Tiga Empat

1518 Words
Pagi ini Keinara bangun dengan keadaan wajahnya yang begitu sumringah, ceria dan berbinar bahagia. Tiada lain karena acara makan malamnya dengan calon mertua tadi malam yang berjalan dengan lancar. "Pagi Bundaku sayang." sapanya begitu ramah saat keluar dari dalam kamar, berjalan menuju meja makan. "Pagi, sayangnya Bunda." sahut Sita sekenanya. Ia terlihat sibuk menyiapkan makanan di atas meja. "Bunda udah enakan belum bandannya?" tanya Keinara, berdiri di belakang kursi, seraya memandangi aktifitas sang Bunda. "Kalau belum Kei antarin ke dokter ya?" tawarnya pada sang Bunda. "Sudah, nak." sahut Sita, singkat. "Alhamdulillah kalau sidah sehat, Bun." timpal Keinara seraya menarik kursi di depannya. "Bun, hari ini jadi ke kondangan nya Mbak Tantri kan? Resepsinya dimulai jam sepuluh ya?" cerocos Keinara, kemudian duduk. "Iya." jawab Sita singkat. Sita terlihat sibuk menuangkan air panas ke dalam gelas kaca, membuatkan segelas s**u untuk sang putri. "Eh, Bun. Keinara mau cerita nih soal makan malam semalam. He he he. Bunda mau dengerin nggak?" ucap Keinara, sepertinya dia sangat ingin sekali berbagi kebahagiannya saat ini dengan sang Bunda. Sementara Sita terlihat reflek menghentikan adukan tangannya di dalam gelas. Memandang ke arah keinara dengan raut kaget. "Apa, Kei?" "Yey, Bunda lagi nggak fokus ya? Kei mau cerita soal makan malam semalam. Mau dengerin nggak?" terang Keinara lagi. Keinara membuka bungkusan kotak bubur ayam di hadapannya. Dada Sita mendadak berdesir, nafasnya juga mendadak sesak. Ia bingung harus seperti apa menanggapi permintaan sang putri. Jika ia menolak, rasanya tidak tega jika harus mematahkan kebahagiaan putrinya yang saat ini sedang dirasakan. Sita menarik nafasnya dalam. Mencoba menenangkan dadanya yang masih berdesir tak karuan. Sita membawa gelas s**u milik Keinara, meletakkannya di samping bungkusan makan Keinara. "Bunda mau dengerin. Cerita aja, Kei." ujarnya dengan terpaksa. Sita kemudian duduk. Mengambil bungkusan berbentuk kotak berisi bubur ayam yang belum ia buka. "Jadi, semalam itu, Keinara abis makan itu ngobrol-ngobrol sama Papa Mamanya Zaky. Ternyata mereka itu orangnya baik banget lho, Bun. Bahkan mereka kelihatan banget menyambut baik kehadiran Keinara di situ. Padahal kan kita baru sekali itu ketemu. Pokoknya seru deh pertemuan semalam itu." oceh Keinara dengan sangat antusias. Sita mencoba untuk menjadi pendengar yang baik, mendengarkan apa saja yang putrinya sampaikan, walaupun dadanya perih harus menahan rasa sakit yang kembali menderanya tersebut. "Oh iya, Tante Sukma juga nitip salam lho sama Bunda. Katanya semoga Bunda cepat sembuh dan berharap lain waktu bisa ketemu lagi sama Bunda. Gitu, Bun." imbuh Keinara, seraya terus memasukan suapan demi suapan bubur ayam ke dalam mulutnya. "Owh, iya, semoga aja." timpal Sita seadanya. "Owh iya! Hampir aja Kei lupa, Bun." Keinara menepuk jidatnya. "Lupa apa, nak?" "Semalam Tante Sukma itu nitipin sesuatu buat Bunda. Bentar ya, Kei ambil di kamar." Keinara langsung beranjak masuk kembali ke kamarnya. Tak selang berapa lama, ia kembali dengan membawa sesuatu di tangannya, berbentuk kotak. "Nah, ini Bun. Buah tangan dari Tante Sukma. Coba dibuka, Kei penasaran sama isinya, he he!" Keinara meletakkan benda kotak itu di hadapan Sita. Sita yang ragu untuk mengambil benda itupun nampak lama sekali mengamatinya. "Buka dong, Bun. Malah di lihatin aja!" seru Keinara. Sita terperanjat. "Oh, iya Kei. Bunda buka ya." ujarnya lalu mengambil benda itu dengan sangat hati-hati. Perlahan Sita mulai membuka tutup pada kotak tersebut, sedikit demi sedikit mulai terlihat apa isi barang yang ada di dalamnya. Terlihat sebuah jam tangan mewah berwarna silver berada di dalamnya. Sontak Sita melebarkan netranya. Kaget dengan benda pemberian dari Sukma yang terlihat jelas, itu adalah sebuah jam branded yang harganya selangit. Tidak cupup jutaan, namun bisa mencapai puluhan juta. "Apa, Bun? Coba Kei lihat!" seru Keinara yamg terlihat antusias, seraya mendongakkan kepalanya melihat isi dalam kotak. Sita menyodorkan kotak tersebut pada Keinara. Dan dengan cepat Keinara langsung menyambarnya. Keinara terlihat syok. Mulutnya terbuka lebar. "Astaga! Jam merk rulex, Bun. Ini kan mahal banget ya! Ya ampun tante Sukma baik banget sih. Baru kenal udah dikasih barang mewah kaya gini. Edan! Edan! Edan!" ujar Keinara seraya menggelengkan kepalanya. Sita tidak ingin terlaku fokus dengan momen pembukaan hadiah dari Sukma. Ia melanjutkan sesi makannya, walaupun sebenarnya selera makannya sudah tidak ada lagi. "Bilang terima kasih ya, sama Mamanya Zaky." ujarnya seraya terus menikmati bubur ayam di hadapannya. "Iya, Bun. Nanti biar Kei bilang sama Zaky, suruh sampaiin ke Tante Sukma." timpal Keinara tersenyum puas. "Habisin ya sarapannya, terus siap-siap mandi. Kita jam delapan lebih berangkat dari sini. Soalnya tempat resepsinya agak jauh dari rumahnya Tantri." ucapnya lalu bangkit. Berjalan menuju ke belakang untuk menyimpan sendok bekasnya ke dalam wastafel. *** Pagi ini pukul delapan, Zaky mengantarkan kedua orang tuanya ke bandara. Masa liburan Rafly dan Sukma di Jogja sudah harus berakhir. "Mama, Papa hati-hati ya." ucap Zaky menyampaikan salam perpisahan sementara. "Iya sayang. Kamu juga ya, hati-hati di kotanya orang." timpal Sukma seraya mengelus lengan sang putra. "Belajar yang rajin ya, Ky. Beberapa minggu lagi ada ujian semester kan? Papa pengen nantinya lihat nilai mata kuliah kamu nilainya minimal B. Awas kalau sampai ada yang C! Uang jajan bakalan Papa potong!" ucap Rafly setengah mengancam. "Tenang, Pa! Zaky pastiin, nggak bakalan ada tuh nilai C. He he he." "Bagus! Ya sudah, Papa sama Mama masuk ya. Kamu pulangnya hati-hati." "Siap, Pa!" sahut Zaky. Sukma memeluk putra semata wayangnya tersebut. Tak lupa kecupan hangat di kening ia daratkan sebagai tanda perpisahan. *** Keluarga besar Sita, semuanya tengah berkumpul menghadiri sebuah acara pernikahan salah satu kerabat. Sita dan Keinara memilih untuk menepi dan menghindar dari sanak saudara. Di acara besar seperti ini biasanya akan sangat riskan jika saudara banyak menanyakan soal kehidupan saudara lainnya. Demi menjaga kewarasannya, Sita memilih menjauh dan mencari tempat duduk sendiri. Sementara Keinara memilih menikmati suasana di luar gedung. Anak itu memang tidak terlalu suka dengan kerumunan di dalam ruangan. Prayoga dan Mainah jelas, mereka akan membaur bersama anggora keluarga besar mereka. Yudha melihat sang adik menyendiri dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Yudha bisa dengan jelas melihat mendung di wajah Sita. Dengan sigap, ia segera menghampiri sang adik untuk mencari tahu, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Yudha meletakkan sebuah wadah kotak berbahan plastik yang berisi es krim. "Ngelamun aja! Makan es krimnya tuh!" seloroh Yudha seraya duduk. "Hemmm. Makasih!" ucap Sita, lalub mengambil es krim tersebut dan memakannya. "Manyun aja dari tadi. Kenapa? Ada masalah sama butik? Atau lagi berantem sama Kei? Hemm, anak sama Ibu kok sering banget berantemnya!" selorohnya sambil menikmati es krim. "Tanya satu-satu kenapa sih! Pakai keroyokan gitu!" timpal Sita, memasang wajah kesal. "Tinggal di jawab aja itu satu-satu, he he!" timpal Yudha tak mau kalah. Sita kembali terlihat menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan dengan pelan. Kemudian ia tatap sang Kakak lekat-lekat. "Sita! Sita ketemu Rafly, Mas!" Yudha yang tengah asyik menikmati es krim, tiba-tiba melebarkan matanya. "Apa? Apa kamu bulang, Ta? Coba! Coba ulangi lagi kata-kata kamu dengan jelas!" "Sita, tadi malam ketemu sama Rafly. Ketemu, saling menatap, saling berhadap-hadapan!Hufff!" Sita kembali membuang nafasnya. Rafly perlahan meletakkan gelas es krimnya ke atas meja. "Kamu, ketemu sama Rafly! Laki-laki b******k itu?" tanya Yudha memastikan. "Ya!" angguk Sita. Kemudian terlihat menutup wajahnya dengan kedua tangannya sebentar. Yudha terlihat kalap, ingatannya terpaksa harus kembali ke masa lalu, dimana dia harus mendapati adik satu-satunya hancur karena ulah Rafly kala itu. "Dimana kamu ketemu sama dia? Dia ada di Jogja? Kamu tahu dia tinggal dimana saat ini?" "Sstt! Mas! Sabar, sabar! Rafly nggak ada di Jogja!" "Kamu lihat! Kepalan tangan yang selama hampir dua puluh tahun ini istirahat, sepertinya sangat menunggu momen seperti ini." ujar Yudha. Amarah yang belum tuntas, sepertinya terbangun kembali. Yudha adalah orang yang paling sakit hati di kala sang adik jatuh terpuruk karena ulah kekasihnya terdahulu. Di saat dia tahu kabar mengenai Yudha lagi, perasaan dendam di hati yang sudah lama ia kubur, terpaksa bangkit kembali. Di saat suasana hati Sita dan Yudha memanas, tiba-tiba seseorang datang menghampiri meja mereka. "Mas Yudha! Hai!" serunya. Seseorang itu adalah Vira. Yudha dan Sita sontak terbangun dari lamunan mereka. Mendapati Vira ada di hadapannya, membuat Yudha kaget bukan kepalang. "Lhoh, Vir? Kamu kok bisa ada disini?" "Lagi menghadiri pernikahan sepupu aku, Mas. Mas Sendiri juga bisa ada disini?" Vira balik bertanya. "Ya sama aku juga datang karena sepupuku yang nikah. Emang sepupu kamu siapa?" "Riki, Mas. suaminya Mbak Tantri." terang Vira. "Oalah! Jadi sepupu kamu itu suaminya sepupu aku juga." "Maaksudnya, Mbak Tantri itu_" "Iyap! Mbak Tantri itu kebetulan sepupu aku." "Astaga! Dunia ini memang terlalu sempit kayanya ya! Bisa ketemu kaya gini. Ya Tuhan." ujar Vira renyah. "Iya, Vir! He he. Eh duduk sini, Vir! Gabung dama kita." Kemudian Sita geser pandangannya ke sebelah Yudha duduk, ada Sita yang selama ini dia kira adalah istrinya. Membuat ekspresi wajahnya langsung berubah. "Owh, lagi sama istrinya ya? He he, maaf tadi nggak sempat lihat!" Yudha yang mendengar pernyataan Vira sontak melebarkan mulutnya. Begitu juga dengan Sita. "Kayanya aku nyari meja yang lain aja deh, Mas! Nanti malah ganggu kalian berdua, he he." "Eh, bentar! Istri siapa yang kamu maksud, Vir?" Vira melirik ke arah Sita, tanpa kata. Yudha langsung menangkap. "Oalah, maksud orang yang ada di sebelah aku ini? He he he! Dia ini adik aku, Vir! Namanya Sita, bukan istri aku kali! Ha ha ha!" gelegar Yudha seketika. Sementara Sita hanya nyengir saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD