kata-kata kasar, mencengkram tubuhnya hingga meninggalkan bekas kemerahan dan menghancurkan Eloise dibawah sana.
Jeritannya menghiasi malam, orang yang mendengarnya dipaksa tuli. Sebab pelaku dari kekejaman itu adalah sang pewaris, sang calon kepala keluarga Terranova, cikal bakal pemimpin Cosa Nostra.
“f**k! Still virgin huh?”