18. It's Show Time

1426 Words
“Well ... this your basecamp?” Nick memutar tubuhnya. Sudut bibirnya naik membentuk seringaian. “Secara harafiah ini lebih pantas disebut stronghold golden,” kata Nick. Membanting tubuh pada sofa tunggal abu-abu. Bibir Park Yiseo manyun. Dia mengedikkan setengah bahu. Sementara matanya sibuk memerhatikan sekeliling ruangan. “Ya … sepertinya begitu,” gumamnya. Park Yiseo mengambil tempat pada salah satu sofa. Duduk dengan cara paling angkuh. Terlebih saat ia memangku kaki sambil melipat kedua tangan, lantas menumpuhnya di depan ulu hati. “So, di sini hanya ada kita berdua,” kata Nick. Sudut bibir Park Yiseo bergerak membentuk seringaian. “This is what I want,” gumam Park Yiseo. Nick mengerutkan keningnya. “What?” Dengan cepat Park Yiseo memperbaiki mimik wajahnya. “Never mind,” kata gadis itu. “Nick, bisakah kau mendekat, aku ingin buat story di iinstagram,” ujar Park Yiseo. Sambil memanyunkan bibirnya, Nicholas mengedikkan kedua alis. “Oh, kau punya akun iinstagram, ya.” “Hem,” gumam Park Yiseo. Nick berdiri dari tempat duduknya, lantas mengambil tempat duduk di samping Park Yiseo. Sambil tersenyum, Park Yiseo mulai mengarahkan layar ponsel ke arahnya. “Anyeong chingudeul,” kata Yiseo. Menyapa para follower-nya dengan kalimat ‘halo teman-teman’ sambil menyunggingkan senyum sumringah. Nick mengernyit. Sementara Park Yiseo meneruskannya dengan bahasa dari negaranya. “Selamat pagi dari Australia. Aku sedang berada di stronghold golden, dan sekarang aku sedang berada dengan satu-satunya penguasa di sekolah ini, namanya Nick.” Park Yiseo memutar pandangannya pada Nick. “Nick, say anyeong for my Korean fellas,” ucap Park Yiseo. Kening Nick melengkung ke tengah dan dia menggeleng sambil menggoyangkan telunjuk di depan da’da. “What the mean of that?” tanya Nick. Park Yiseo mendesah lantas memutar bola mata jengah. “Just tell, anyeong. Can you?” Nick kembali menatap layar ponsel lantas melambaikan tangannya. “Anyeong …,” kata lelaki itu. Raut wajah Park Yiseo kembali menjadi sumringah. “Oke chingudeul, itulah temanku Nick. Nicholas Hamilton,” kata Park Yiseo. Ia kembali menatap layar ponsel. “Nick, bisakah kau ucapkan sepatah kata untuk para followerku?” Nick sempat mengernyit, tetapi kemudian menjawab, “Sure.” Park Yiseo semakin membawa sudut bibirnya ke atas saat dia memutar kamera dan merekam Nick dari kamera belakang. “Hai,” sapa Nick. Lelaki itu terlihat begitu percaya diri. Tidak seperti sebelumnya. “As you know, my name is Nick. Aku teman Yiseo dan aku salah satu siswa di sekolah ini,” ujar Nick. “Katakan tentang dirimu.” Park Yiseo menggoyangkan kepalanya pelan. “I mean, about your power in this school.” Nick bergeming. “Oh!” Lelaki itu mengedikkan setengah bahu. “Apakah itu penting?” “Ya,” jawab Yiseo. “Just tell us.” Lanjutnya. Nick mengulum bibir. Menghela napas lalu mengembuskannya dengan cepat. “Well, technically … sekolah ini mendapat suntikan dana terbesar dari perusahaan kami, Hamilton Company dan ayahku sendiri menjadi ketua yayasan di sekolah ini. So, you guys make decide by yourself. About me and this school.” Lanjut Nick. Park Yiseo kembali memutar kamera. Memakai kamera depan. “Ya. Jadi, Nick adalah siswa terhebat di sekolah ini dan sekarang aku sedang berada di ruang pribadi para siswa kelas elit. So, this is my story for today. I hope you guys enjoy your day. Sea ya.” Park Yiseo tersenyum saat mengakhiri siaran langsungnya. “Oh ya, Nick, apa nama instagrammu?” tanya Park Yiseo. “Nick … ass.” Senyum di bibir Park Yiseo memudar. Seketika raut wajahnya berubah. Manik hitamnya memberikan tatapan dingin pada Nick. Lelaki muda itu tertawa. Seakan-akan menikmati lelucon pribadinya. “I’m jokes,” kata Nick. Dia mendekat. “Nicholasnick.” Lanjut lelaki itu. Terdengar desahan halus dari Park Yiseo ketika ia kembali membolakan matanya. Menatap layar ponsel. Jemarinya dengan cepat menekan layar ponsel. “Done,” ucapnya dan kembali menatap Nick. Park Yiseo mendelikkan kepala. “Go check your account and don’t forget to follow me back,” kata gadis itu. Nick merengut. Ia menyandarkan punggung ke armrest lantas merogoh ponsel dari dalam saku jasnya. Dengan santai Nick membuka layar ponselnya. Sementara Park Yiseo menoleh ke samping. “Nick, apa kau punya minuman dingin?” tanya gadis itu. “Ya. Ada di dalam mini kulkas itu. Oh ya, tolong ambilkan soda untukku,” ujar Nick. Park Yiseo tersenyum lebar. “Tentu,” ucapnya. Dia pun bangkit menghampiri mini kulkas yang berada di dalam partisi penyanggah ruangan. Bola mata Nicholas membesar saat jemarinya menekan profil Yiseo. Refleks, ia pun menarik tubuh dan kembali terduduk. “Hol* s**t! Kau seorang influencer?” tanya Nick. Kaget. Bagaimana bisa seorang Park Yiseo memiliki tiga belas juta follower di instagramnya. Mengalahkan para artis dunia. Pria itu memutar pandangaan. Menatap punggung Yiseo. “Ya … begitulah,” kata Yiseo santai. “Damn it! Kamu cukup terkenal, Yiseo. Apakah kau seorang artis di negaramu?” Park Yiseo terkekeh. Ia menoleh. Tepat saat itu juga Nick menatapnya. “Tidak. Sama sekali tidak dan aku tidak pernah tertarik. Jika mau aku bisa saja menjadi artis, tapi aku tidak ingin menyianyiakan hidupku untuk dikendalikan oleh agensi,” ujar Park Yiseo. “Kenapa? Apa yang salah dengan menjadi artis? Semua orang di luar sana begitu ingin menjadi artis,” ujar Nick. Dia tak bisa memindahkan atensinya dari profil Park Yiseo. Gadis Korea Selatan itu mendesah panjang. Membawa dua kaleng minuman bersoda lalu kembali. Duduk di samping Nicholas Hamilton dan dia menyerahkan salah satu minuman kaleng itu kepada Nick. “Tapi aku bukan salah satu dari mereka, Nick.” Nicholas kembali memandang Park Yiseo. Diambilnya salah satu minuman di tangan Park Yiseo dan langsung menegaknya. “Kenapa?” tanya Nick. Setelah satu kali tegukkan. Park Yiseo menghela napas lalu menyandarkan punggungnya ke armrest, sementara ia memangku kaki dan kembali melipat tangan di depan da’da. “Karena aku tidak mau hidupku dikendalikan oleh seseorang.” “Apa semua artis di negaramu didiskriminasi seperti itu? Lagi pula kau menyebut agensi, apa maksudnya itu?” “Selebriti di Korea Selatan tidak sama dengan kebanyakan selebriti atau artis dan actor di kebanyakan negara. Jika kau berniat menjadi seseorang yang terkenal. I mean, being an actress, maka kau harus menuruti semua aturan dari agensi. Semua kehidupanmu dikontrol. Dari cara berpakaian, cara berbicara dengan orang lain, cara memainkan emosi, cara makan dan cara tidur pun diatur. Bahkan cara bernapas pun diatur. Semuanya diatur dan semuanya harus sesuai dengan aturan mereka. Jika kau membuat kesalahan-“ Park Yiseo menggerakkan tangannya, seolah-olah mengempaskan sesuatu. “-kau ditendang. Kau pakai drugs, maka kau tamat. Kau buat skandal, maka karirmu berakhir.” “It’s too easy!” Nick berkata sembari memajukan wajahnya dan tangannya bergerak dramatis. “Kau tinggal pindah ke agensi lain.” Lanjutnya. Park Yiseo terkekeh. “Tidak ada agensi yang mau memakai artis yang telah terlibat kasus. Entah kau sangat popular atau kau sangat berpengaruh, tetap saja tak ada tempat bagi para pembuat skandal.” Nick terdiam. Ia pun mengedikkan kening. “Wow,” gumam lelaki itu. “Ternyata sebegitu sulitnya menjadi seorang artis di negaramu. Well, aku sangat mencintai kebesan di negaraku.” Giliran Park Yiseo yang mengedikkan bahunya. “Setiap negara punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dengan begitu populasi di negara kami tidak kecanduan n*****a. Tak seperti kebanyakan negara di benua yang menganut filsafah individualism,” ujar Park Yiseo. Tampak lelaki itu memberengut dan dia kembali mengedikkan bahu. “Ya. Kau benar,” kata Nick. Sejurus kemudian dia menggoyangkan kepala. “Ada apa?” tanya Yiseo. “Entahlah. Mataku tiba-tiba terasa berat. Ah, sial! Ini pasti gara-gara aku menonton pertandingan basket sampai pagi,” ujar Nick. Sudut bibir Park Yiseo naik. Membentuk seringaian. “Tak apa. Kau tidurlah. Lagi pula jam pelajaran terakhir diundur satu jam karena rapat para guru, kan?” Nick mengangguk dan kelopak matanya mulai tidak konsesiten. Terbuka tutup dengan cepat. “Hem,” gumam Nick. “Jangan ke mana-mana, oke.” Sunyum di wajah Park Yiseo merekah selebar wajah. “Of course,” katanya. Nick menyandarkan punggungnya ke armrest dan dia memejamkan mata. “Not!” Lanjut Yiseo. ‘Tidurlah, Nick. Nikmati tidur singkatmu, sementara aku pergi untuk mengurus para kecowa.’ Sambil menyeringai, Park Yiseo pun bangkit dari tempat duduk. Ia menunduk. Menatap jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kanannya. ‘Lima belas menit. Obat tidurnya hanya bekerja selama lima belas menit. Artinya aku harus bisa menyelesaikannya dalam waktu kurang dari sepuluh menit,’ batin Yiseo. Dia berjalan cepat meninggalkan ruangan pribadi milik Nick. Gadis itu menyeringai. Makin tajam menatap lorong tempatnya melangkah. “It’s show time ….” _________________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD