Bab 3. Mengetahui Penghianatan Arya

1059 Words
"Apa aku tidak perlu sembunyi, Sayang? Nanti kalau dia lihat aku bagaimana?" tanya seorang wanita cantik pada Arya. "Sudah tidak apa-apa, aku sudah mentalaknya hanya tinggal mengurus perceraian. Lagipula dia mau melakukan apa memangnya, dia itu bodoh dan tidak berdaya. Jadi tidak masalah jika dia melihatmu," sahut Arya. Wanita itu hanya mengangguk setuju, tak lama mereka melihat mobil berhenti di depan pintu pagar, karena memang posisi mereka sedang berada di teras. Arya langsung berdiri dan bertolak pinggang, seolah menjadi sosok berkuasa di tempat itu. *** "Apa tidak perlu aku antar masuk?" tanya Levan. "Tidak usah, Kak. Aku tidak mau mas Arya bicara macam-macam lagi sama Kak Levan, jadi biar aku saja. Toh aku tidak lama, aku akan langsung keluar." "Ya sudah kalau begitu, aku tunggu di sini. Kalau butuh sesuatu panggil saja aku," ujar Levan akhirnya. Andira hanya mengangguk, lalu turun dari mobil. Dia melangkah mendekat pagar rumah dan membukanya, saat Andira melangkah mendekati rumah Arya nampak berkacak pinggang. Tapi ternyata Arya tidak sendiri, Andira melihat dibelakang Arya ada seseorang. Tapi dari tempatnya saat ini, Andira tidak bisa melihat siapa yang bersama suaminya itu. Saat semakin mendekat, Andira mengernyitkan keningnya saat melihat siapa yang bersama Arya. "Ngapain kamu di sini Safira?" tanya Andira curiga. "Ngapain lagi, ya gantiin posisi kamulah. Aku harus segera mencari penggantimu dan mendapatkan anak, agar secepatnya warisanku diberikan padaku. Memangnya ada masalah?" tanya Arya yang menggantikan Safira menjawab pertanyaan Andira. "Apa kalian gila?! Mas, dia itu sahabatku. Bisa-bisanya kamu mau jadiin dia penggantiku dan secepat ini, atau jangan-jangan selama ini kalian memang berselingkuh dibelakangku?" tanya Andira dengan suara yang mulai bergetar. "Kalau iya memangnya kenapa? Kamu itu wanita mandul, aku harus bisa mencari seseorang yang bisa memberikan keturunan untukku. kebetulan dia tipeku, jadi apa salahnya. Sudah jangan berisik cepat pergi sana aku muak melihat wajahmu!" tukas areya mengusir Andira sambil menendang koper pakai Andira sampai terguling. "Kamu jahat, Mas. Selama ini aku sudah menjadi istri yang patuh, bahkan tidak diberi uang pun aku diam. Aku hanya berharap kamu bisa setia dan terus bersamaku, tapi apa balasannya. Kamu berselingkuh dan menceraikanku, yang lebih jahatnya kamu melakukan itu dengan sahabatku sendirian. Aku benar-benar kecewa padamu!" ucap Andira penuh emosi dan sambil menangis. "Hustt, berisik benget sih! Sudah jangan sok-sokan sedih deh, padahal kamu senang kan. Akhirnya bisa bersama Dokter itu. Sudahlah berhenti berakting, dia lama menunggumu. Sana pergi! Ayo Sayang kita masuk!" ajak Arya seraya merangkul Safira untuk membawanya masuk. "Mas!" teriak Andira masih berusaha. Arya terus saja berjalan tanpa perduli teriakan Andira, dia langsung menutup pintu dengan kencang. Andira yang masih terisak mengambil koper yang tergeletak di lantai karena di tendang Arya tadi. Andira pun berjalan menuju pagar kembali, Andira berusaha menghentikan tangisnya saat sudah hampir tiba di mobil. Dia tidak mau, Levan melihatnya menangis. Setibanya Andira di pagar dia keluar dan kembali menutup pagar, Levan keluar untuk membantu Andira memasukan kopernya saat melihat mata Andira yang masih terlihat bekas menangis Levan langsung bertanya. "Ada apa? Apa dia memukulmu? Aku akan beri dia pelajaran, bisa-bisanya dia membuat seorang wanita menangis." Levan hendak berjalan menuju pagar tapi Andira menahannya. "Jangan, Kak. Dia tidak memukulku, ayo kita pergi saja!" ajak Andira memegang lengan baju Levan. "Terus kenapa kamu menangis, tadi saja kamu tidak sampai menangis." "Nanti aku ceritakan, ayo masuk mobil dulu!" "Tapi beneran dia gak mukul kamu?" "Iya gak, Kak." Levan pun percaya dia mengambil koper Andira dan meletakkannya ke dalam bagasi, lalu dia pun masuk kembali ke kursi kemudi. Andira sudah masuk lebih dulu, Levan langsung menyalakan mobil dan meninggalkan depan rumah Arya itu. "Jadi kenapa kamu sampai menangis?" tanya Levan setelah mobil mulai agak jauh dari tempat tadi. Andira pun menceritakan apa yang terjadi, tangisnya kembali luruh saat menceritakan tentang apa yang tadi dilihatnya di rumah. Dia tidak menyangka jika sahabatnya sendiri yang jadi perusak rumah tangganya. "Sudah, mereka tidak pantas kamu tangisi. Orang-orang seperti mereka memang cocok bersama, kamu lupakan saja mereka. Karena ternyata dia tidak mencintaimu seperti kamu mencintainya. Jadi untuk apa memperjuangkan orang b******k seperti itu," ucap Levan memberikan semangat pada Andira. "Tidak mudah bagiku melupakan semuanya. Bukan hanya perasaan cintaku pada mas Arya, juga penghianatan mereka juga akan aku ingat selamanya. Dulu mas Arya berjanji akan membahagiakanku seumur hidup, tapi baru seumur jagung mas Arya sudah menyakitiku. Mungkin jika bukan dengan sahabatku, rasanya tidak akan sesakit ini." Andira bicara di sela isaknya, terlihat napasnya baik turun menahan sesak. "Kamu boleh bersedih, tapi jangan berlarut-larut. Ingat kamu juga berhak bahagia, jangan terlalu mengingat sesuatu yang menyakitimu." Andira hanya mengangguk tidak menjawab lagi ucapan Levan, Andira menatap ke jalanan isaknya semakin reda. Sepanjang perjalanan menuju rumah levan tidak ada lagi pembicaraan. Andira terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri, banyak hal yang menjadi beban pikirannya saat ini. Terutama tentang bunda di panti asuhan, orang yang sudah membesarkannya dengan kasih seorang ibu. "Andira, kita sudah sampai." "Eh, sudah sampai ya. Kok aku gak sadar," sahut Andira mengedarkan pandangannya. "Gimana mau sadar, kamu aja melamun terus sejak tadi. Ayo kita turun!" ajak Arya dan membuka pintu mobilnya. "Wah, rumah Kak Levan ternyata sebesar ini. Kakak pasti anak orang kaya," ujar Andira dengan polosnya saat mereka sudah sama-sama turun. "Hehehe, kamu bisa saja. Sudah jangan bahas rumah, ayo kita masuk!" "Eh tunggu, Kak. Koperku gak diturunkan?" "Sudah biar saja, nanti pelayan yang akan bawakan." Levan menyahutinya sambil terus melangkah menaiki undakan anak tangga yang hanya beberapa menuju terasnya. Andira terus mengedarkan pandangannya, sampai tidak sadar jika Levan berhenti berjalan dan dia pun menabraknya. "Aw!" pekik Andira saat dia menabrak Levan. "Ya ampun, kamu gak apa-apa?" "Maaf, Kak. Aku terlalu kagum dengan rumah ini, jadi tidak melihat kalau Kak Levan stop." "Kamu nih, untung bukan pintu yang kamu tabrak." Andira hanya menyengirkan bibirnya, levan membuka pintu rumahnya. Dan saat pintu terbuka, terlihat seorang bocah laki-laki berusia dua tahun berlari menghampiri. "Papi!" "Leon, hati-hati." Levan langsung berjongkok dan bocah bernama Leon itu langsung menabrakkan diri dalam pelukan Levan. Levan langsung mengangkat dan menggendong putranya itu, tiba-tiba tatapan Leon tertuju pada Andira setelah dia berada dalam gendongan Levan. "Siapa olang itu, Pi?" tanya Leon menatap Andira tidak bersahabat. "Oh, ini namanya Tante Andira. Dia akan membantu menjaga Leon, biar Leon ada temannya di rumah." Levan menjelaskan sambil menghadapkan Leon ke arah andira. "Buat apa, Pi. Leon udah punya mbak Alum, ada Bi Nalti dan pak Abdul uga. Terus masih banyak yang lainnya," sahut Leon seolah tidak suka kehadiran Andira di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD