Park Yiseo tidak pernah berhenti mengumpat sejak tadi. Bahkan ia menggerutu pada bathrobes yang sedari tadi menggantung di dekat bilik kaca. Setelah membersihkan tubuhnya, Park Yiseo pun keluar dari dalam kamar mandi.
Sampai sekarang dia masih tidak mengerti dia bisa terbangun di atas ranjang seorang pria. Dan lebih parah lagi ibunya memergoki mereka. Demi apa pun! Bisakah seseorang menjelaskan mengapa Park Yiseo bisa terbangun di atas ranjang Choi Yong Do?
“Aku bersumpah akan membunuh pria itu,” gumamnya.
Masih mengenakan jubah mandi, Park Yiseo bergegas keluar dari dalam kamarnya. Berjalan sambil mengentak-entakkan kakinya menuju dapurnya. Park Yiseo terus mendengkus. Mengeluarkan sebotol jus apel dalam kemasan lalu meneguknya dengan cepat.
TING TONG
“Pffft!”
Manik hitam milik Park Yiseo melebar sewaktu mendengar suara yang menggema di dalam apartemennya. Ia mengerutkan dahi.
“Jangmi?” gumamnya. Napas gadis itu terus berembus kasar. Ia pun melangkah tergesa-gesa menghampir pintu.
TING TONG ….
“Mitchi seakkia,” desis Yiseo. Terasa darahnya mulai terpompa. Menjalar cepat ke seantero pembuluh darah. Awas saja kalau itu benar Jangmi, Park Yiseo bersumpah akan langsung menyemburkan sumpah serapa.
TING TONG ….
“Errgggghhh!” Park Yiseo menggeram sambil mengencangkan kepalan tangannya. “SHUT UP!” teriak Yiseo.
Tangannya memanjang menarik gagang pintu. “JANGMI!” teriak Yiseo. Namun, sejurus kemudian matanya melebar.
“Hai,” sapa seorang wanita yang terlihat begitu familier di mata Yiseo.
Seketika gadis itu membukukkan tubuhnya. Ia menutup mata sambil mengulum bibirnya kuat-kuat. “Annyeonghaseyo,” gumamnya. Park Yiseo bertahan dengan membungkukkan badannya. Demi Tuhan, dia tak pernah sehormat ini pada seseorang bahkan pada ibunya sendiri. Apalagi takut? Oh astaga! Yang benar saja. Dia Park Yiseo. Tidak ada kalimat takut dalam kamusnya.
“It’s okay, Sweety.” Goo Hae Young meraih kedua sisi lengan Park Yiseo, lantas menegakkan badan gadis itu kembali.
Park Yiseo masih tak sanggup menatap wanita di depannya, sehingga ia lebih memilih untuk menelengkan wajahnya ke samping.
“Kau tidak perlu malu. Aku tidak melihat apa-apa. Aku baru saja datang dan mendapati putraku baru bangun dari tidur panjangnya.”
Park Yiseo mulai memutar wajahnya lambat-lambat. Manik hitamnya ragu-ragu menatap wanita di depannya. Senyum di wajah Goo Hae Young tak mau pudar. Park Yiseo masih sedikit bingung dengan reaksi yang ditunjukan Goo Hae Young. Padahal dirinya telah bersiap. Semisal Goo Hae Young akan menanyainya pertanyaan macam-macam, Park Yiseo akan menjawab jika dia mengerjakan PR bersama Yong Do dan karena mengantuk dia berbaring di ranjang Yong Do.
“Nona Park?”
Park Yiseo bergeming. Ia kembali menatap Goo Hae Young. “Y-ya,” gumamnya.
Terlihat Goo Hae Young terkekeh kecil. Ia melipat kedua tangan di depan da’da.
“Well, aku membuatkan sarapan. Maukah kau bergabung bersama kami?” tanya Goo Hae Young.
Sudut bibir Yiseo mulai terangkat. Membentuk senyum yang terlihat begitu kaku. “Maaf, tapi aku sudah sarapan.”
Goo Hae Young mengernyit. “Really?” tanya wanita itu dan Park Yiseo mengangguk. Seketika bibir Hae Young manyun. “Hemm … sayang sekali, padahal aku membuatkan salad salmon. Putraku tidak suka makanan seperti itu, dan aku berharap akan ada seseorang yang mau memakannya.”
Park Yiseo tidak menjawab, tetapi bunyi gemuruh dari perutnya cukup terdengar bahkan hingga ke rungu Hae Young.
“O- ow …,” gumam Hae Young sembari memandang perut Yiseo.
Gadis Park itu mendesis sambil memalingkan wajahnya. ‘Memalukan. Perut sialan!’ makinya dalam hati.
“Come on, Sweety. I am begging you,” ucap Hae Young.
Seketika Park Yiseo membulatkan matanya. Demi apa, kenapa wanita di depannya sampai memohon. Park Yiseo jadi tak punya pilihan lain untuk menolaknya.
“Ba- baiklah,” ucap Yiseo.
Wajah Goo Hae Young berubah sumringah dalam hitungan detik. “Oke, kalau begitu ayo.” Goo Hae Young memanjangkan tangan hendak meraih tangan Yiseo, tetapi gadis itu lebih dulu menarik tangannya. Hae Young kembali mengernyit.
“Ak-aku ganti baju dulu,” kata Yiseo.
“It’s oke, aku akan menunggu di sini.”
“Oh tidak tidak,” ucap Yiseo. ‘Sial! Kenapa dia tidak tunggu saja di rumahnya. Lagi pula bagaimana caraku mengatakannya.’ Park Yiseo membatin. Seketika ia dilanda rasa frustasi.
“Eumm … apa Anda mau masuk dulu?”
“Sure.”
Alam bawah sadar Park Yiseo cukup dibuat kaget oleh jawaban spontan Goo Hae Young. Terlebih dengan ekspresi yang ditunjukan wanita itu. Park Yiseo selalu benci dengan orang-orang yang selalu tersenyum tanpa sebab. Pasti mereka sedang merencanakan sesuatu dalam hati.
“Ba-baiklah.”
Dan Park Yiseo selalu benci saat ia tak punya jalan keluar lain. Akhirnya ia memutar melangkah ke samping. Memberikan ruang bagi Goo Hae Young untuk bisa melangkah masuk ke dalam kamarnya.
“Ak- aku ke kamar dulu.”
“It’s okay, it’s okay. Take your time,” ucap Hae Young.
Park Yiseo sedikit ragu, tetapi dia tetap memutar tubuh. Kembali ke kamarnya dan mencari pakaian dengan cepat.
“Sweety, apa kau yang mendekorasi rumahmu?” tanya Goo Hae Young sambil menatap lukisan dan furniture yang berada di sekelilingnya.
“Ya!” seru Park Yiseo.
“Wow … kau punya selera yang bagus,” ucap Hae Young.
Park Yiseo menyeringai di dalam kamarnya. ‘Ya. Memangnya seperti putramu yang tak punya selera itu,’ batin Yiseo.
Goo Hae Young terus melangkah. Sambil matanya tidak berhenti menelaah satu per satu lukisan yang terpajang di dinding. Sejurus kemudian mata Hae Young melebar sewaktu melihat gambar mozaik yang memenuhi seantero dinding. Kakinya mulai melangkah menghampiri foto tersebut.
“Nyonya Choi, aku sudah siap,” ucap Yiseo.
Ia mengernyit saat melihat Goo Hae Young yang kini makin mendekati lukisannya.
“Nyonya Choi?” panggil Yiseo sekali lagi. Namun, itu masih tak sanggup membuat Goo Hae Young bergeming.
Akhirnya Park Yiseo pun melangkah menghampiri wanita itu. Tangannya memanjang, lantas meraih pangkal bahu Goo Hae Young.
“Nyonya Choi.”
“Oh!” Goo Hae Young tersentak. Refleks, ia memutar tubuh. Desahan berat yang keluar dari mulut wanita itu cukup menandakan seberapa kaget dirinya tadi.
Sambil mengerutkan keningnya, Park Yiseo pun bertanya, “You okay?”
Mulut Goo Hae Young terbuka. “Y-ya,” ucapnya.
Park Yiseo heran mengapa wanita di depannya menggagap. Lantas gadis itu memutar tubuh menghadap lukisan mozaik yang merupakan fotonya sendiri itu.
“Ada apa?” tanya Yiseo.
Ragu-ragu Goo Hae Young menatap gadis itu. Bibirnya pun ikut berkedut menahan senyum. “Nothing,” gumamnya. Goo Hae Young kembali menatap lukisan di sampingnya.
“Kalau begitu bisa kita pergi?” tanya Yiseo. Oke, dia mulai risih dengan perubahan ekspresi Hae Young.
“Y-ya,” ucap Hae Young. Ia pun menjulurkan tangan menunjuk pintu keluar. Park Yiseo langsung memutar tubuhnya. Sementara Goo Hae Young kembali menatap lukisan di belakangnya.
‘Bagaimana bisa?’ gumam Goo Hae Young dalam hati. Ia sungguh tidak percaya. ‘Apa … mereka ….’
“Nyonya Choi?”
Goo Hae Young kembali bergeming. “Oh, ya. Ya.” Dia mengangguk, lantas menyusul Park Yiseo.