Satu
"Ayolah bu, saya nya jangan dikasih tugas bersihin kamar mandi, saya bersihin taman belakang aja ya bu." seorang siswa tengah mengikuti guru BK sepanjang lorong sekolah menuju kelas dengan wajah terus memohon.
"Ga ada taman belakang lagi! Taman belakang udah bersih karena hukuman kamu dua hari yang lalu." bantah ibu berkerudung hitam tersebut tidak mempedulikan siswa yang paling sering ia hadapi ini karena berbagai jenis kebandelannya ini, bahkan rasanya tugasnya di sekolah ini hanyalah mengurusi satu siswa ini saja.
"Yah bu, masa saya terus yang bersihin ini sekolah? Kan itu tugas Kang Urip, Bu? Kalau gitu mending saya kerja disini aja bantuin Kang Urip, dapat uang."
Ibu tersebut berhenti dan berdiri tegak pinggang melihat siswa yang bahkan dengan beraninya di depan guru BK tidak memasukkan bajunya ke dalam celana, "kamu sendiri yang pernah bilang kasian sama Kang Urip kerja sendirian padahal udah tua bukan? Nah sana kamu bantuin biar Kang Uripnya bisa santai ga ngerjain apapun."
"Tapi bu, saya kan disini sekolah, bukan kerja."
"Benar sekali Arsenio Sakya Malik! Lalu kenapa kamu sudah manjat pagar sebelum bel pulang sekolah?"
Siswa laki-laki itu menghela napas panjang, "kelas terakhir Bu Kikan ga masuk karena baru cuti melahirkan, Bu. Jadi saya pikir lebih baik pulang untuk bikin PR, saya ga salah kan bu?"
"Udah jangan banyak alasan, seorang Sakya mau bikin PR? Gurauan macam apa itu?"
"Tapi kan bu..."
"Serius ibu mohon sama kamu, ini udah dekat ujian nasional, kamu bisa tidak kurangi ulah kamu? Terus kamu coba serius sedikit belajar, sekedar buat lulus aja udah. Ibu tahu kamu sangat tidak suka dengan aturan sekolah, tapi ini tinggal sedikit lagi loh Sakya kamu ngikutin aturan sekolah, habis ini terserah kamu mau ngapain, mau ngapain aja terserah!" ibu tersebut tampak sudah lelah dan memohon pada siswa bertubuh tinggi jangkung di depannya ini.
"Jadi, saya bersihkan taman belakang kan, Bu?"
Ibu tersebut langsung menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala, harusnya ia sudah sadar kalau menasehati Sakya itu tidak akan berguna sama sekali.
"Bersihkan kamar mandi, nanti waktu bel pulang saya periksa. Kalau tidak, siap-siap saja pekerjaan Kang Urip bakal ringan sekali karena bantuan kamu. Saya harus ke kelas." ibu itu bicara seolah tak bisa diganggu gugat sambil dengan santai mencoret bawah baju Sakya dengan spidol.
"Yah Bu!! Ini satu-satunya baju saya yang masih bersih dari coretan guru!" Sakya terlambat menghindar dan kini seragam putihnya sudah ternoda spidol yang tidak akan hilang dengan mudah, bahkan akan bertahan secara abadi.
"Patuhi aturan sekolah!"
*
Seorang siswi kini tengah duduk jongkok di wc perempuan sendirian sambil memegangi perutnya, ia terus meringis dan berubah-ubah posisi memegangi perutnya.
"Ya ampun sakit banget, kenapa datangnya harus sekarang sih? Kenapa ga nanti aja pas di rumah!?" gadis cantik berambut sepunggung yang diikat kuncir kuda itu kini bersandar di dinding terus memegangi perutnya.
"Aku harus beli obat nih biar bisa bertahan sampai jam pulang sekolah!" gadis itu meyakinkan diri coba menahan sakit dan coba berjalan ke luar kamar mandi tapi rasa keram di perutnya seolah tak mengizinkannya berjalan lebih jauh, bahkan kini ia mulai merasa mual.
Dengan cepat ia duduk di kursi depan kamar mandi, ia melihat ke sekitar coba mencari bantuan siapapun, tapi sayangnya sepanjang koridor sekolah tampak sepi seperti tak ada tanda kehidupan karena ini masih jam pelajaran.
"Ya ampun sakit banget!" ringisnya lagi meremas perut, namun mata gadis itu langsung mengarah pada kamar mandi pria yang terdengar seperti ada orang bernyanyi di dalamnya, diikuti oleh seorang siswa yang kini keluar membawa ember dan pel di dalamnya.
"Hei tunggu!" gadis dengan papan nama Alina Mahira Gayatri itu coba memanggil sebelum siswa itu pergi ke arah gudang sekolah yang memang berada di belakang kamar mandi murid.
Sakya yang tengah asik dengan hukumannya membersihkan kamar mandi melihat dan mendapati seorang siswi yang menatapnya dengan wajah seolah akan meminta pertolongan dengan memohon. Melihat wajahnya yang pucat, Sakya langsung bergerak mendekat.
"Kamu kenapa?"
"Bisa bantu belikan obat ke warung Mbak Yuli?"
"Kamu sakit? Mending ke UKS aja, aku bisa bantu, eh atau langsung pulang aja. Aku bisa antar!" Sakya memberi usul sambil tersenyum karena dengan itu bisa menjadi alasannya bisa lepas dari hukuman ini dan memanfaatkannya untuk pulang lebih cepat.
Gadis itu menggeleng, "cepetan! Bilang aja ke Mbak Yuli nya obat anak cewek! Buruan!!"
Sakya yang melihat gadis itu sudah sangat kesakitan itu reflek akan berlari tapi mendadak kembali, "eh tapi uangnya!?"
"Bilang aja nanti Alina yang bayar!"
"Owh oke!"
*
Sakya memperhatikan Alina yang sudah selesai meminum obat tapi wajahnya masih terlihat menahan sakit.
"Itu obat cewek yang lagi haid ya?" Sakya iseng bertanya yang membuat Alina mengalihkan pandangannya karena malu.
"Hm.." jawab Alina pendek.
"Tinggal satu jam pelajaran lagi, mending kamu izin pulang aja kalau emang sakit."
Alina menggeleng, "aku ga bisa pulang sekarang?"
"Kenapa?"
"Ada kelas olimpiade."
Sakya menatap dengan mulut membentuk o sambil angguk-angguk, "anak pintar ternyata, ngomong-ngomong nama kamu siapa dan kelas berapa?"
Gadis itu mengerutkan dahinya menatap Sakya, "kamu tidak mengenalku?"
"Apa sebelumnya kita pernah berkenalan?"
Alina menggeleng, "orang bilang satu sekolahan ini pasti mengenalku, ternyata tidak juga."
Sakya tertawa, "kamu juga tidak mengenalku? Guru BK bilang satu sekolahan ini tidak ada yang tidak mengenalku. Aku rasa orang-orang di sekolahan ini terlalu berlebihan dalam menilai."
Alina ikut tertawa karena ucapan pria disebelahnya ini, "aku Alina anak kelas 12 IPS 1."
Sakya mengangguk, "aku Sakya 12 IPA 6."
Alina terkejut, "Sakya? Aku sering mendengarnya saat berada di kantor guru. Jadi itu kamu?"
"Apa aku sepopuler itu? Aku jadi terharu."
"Tapi pembicaraannya terdengar negatif." tambah Alina menambahkan tapi agak tidak enak.
Sakya tertawa lagi, "kalau negatif itu artinya kamu tidak salah dengar, itu memang aku. Jadi apa sekarang sakitmu sudah berkurang?" Sakya beralih menanyakan kondisi Alina lagi.
"Hm, sepertinya aku sudah bisa jalan ke kelas."
"Sakyaaaaaaaaa!!" tiba-tiba terdengar suara keras mengejutkan mereka berdua.
"Bu Astrid!" Alina kaget dan panik sedangkan Sakya hanya menunjukkan wajah datar melihat ibu tersebut mendekat.
"Bukannya ngejalani hukuman kamu malah main dan apa ini!? Kamu bahkan sampai gangguin Alina!?" Bu Astrid kaget bukan main mendapati siswi yang bersama Sakya adalah Alina.
"Ah ibu, bukan beg..." Alina yang akan menjelaskan langsung dipotong oleh Sakya yang kini sudah berdiri.
"Bersihin kamar mandinya sedikit lagi kok, Bu. Kan ibu bilangnya mau periksa nanti waktu bel pulang sekolah, bukan sekarang. Ya wajar kalau saya belum selesai. "
"Karena ibu tahu kamu bakal aneh-aneh makanya ibu kesini, bener kan!? Kamu malah gangguin siswa lain." Bu Astrid terlihat sudah menggebu-gebu ingin mengomeli Sakya.
"Bu maaf, Sakya ga gangguin saya kok, Sakya cuma tadi bantuin saya untuk beli obat karena perut saya sakit, Bu."
"Kalau begitu kamu kembali ke kelas Alina." suruh Bu Astrid pada Alina.
"Tapi bu, Sakya nya ja..."
"Udah, kamu disuruh balik sana!" suruh Sakya ikut-ikutan yang membuat Alina tidak bisa berbuat apa-apa dan pergi walau merasa bersalah pada Sakya.
"Kamu itu ya Sakya, kalau mau gangguin siswa lain ya jangan sampai Alina lah. Kalau sampai Alina terpengaruh nakal kamu, bisa-bisa guru satu sekolahan ini bisa permasalahin kamu. Ngerti kamu? Saya ga mau lagi kamu ada masalah dengan guru lain. Tolong tahan diri kamu sedikit lagi, oke?"
"Bu demi apapun saya ga pernah berniat bikin anak lain jadi nakal. Kenapa saya sering kali difitnah seperti itu?" Sakya menjawab karena ia tidak terima dengan apa yang Bu Astrid katakan.
"Iya ibu tahu, maafkan ibu. Tapi kamu tahu sendiri bagaimana guru lain kan? Terlebih siswa seperti Alina, guru-guru akan bereaksi berlebihan sekali demi anak kembanggaan sekolah." Bu Astrid menerangkan karena muni dengan niat tak ingin Sakya terus dipermasalahkan oleh guru lain.
Sakya hanya memutar bola matanya malas, "iya bu, kalau gitu saya lanjut bersihin kamar mandinya."
Namun dengan cepat Bu Astrid menahan Sakya, "udahlah ga usah, kamu balik aja ke kelas, saya dengar Bu Kikan ngasih tugas untuk kelas kamu."
"Saya bersihin kamar mandi aja ga papa Bu. Kalau perlu saya bersihin kamar mandi cewek juga, kayaknya kotor bu. Anak cewek suka lupa nyiram toilet, ih jorok banget!" Sakya mengelak.
"Sakya balik ke kelas!"
"Kasian Kang Urip bu..."
"Arsenio Sakya Malik!!"
"Baik bu."