7. Kill Me if You Can

1490 Words
“Ayo, Ares. Apa yang kau tunggu?” “Diamlah,” desis Yong Do. “Hei … ayolah!” Seluruh pemain mulai menggerutu. Ditambah suara bel pintu yang makin bersik membuat Yong Do makin tak bisa berkonsentrasi. “Arrrghhh! Sial! Aku tidak sudi diperlakukan seperti ini. Cepatlah,” keluh Yelena. Dia mulai jijik menatap layar monitornya. “Ares!” DOR BOOM Terjadi ledakan besar di sana. Dan …. “ARRRGGGHHH ….” “FU’CK!” Lelaki itu melempar punggungnya dengan kasar. “Ada apa, Ares?” keluh Lisa di sana. Semua tim kembali ke mode awal. Ledakan besar yang baru saja terjadi membuat Choi Yong Do dan semua tim terbunuh. “Tadi itu gegabah,” gerutu Lisa. “Hei wait!” Seketika Choi Yong Do menegakan badannya. Menggoyangkan kursi hingga menghadap ke monitor di samping. Menatap satu per satu wajah para pemain yang kini tampak kesal. “Kalian yang menyuruhku menembak. Kalian mendesakku!” gerutu Yong Do. Tampak salah satu dari mereka yaitu si gadis berbambut merah muda bernama Yelena memanyunkan bibirnya. Sementara Lisa memasang wajah kesal. Flynn dan Mason terdiam. “Ada sesuatu yang mengganggumu?” tanya Yelena. TING TONG Choi Yong Do menutup mata dan berdecak bibir. Lelaki itu kembali menggeram. “Ya!” bentaknya. Dia menggaruk kepalanya, frustasi. “Guys, maaf. Ada seseorang yang terus membunyikan belku.” “Ahhh sial!” gerutu Mason. “Gerbangnya akan terbuka sebentar lagi, Ares,” timpal Flynn. “Bukankah kau tinggal di apartemen?” tanya Lisa. Choi Yong Do kembali berdecak kesal. “Ya.” “Lalu siapa si sialan yang terus membunyikan belmu?” Untuk kesekian kalinya Choi Yong Do berdecak kesal. Dia kembali mendengkus. “Aku tidak tahu. Untuk itu aku akan ke sana,” ujar Yong Do. Lelaki itu bersiap untuk bangkit dan dia melesak dari tempat duduknya. “Tendang bokongnya, Bung!” seru Mason. Sambil mengepalkan tangannya, Choi Yong Do berjalan dengan langkah panjang. Melesat menuju pintu rumahnya, TING TONG TING TONG TING TONG “Sial!” desis Yong Do. Rahangnya telah mengencang dan jantungnya mulai berdetak meningkat. Napas pria itu berembus kasar. Tangannya memanjang meraih gagang pintu. TING TONG … belnya masih saja berbunyi bahkan saat Choi Yong Do berhasil membuka pintunya. Untuk beberapa saat Choi Yong Do terdiam. Keningnya mulai mengerucut sedangkan tatapan matanya mulai mengecil. “Kau?” gumam Choi Yong Do. Di depannya berdiri seorang gadis bermata hitam yang tengah bersedekap sambil memandang Choi Yong Do dengan tatapan datar. Seketika Choi Yong Do mendesah panjang. Memutar bola mata sambil melayangkan kedua tangan ke udara. Lelaki itu melampiaskan kekesalannya dengan memaki dan menggeram. Secepat kilat dia kembali membawa pandangannya pada si gadis berambut sebahu di depannya. “Jadi kau yang membunyikan belku sejak tadi?!” tanya Yong Do dengan nada tinggi. “Kau tidak punya kerjaan lain?” Gadis muda di depannya tidak menjawab. Masih bertahan dengan wajah datar dan pandangan angkuh. “Untuk apa ka-“ Ucapan Choi Yong Do terhenti saat gadis itu melangkah dengan sangat santai bahkan dengan sengaja menabrak bahu Yong Do. “Hei!” seru Yong Do. Dia kembali berdecak kesal. Berharap gadis yang baru saja masuk ke dalam rumahnya itu akan menghentikan langkah, tapi nyatanya tidak. Dengan begitu santai dia terus menggerakan kaki jenjangnya. Memasuki rumah Yong Do. Pria muda itu mendengkus. Memutar tubuhnya dengan kasar lalu berjalan cepat. Dia meraih lengan gadis di depannya, kemudian menariknya hingga tubuh gadis itu berputar. “Sedang apa kau di sini, hah?!” Bola mata Choi Yong Do membulat sempurna dengan nyala api yang siap menghanguskan gadis Park di depannya saat ini juga, akan tetapi semua itu seakan tak berarti bagi gadis yang bertingkah seenaknya di depan Yong Do. Dia tidak berkutik sekalipun. Tatapan gadis itu turun. Menatap tangan Choi Yong Do yang tengah mencengkram lengannya. Tak ada kata yang terucap selain gerakan tangannya yang menepis tangan Choi Yong Do dengan kasar. Tingkahnya membuat Choi Yong Do menggeram sampai ingin rasanya dia melayangkan tangan menampar gadis di depannya. Namun, Yong Do tahu persis jika akan terjadi malapetaka besar dalam hidupnya saat ia tak mampu mengontrol emosinya. Hingga yang bisa dilakukan Choi Yong Do hanyalah menggeram sambil mengepalkan kedua tangan. Sementara si gadis Park itu terlihat sangat santai. Seakan-akan tidak terjadi apa pun di sini. Dia berjalan mengitari ruang tamu Choi Yong Do, lalu duduk di salah satu sofa. Gadis itu kembali melilit kedua tangan lalu menumpuknya di depan ulu hati. Kaki jenjangnya bergerak, menaruhnya pada kakinya yang satu. Perlahan-lahan, gadis itu mulai menggerakkan dagunya naik. Choi Yong Do yang masih berdiri di tempatnya langsung mengambil sikap. Melesat. Menghampir gadis berambut sebahu itu. “Keluar!” teriak Yong Do. Tangan kirinya menunjuk ke arah pintu. Dengan gerakan pelan, Park Yiseo membawa bola matanya. Mendelik ke atas. “Beginikah caramu bersikap pada orang lain?” Choi Yong Do mendecih sinis mendengar perkataan gadis Park di depannya. “Hah!” Lelaki itu berkacak pinggang. Dahinya serasa ditarik di kedua sisi. Choi Yong Do harus mendongakan wajahnya sebentar untuk meraup udara, lalu dia mendecih dan menggelengkan kepala. Kembali menatap Park Yiseo dengan pandangan nyalang. “Dasar tidak tahu diri,” desis Choi Yong Do. Sikap Park Yiseo masih sama seperti sebelumnya. Tidak ada yang berubah dari raut wajahnya. “Duduk!” titah Yiseo. Seolah-olah memerintah seekor huski. Seketika mulut Choi Yong Do terbuka. Menganga. Bersama dengan bola matanya yang melebar. Lelaki itu mencondongkan wajahnya ke depan. “Apa katamu?!” pekiknya. Park Yiseo kembali menggerakan bola mata menatap pria itu. “Kau tuli?” Matanya memberikan pandangan sinis. Membuat Choi Yong Do kembali terkekeh. Lelaki itu benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan gadis ini. Jika ada kata yang melebihi angkuh, sombong, tamak, serakah. Atau apa pun. Ingin sekali Choi Yong Do mencari julukan yang tepat untuk gadis tidak punya malu dan sangat kurang ajar ini. “Hei ….” Suaranya yang memanggil terdengar santai. Dan mengapa juga Choi Yong Do menatapnya. Dilihat Yong Do kening gadis itu bergerak lalu kepalanya mendelik menunjuk sofa di depannya. Choi Yong Do merasakan ada sesuatu yang berdesir di dalam nadinya. Merambat begitu cepat ke tubuh dan membuatnya gerah dalam sedetik. Wajah pria itu bergetar. Inilah yang membuatnya begitu benci berhubungan dengan makhluk sosial yang diberi julukan manusia. Selain licik, mereka juga sombong. Seenaknya memerintah. Seenaknya menjatuhkan. Bertingkah bagai predator yang ditaktor dan otoriter. Dia hanya seorang gadis dan Choi Yong Do yakin jika umurnya tak lebih dari enam belas tahun, tapi tingkahnya benar-benar sangat kurang ajar. “Keluar kau!” Suara Yong Do berubah sangat pelan, tapi berbeda dengan rahangnya yang mengencang dan tatapan matanya yang menyala. “Tidak,” kata Park Yiseo dengan nada datar. “aku ingin bicara denganmu.” “Aku tidak sudi bicara denganmu.” D^da Yong Do kembang kempis menahan napas yang bergemuruh. “Pergi atau kuseret ka-“ “Kalau begitu seret saja.” Bola mata Choi Yong Do kembali membulat saat gadis itu dengan santainya menyergah ucapan Yong Do. Dan sekarang sedang menatapnya dengan sinis. “Seret aku kalau bisa,” ucapnya santai. Choi Yong Do mendekat, secepat tembakan angin. Dia menghampiri gadis itu dan menaruh kedua tangannya di atas armrest. Mengurung gerakan gadis itu. Namun, gadis berambut sebahu itu masih menanggapinya dengan santai. Dia tidak tahu kalau sekarang Choi Yong Do sudah sangat geram. Bak kobaran api yang menyala di dalam dirinya dan Yong Do mulai ragu kalau dia bisa menahan emosinya lebih lama. “Aku tidak peduli denganmu. Kau sialan tidak tahu diri dan aku sangat ingin melenyapkanmu dengan kedua tanganku. Asal kau tahu itu.” Sudut bibir Yiseo naik. Membentuk seringaian. “Kalau begitu lenyapkan saja. Lalukan apa pun yang ingin kau lakukan. Hanya ada kita berdua di sini, lalu apa yang kau tunggu?” Tanpa melihat, Park Yiseo langsung meraih satu tangan Yong Do lalu meletakan telapak tangan pria itu ke lehernya. Park Yiseo menyeringai, makin lebar. “Ayo,” katanya santai. “Lakukan!” Wajah Yong Do makin bergetar dengan rahang yang mengncang itu makin kentara. Hidungnya kembang kempis. Telinganya memerah. Menandakan seberapa geram lelaki itu saat ini. Napasnya makin berembus cepat dan kasar. Sementara tangannya mulai bergerak mengencang di leher Yiseo. “Pastikan kau melakukannya dengan benar,” ucap gadis itu. Choi Yong Do benar-benar telah tersulut emosi. Dadanya berdebar-debar kencang sampai dentumannya terdengar hingga ke rungu Yiseo. Hal itu membuat Park Yiseo makin menikmati semua ini. “Come on, you can do that.” Gadis muda itu menekan tangan Yong Do agar cengkramannya makin mengencang. “Kill me,” bisik Yiseo dengan suaranya yang mulai berubah. Pikiran Choi Yong Do menjadi gelap. Yang ada hanyalah cara untuk melenyapkan gadis berisik dan tidak punya sopan santun ini. Entah apa yang terjadi pada Choi Yong Do setelah ini, yang jelas untuk sekarang dia hanya ingin gadis ini merasakan kesakitan. Dia pantas mendapatkannya. “Kubunuh kau,” gumam Choi Yong Do. Park Yiseo tidak berucap apa pun karena tenggorokannya mulai tercekat, tapi sudut bibirnya tidak berhenti bergerak naik. Memberikan senyum iblisnya. ‘Ayo. Bunuh aku.’   ______________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD