Golden Smart School, Melbourne – Australia
08.01 am
_________
Hari baru di sekolah paling terkenal di kota metropolitan ini. Tampak tiga orang gadis baru saja turun dari sebuah mobil limosin. Tiga gadis yang memegang kendali tertinggi untuk kaum hawa di sekolah ini. Tiga gadis terpopuler dan sempat dijadikan trendsetter di sekolah ini. Semua itu sebelum seorang gadis Asia mengambil alih seluruh popularitas milik mereka.
“Yiseo!”
“Hei.”
Cardi mendecih sewaktu melihat senyum di wajah Nicholas sewaktu lelaki muda itu memanggil si gadis Asia. Tatapan sinis ikut diberikan oleh dua orang gadis yang berjalan beriringan bersama Cardi.
“Cardi, bagaimana tanganmu?” tanya Lucy.
Cardi mendengkus, lantas memalingkan wajahnya. “Setidaknya aku sudah bisa memakai celana dalam sendiri,” ucap gadis itu.
Lucy tertawa sinis di sampingnya. “Well, bersabarlah, Cardi. Kita tunggu hingga pentas sekolah selesai dilaksanakan.”
Jase mengambil langkah maju mendahului dua temannya. Ia mencegat langkah Lucy membuat Lucy memandangnya dengan tatapan sinis. Terlihat Jase mendengkus. Tiba-tiba saja rahangnya mengencang. Memberikan tatapan nyalang pada Lucy.
“Aku menunggu janjimu, Lucy.” Kata-kata itu keluar dari antara gigi Jase yang terkatup.
Lucy menarik sudut bibirnya. Membentuk seringaian di wajah. Gadis berambut blonde itu memutar pandangannya. Menatap punggung si gadis Asia bersama seorang lelaki yang merangkulnya dari samping.
“Tenang saja. Aku sudah menunggu dan bersabar menahan amarahku selama ini. Semua itu kulakukan untuk memuluskan rencanaku. Gadis itu tak bisa dikalahkan dengan fisik. Dia terlalu kuat. DIa juga licik. Maka dari itu-“ Lucy menunda ucapannya. Menoleh ke kiri dan kanan. Memastikan tak ada yang akan mendengar ucapannya sebentar lagi. Mulut Lucy terbuka, tetapi ia memilih untuk menyeringai lebih dulu kemudian melanjutkan, “=kita harus menyerangnya sekali lagi, tetapi dengan satu pukulan telak.”
“Dan apakah kau bisa menjamin jika rencanamu akan berhasil?” Cardi bertanya dengan pandangan menyelidik.
Lucy kembali menyeringai. “Ya. Seratus satu persen,” ucapnya.
“Well, kalau begitu katakan pada kami tentang rencanamu,” kata Jase. Gadis itu melipat kedua tangannya di depan da’da. Tatapannya menuntut pada Lucy.
“Belum saatnya, Jase. Dan di sini bukan tempat yang aman untuk bicara tentang itu,” kata Lucy.
“Lalu kapan?” Jase masih menuntut.
Mulut Lucy terbuka melepaskan desahan panjang sewaktu ia mendelikkan matanya ke atas.
“Jase, aku tahu jika kau sangat terluka. Tapi kau juga harus tahu, aku melakukan semua ini untuk kita. Tak akan kubiarkan gadis Asia itu setelah apa yang dia lakukan pada kita.”
“Ya, maka dari itu kau harus mengatakan pada kami bagaimana kau akan menghancurkan gadis itu.”
“Oke, tapi tidak di sini. Malam ini kalian menginap di rumahku. Maka akan kuceritakan semua rencanaku pada kalian.”
“Deal,” ucap Jase. Gadis itu langsung memutar tubuhnya. Berjalan memasuki gedung sekolah.
***
Suasana mulai ramai. Satu per satu murid mulai memasuki ruang kelas. Ada sesuatu yang membuat Park Yiseo merasa penasaran sejak seminggu ini. Bagaimana lelaki yang tinggal di samping unitnya tak pernah terlihat lagi. Selain di sekolah. Dan bagaimana dia berangkat di sekolah, Park Yiseo tak pernah mengetahuinya.
Namun, satu hal yang menjadi sangat aneh dirasakan oleh Park Yiseo. Mengapa dia begitu terganggu dengan tidak melihat pria itu. Untuk pertama kali dalam hidupnya Park Yiseo merasa begitu sepi. Padahal dia punya banyak teman.
Nick selalu menjemputnya setiap sore. Hang out bersama Nick dan The Nudes ada hal terbaik yang bisa membuat Park Yiseo mendapat hiburan selama berada di Australia. Dan satu-satunya cara membuat dirinya dianggap setara. Mendapat kedudukan, terlebih pengikut iinstagram yang bertambah.
Namun, tetap saja Park Yiseo merasakan kekosongan di dalam dirinya. Ia telah mencari-cari cara untuk bagaimana menutupi rasa kosong ini di hatinya, akan tetapi sampai saat ini belum ada yang berhasil ia lakukan.
“Hei, Choi!”
Park Yiseo langsung menggerakkan manik hitamnya sewaktu mendengar nama itu dari seseorang. Gadis Park itu tak bisa memindahkan tatapannya dari si pria yang baru saja bergabung di dalam kelas.
“Hari ini kau ke studio Ms. Thania, ‘kan?” tanya seorang siswa yang duduk tak jauh dari pintu masuk.
Choi Yong Do masih berdiri di tempatnya. “Hem,” gumam pria itu seadanya.
“Bagaimana kalau kita berangkat bersama? Kau tinggal di mana?”
Choi Yong Do menegakkan badannya. “Tidak usah. Aku berangkat sendiri.” Ucapan Choi Yong Do langsung disambut gumaman masal oleh semua orang yang berada di kelas.
“Well, Arrion, kau harus berusaha lebih keras lagi,” kata seorang siswa lagi yang duduk di samping Arion. Lelaki yang sebelumnya menegur Choi Yong Do itu mendecih sinis.
“Dasar antisosial,” gumamnya. Mata Arrion memerhatikan si pria Choi yang bergerak cepat menuju tempat duduknya.
Seperti biasa. Lelaki antisosial itu selalu memilih untuk tidak memedulikan apa pun yang terjadi di sekelilingnya. Seakan-akan terjebak pada dunianya sendiri.
“Yiseo?”
“Y- ya,” jawab Yiseo. Gadis itu menjadi gagap saat tak bisa memindahkan tatapannya dari Choi Yong Do.
Nicholas kembali mendengkus sewaktu tahu apa yang mengalihkan perhatian gadis itu barusan. Nick menoleh pada sumber yang dimaksud. Hanya sekilas, kemudian dia kembali menatap Yiseo sambil menyunggingkan senyum di wajah.
“Bagaimana kau mau ikut malam ini?”
Seketika manik hitam Park Yiseo membesar. “Hem?” gumam gadis itu.
Lagi-lagi Nicholas mendesah panjang. “Kau tidak dengar ucapanku dari tadi?”
Mulut Yiseo terbuka lambat-lambat. “Ah … itu, ya. Eum … maaf, kau bilang apa tadi?” tanya Yiseo. Berusaha untuk fokus.
“Malam ini ada pesta frat. Kau ikut dengan kami, oke?”
“Pe- pesta? Frat Party? Bukankah itu khusus untuk para pria?”
Nicholas tergelak mencemooh. “Oh come on … jangan bilang kalau di negaramu tak ada frat party,” ucap Nick.
Untuk sekelebat Park Yiseo memanyunkan bibirnya. “Memang tidak ada,” ucap gadis itu.
Nicholas mendelik kaget. “Serius?” tanya pria itu.
“Memangnya wajahku terlihat sedang bercanda?”
Seketika Nicholas tertawa hingga terbahak-bahak. “Astaga ….”
Park Yiseo tak ingin memedulikan reaksi Nicholas. Apalagi repot-repot menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Gadis Park itu lebih memilih untuk memindahkan atensinya pada pria yang duduk di kursi paling depan.
“Oke, oke. Aku akan diam.”
Park Yiseo berdecak kesal saat Nick kembali meminta perhatian lebih. Park Yiseo menghela napas, lantas mengembuskannya dengan cepat. Sebenarnya gadis itu agak malas meladeni Nicholas, tapi bagaimana lagi. Dia seperti telah terjebak. Gadis itu menyandarkan punggungnya ke belakang. Melipat kedua tangan lantas menumpuknya di depan ulu hati. Matanya kembali tertuju pada pria bermata hijau yang kini masih berusaha memperbaiki mimik wajahnya.
“Puas?” sindiri Yiseo.
Nick mengangguk. “Sorry,” ucapnya. “Tapi negaramu benar-benar lucu dan unik. Astaga! Aku tidak bisa berhenti tertawa,” kata Nick.
“Kalau begitu tertawalah hingga puas,” kata Yiseo dengan nada datar dan tatapan dingin.
“Tidak. Aku akan berhenti tertawa. Jadi, kau mau kan datang di frat party? Aku akan menjemputmu nanti sore.”
Park Yiseo mendesah panjang. “Oke,” ucapnya.
Nicholas menyeringai. “Itu baru gadisku,” gumamnya. Pria itu menoleh ke belakang. Mengikuti ke mana arah pandangan Yiseo. Sejurus kemudian lelaki itu kembali menyeringai.
‘And now you are mine,’ batin Nick.
_____________