Ningsih Dalam Ancaman

1166 Words
Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Ratna dan Farah tidak terlibat percakapan apapun. Mahfud pun hanya diam dan fokus mengendarai kendaraan roda empat ini saja. Hanya alunan musik Dangdut Koplo saja yang terdengar lirih dari alat pemutar musik yang terpasang di dashboard mobil. Tak berselang lama, mobil yang mereka tumpangi pun sampai di depan gerbang sekolah. Keduanya lalu bergantian untuk bersalaman dengan sang ayah sebelum akhirnya turun dari mobil. Setelahnya, mereka pun turun dari mobil dan berjalan menuju kelasnya masing-masing. "Kak ingat ya nanti ke kelas aku, jangan lupa loh atau nanti aku bilangin lagi ke ayah dan ibu, biar kakak kena marah." Ucap Farah dengan nada suara yang sangat mengintimidasi dan di iringi senyuman mengejek. Tidak ada jawaban dari Ratna, dia hanya memandang datar ke arah Farah. Lalu dia pun berjalan menuju kelasnya berada. Ratna sangat muak menanggapi setiap ocehan tidak penting yang di ucapkan Farah. Farah dan Ratna hanya selisih usia 1 tahun. Mereka berada di angkatan yang sama hanya beda kelas saja. Saat ini mereka masih menduduki kelas 9 di SMP Nusa Indah. Sesampainya di kelas, Ratna langsung meletakkan keningnya ke atas tangan yang terlipat di atas meja. Pagi ini ia sungguh di buat hancur sendirian. Ia semakin bertekad untuk Sekolah dengan rajin, lalu kuliah dan kemudian bekerja untuk bisa berdikari di atas kakinya sendiri. *** Sementara itu, setelah Ningsih selesai menelepon seseorang dia pun bergegas masuk ke dalam kamarnya dan sedikit berhias. Dia yang sudah mandi sejak pagi, hanya berganti pakaian dan menyemprot sedikit minyak wangi ke beberapa titik tubuhnya. Tak lupa make up tipis pun ia sematkan di wajahnya agar tampak lebih fresh dan awet muda. 15 menit menunggu, terdengar suara ketukan di pintu dapur rumahnya. Ia yang sudah mengetahui siapa tamu yang berkunjung pun bergegas membukakan pintu. Segitu pentingnya kah tamu Ningsih sampai berkunjung melalui pintu belakang? "Hai, ayo cepet masuk ay." Ucap Ningsih kepada seseorang yang berdiri di hadapannya sekarang. Tak menunggu lama Ningsih langsung menarik tangan sang pemuda untuk masuk ke dapur rumahnya. Ternyata, yang berkunjung ke kediaman Ningsih di saat tidak ada orang di rumah adalah seorang pemuda. Siapakah pemuda ini? "Sabar dong sayang." Ucap sang pemuda dengan lembutnya. Sosok pemuda yang bahkan lebih cocok untuk di jadikan anak bagi Ningsih, dan kakak bagi kedua putrinya. "Kamu lama banget baru Dateng lagi kesini. Aku kan kangen loh. " Balas Ningsih dengan suara manjanya yang sengaja di buat-buat. Dia sengaja ingin memancing rasa bersalah yang ada di diri sang pemuda. Dengan begitu, Ningsih akan dengan mudah memanfaatkan sang pemuda. Padahal, tanpa Ningsih sadari dia sendiri lah yang sedang di manfaatkan oleh pemuda tersebut. Rasa-rasanya Ningsih cocok ya menjadi seorang pemain drama? "Iya maaf. Ini aku kan udah Dateng ya ay." Balas sang pemuda seraya mengusap Surai hitam milik Ningsih. Dan, terjawab lah sudah. Pertanyaan kenapa tamu Ningsih berkunjung melalui pintu belakang? Karena, kalau lewat pintu depan bisa di seret keliling kampung oleh warga sekitar. Entah siapa yang memulai, kini bibir Ningsih dan sang pemuda sudah saling bertukar Saliva. Mereka saling memagut dengan begitu intens. Hingga tanpa sadar kini mereka sudah bergulingan di atas kasur busa yang ada di bawah tangga rumah Ningsih. "Ay, aku boleh bagi duit ngga? Aku butuh nih buat Nebus motor. Kemarin motor ku kan aku gadai buat bayar kuliah ku. Bapak ibu belom punya duit katanya, makanya kan aku jadi lama ngga bisa main main kesini nemuin kamu cantiknya aku. Itu pun kalo boleh sih ay." Ucap Bagas dengan tidak tahu malunya sesaat setelah dia dan Ningsih selesai bergulat di atas kasur busa. Pergulatan panas yang bahkan tidak memberikan rasa menyesal bagi Ningsih. Saat ini, posisi mereka sedang rebahan tanpa penutup tubuh apapun. Ningsih bersandar di d**a Bagas, dan Bagas yang mengusap Surai hitam milik Ningsih. Pemuda yang datang ke rumah Ningsih tersebut adalah Bagas. Seseorang yang membutuhkan kasih sayang dan uang lebih. Atau, yang lebih pantas di sebut "Lelaki bayaran." "Iya boleh dong, tapi belum sekarang ya. Soalnya si Mahfud teh belum ngasih aku duit ih ay. Palingan nanti tanggal 1 ya, seminggu lagi deh ay sabar ya ay. Emang butuhnya berapa ay?" Jelas Ningsih yang sedikit merasa tidak enak karena tidak mampu memenuhi permintaan berondong pujaan hatinya. "Ngga banyak sih ay, palingan 5 juta aja. Kamu mah ada kan duit segitu? Secara si Mahfud kan usahanya lagi lancar lancarnya ini." Balas Bagas dengan wajah sumringahnya berharap Ningsih akan mengabulkan permintaan nya. Sebagai seorang lelaki Mokondo, atau kepanjangan dari lelaki Modal Kon*** Doang, Bagas termasuk salah satu yang beruntung karena berhasil mengelabuhi Ningsih. "Lah banyak amat. Aku kira tadi sejutaan. Gil4 bener lu ay. Ngga usah Ngadi Ngadi lah ay." Protes Ningsih setelah tahu nominal uang yang di butuhkan Bagas. Mendengar protes Ningsih, tentu saja Bagas tidak akan tinggal diam. Dia pun mengeluarkan serangan terakhir agar keinginannya terkabul, yaitu ancaman. "Yaudah sih kalo lu ngga mau ngasih gue 5 juta. Tinggal gue sebar aja foto lu yang lagi b***l. Apa video kita yang lagi main enak? Terus gue kasih liat ke Mahfud, emang dia masih mau sama lu? Yang ada juga lu bakal di buang sama si Mahfud. Mau gitu lu hah?" Ancam Bagas dengan beringasnya. Sebab ia tahu, Ningsih selalu takut dengan ancaman ini. Secara tanpa Mahfud, Ningsih hanyalah butiran debu. "Jangan gitu lah ay, iya deh aku usahain. Tapi kamu yang sabar ya." Balas Ningsih pelan. Ia takut akan memancing amarah Bagas lagi yang tentu saja akan berimbas buruk untuk dirinya. Ancaman yang di berikan Bagas nyatanya mampu membuat nyali Ningsih menciut. "Ya gampang lah, yang penting duit gue turun secepatnya." Balas Bagas yang sudah mulai melemah. Dia pun bangkit ke posisi duduk dan mulai memakai pakaiannya lagi. "Udahlah gue cabut dulu, lu jangan coba ngibulin gue ya Ay, atau ntar gue pengen nyoba main main sama si Farah boleh juga nih kayanya, kalo sampe lu berani macem macem ke gue liat aja dah ntar." Ancam Bagas lagi. Dia pun berucap sambil bangkit berdiri dan menunjuk foto Farah yang terpampang di dinding dekat tangga rumah Ningsih. "No, jangan ay, Farah masih kecil belum tau apa-apa dia ay. Iya nanti aku usahain duit 5 juta nya ay, kamu tenang aja ya." Balas Ningsih dengan sedikit memohon kepada Bagas. Ia tidak akan rela jika Farah akan di rusak oleh laki-laki b***t seperti Bagas. "Good girl." Balas Bagas singkat sambil berjalan meninggalkan Ningsih yang sedang memakai kembali pakaiannya. Tanpa ada kata permisi atau basa-basi perpisahan Bagas pergi begitu saja keluar dari rumah itu melalui pintu dapur. Dia tidak peduli dengan Ningsih yang sedang bergulat dengan pikirannya yang kacau setelah kedatanganya tadi. Toh yang mengundang bagas untuk hadir ke rumahnya adalah Ningsih sendiri. Jadi Bagas keluar dari rumah Ningsih dengan perasaan bangga luar biasa. Bangga karena dia mendapatkan tempat menyalurkan hasrat secara gratis, dan juga akan mendapatkan uang secara cuma-cuma. Betapa bahagianya Bagas saat ini. Bersambung... Duuhh Ningsih .. Ningsih.. Udah dapet suami baik macam Mahfud, dua anak gadis yang baik-baik juga, ngapa kau terpincut begajulan model Bagas? Laki Mokondo, pinter ngancem, mau jadi apa coba? Readers yang budiman jangan tiru si Ningsih ya, plis Mimin mohon...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD