Pengantin baru rasa lama

2073 Words
Diraga baru saja selesai menyajikan steak di atas meja dan membagikannya untuk seluruh anggota keluarga yang baru saja berkumpul di meja panjang di halaman belakang untuk tempat mereka makan bersama. Melihat Lembayung dan Banyu selesai berenang dan datang berlari-lari menghampirinya membuat Diraga sadar tak ada Bening diantara mereka semua. “Kemana kakakmu?” tanya Diraga pada Lembayung. Yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya. Diraga segera mengantar kedua adik iparnya untuk duduk di depan meja panjang bersama yang lain untuk makan siang bersama. “Bening kemana ma?” tanya Diraga saat melihat sang ibu membawakan handuk kecil untuk mengeringkan rambut Banyu. “Dia lagi istirahat dikamar, mukanya pucat sekali sepertinya Bening sakit,” jawab sang ibu sembari mengeringkan rambut Banyu. Diraga segera meninggalkan halaman belakang menuju kamar tidurnya saat masih bujang dan menemukan Bening yang tengah duduk termenung di lantai menghadap jendela sambil melamun. “Sedang apa kamu Ning? Kata mama kamu sakit?” tanya Diraga yang masuk tanpa mengetuk lalu memeriksa kondisi Bening dengan menyentuh keningnya. Bening segera menghapus air matanya dan berusaha seperti tidak ada apa-apa. “Nangis lagi? Doyan banget sih kamu nangis? Apalagi sekarang yang kamu tangisi?” tanya Diraga gusar karena merasa bingung menghadapi Bening yang tampaknya sering sekali menangis diam-diam. Bening segera menggelengkan kepalanya dan berusaha tersenyum seraya berkata, “Aku gak nangis kok mas, mataku perih aja sepertinya mau demam.” Diraga hanya diam. Tentu saja ia tahu kebohongan ucapan Bening tapi ia tak ingin memperpanjangnya. Hari ini semua orang tampak senang karena bisa berkumpul bersama dan Diraga sedang tak ingin merusaknya dengan mencecar Bening. “Ayo makan siang dulu, setelah itu kamu bisa istirahat kalau masih tak enak badan,” ajak Diraga kembali menyentuh kening Bening karena wajah istrinya benar-benar pucat. Bening pun mengangguk perlahan dan membiarkan Diraga menggenggam tangannya saat mereka berdua keluar dari kamar. “Nah ini dia, pengantin baru rasa mulai lama! Kenalin ini Kay temannya mas Bimo. Kay kenalkan ini Diraga adik Sarah dan istrinya Bening.” Mariska langsung memanggil sepupunya saat melihat Diraga dan Bening datang bersamaan menuju ruang tengah dan mengenalkan mereka pada seseorang. Diraga langsung merangkul pinggang Bening saat tak sengaja ia melihat Kay terpesona menatap wajah Bening dan bersalaman dengannya. Walau tak ada yang menyadari pandangan Kay tapi Diraga segera merangkul pinggang istrinya erat. “Yuk, kita makan siang,” ajak Sarah sambil mengajak mereka semua ke halaman belakang untuk makan. Bening segera duduk disamping Diraga dan sesekali membantu memotongkan daging steak untuk Banyu. Sedangkan Diraga sibuk memotongkan daging untuk Bening dan merapatkan tubuhnya pada sang istri. Bening sedikit risi saat Diraga begitu menempel pada dirinya bahkan sesekali mencium rambut Bening di hadapan mertua dan keluarga yang lain, tapi Bening tak bisa menolak dan hanya diam karena tak ingin nanti Diraga marah padanya setelah makan siang selesai. Selesai makan Diraga segera menarik Bening dan tak membiarkan istrinya bergabung bersama Mariska dan Sarah. Ia mengajaknya ke teras untuk duduk di sofa ayunan. “Kok kita disini mas? Kenapa gak gabung dengan yang lain?” tanya Bening dengan suara lemas karena merasa tubuhnya semakin tak nyaman. “Sudah kita disini saja … adem kena semilir angin gini. Lagi pula biar kita tak mengganggu mbak Sarah dan Kay untuk saling berkenalan dan mendekatkan diri,” jawab Diraga sambil menghempaskan dirinya disamping Bening. Siang ini ia hanya ingin bersantai dan mendekatkan diri dengan Bening. Diraga merasa Bening lebih pendiam dan semakin tertutup padanya. Baru saja mereka duduk berayun dalam diam, tiba-tiba Mariska, Bimo, Kay dan Sarah bergabung dengan Bening dan Diraga. Melihat kedatangan mereka dari jauh membuat Diraga segera menyandarkan kepala Bening di dadanya. Awalnya Bening menolak tapi Diraga menahan kepala Bening agar tetap bersandar mesra padanya dengan memeluk kepala Bening dan menciumi kening istrinya. Bening pun mengerti dan membiarkan Diraga melakukan apapun yang ia mau. “Ya ampun ini pengantin baru setahun masih doyan aja untel-untelan berdua. Jangan-jangan kita ganggu nih,” goda Sarah pada adiknya. Disindir begitu Diraga tetap acuh dan mempersilahkan mereka semua untuk bergabung. Walau Bening tetap bersandar pada suaminya, Diraga merasa sedikit cemburu karena Kay terlihat mencuri-curi pandang pada Bening. “Kamu sakit ya Ning?” tanya Mariska saat melihat Bening hanya diam bersandar lemas di d**a Diraga sambil berayun-ayun pelan. Bening hanya mengangguk perlahan lalu berkata dengan suara lemas “Iya, hari ini rasanya kurang enak badan.” “Kay itu dokter loh, kamu gak mau coba diperiksa sama Kay?” pertanyaan Bimo membuat Diraga duduk lebih tegak lalu segera berdiri. “Kayanya Bening cuma kecapean aja, ini baru saja mau aku antar dia ke kamar dulu untuk istirahat. Yuk, sayang…” Melihat Diraga tiba-tiba berdiri dan membantunya untuk ikut berdiri membuat Bening segera pamitan dan mengikuti Diraga. Ia merasa lega Diraga mengajaknya ke dalam rumah untuk beristirahat. “Kita tidur dikamar tamu saja, kamar kita diisi Banyu dan Lembayung yang sedang tidur siang,” bisik Diraga membawa Bening ke kamar yang lain. Bening pun hanya menurut dan ikut masuk ke dalam kamar tamu. Tanpa disuruh ia langsung membaringkan tubuhnya lalu mencoba memejamkan matanya dengan tubuh sedikit meringkuk. Kelopak mata Bening kembali terbuka saat ia merasakan bahwa Diraga ikut berbaring di sampingnya. “Kamu gak kembali ngobrol sama mbak Sarah mas?” tanya Bening dengan suara lemas. Tiba-tiba Diraga memeluk Bening dari belakang dan tanpa Bening sadari ia kembali menciumi rambut Bening. “Aku temani kamu sebentar disini, nanti aku kembali keluar,” ucap Diraga pelan. Merasa Bening tak menolak pelukannya Diraga merasa senang, sudah lama rasanya ia ingin memeluk Bening seperti ini tapi mereka selalu bertengkar sehingga Diraga tak memiliki kesempatan untuk bersikap baik pada istrinya. Dipeluk mesra oleh Diraga membuat perasaan Bening terasa begitu hangat dan nyaman. Terbesit keinginan andaikan Diraga selalu lembut padanya, pasti sangat menyenangkan. Diraga menatap Bening yang langsung terlelap tidur. Perempuan itu terlihat sangat lelah dan penuh beban. Perlahan Diraga mendekatkan wajahnya ke wajah Bening dan tergoda untuk mengecup bibir indah Bening tapi urung ia lakukan karena tak mau Bening jadi terbangun karenanya. Jantungnya berdetak cepat dan merasa gemas ketika melihat perempuan yang wajahnya hanya lima centi dari wajah Diraga. Yang mampu ia lakukan hanyalah mengendus leher dan rambut Bening sebelum akhirnya Diraga bangkit dari tidurnya lalu meninggalkan Bening sendirian untuk beristirahat. *** Dua hari ini Bening tak masuk kerja karena merasa sangat lemas. Diraga telah menyuruhnya ke dokter tapi ia menolak karena merasa hanya butuh istirahat. Mengetahui istrinya tak masuk kantor lagi, Diraga memutuskan untuk pulang lebih awal untuk mengajak Bening ke Mall. “Hanya berdua saja mas? Lembayung dan Banyu bagaimana?” tanya Bening saat Diraga pulang dan menyuruhnya bersiap-siap. “Kita titipkan saja kerumah mama diantar pak Sukri, aku juga sudah bicara pada mama untuk menitipkan Lembayung dan Banyu. Soalnya aku butuh bantuan kamu untuk mencari barang sebagai oleh-oleh untuk dibawa ke Jepang untuk Mr. Sato,” jawab Diraga cepat. Bening pun segera mengganti pakaiannya lalu menyuruh adik-adiknya bersiap-siap untuk pergi bersama pak Sukri kerumah mertuanya. Setelah semuanya siap Bening pun masuk ke dalam mobil suaminya dan membiarkan Diraga membawanya pergi kemanapun Diraga mau. Sebenarnya itu hanya alasan Diraga saja agar ia bisa berduaan bersama Bening. Ia merasa bersalah karena sering bersikap kasar pada Bening. Oleh karena itu ia ingin mengajaknya berbelanja dan memanjakan Bening, tapi jika bicara terus terang, Diraga yakin Bening akan menolaknya. Berada dalam kesulitan keuangan, membuat Bening sangat perhitungan akan uang. Ia mungkin bisa menahan laparnya agar bisa memiliki uang untuk membayar hutangnya. “Aku lapar, kita makan dulu saja, “ ucap Diraga saat mereka telah sampai di salah satu Mall mewah. Bening pun mengangguk dan berjalan dibelakang Diraga. “Kamu bisa gak sih jalannya lebih cepat, jangan berjalan dibelakang diriku begitu?!” tegur Diraga dengan suara menggumam karena sikap Bening tampak seperti asisten pribadinya dibandingkan menjadi istrinya. Mendengar teguran suaminya Bening segera berjalan cepat dan menjajari langkah Diraga. Diraga segera menarik tangan Bening dan menggenggamnya erat. “Biar kamu gak ketinggalan jalannya,” ucap Diraga cepat saat Bening menatap genggaman tangan mereka. Lagi-lagi Bening hanya bisa mengangguk tanpa berkata apa-apa. Diraga tampak frustasi saat keluar masuk toko brand mahal tapi Bening tak menunjukan reaksi senang atau suka pada barang tertentu. Padahal ia ingin membelikan sesuatu untuk Bening pakai. “Kamu tak ingin sesuatu untuk dirimu sendiri?” tanya Diraga tak tahan dengan sikap Bening. “Ah, buat aku?! Nggak deh mas, ini mahal sekali… aku tak mampu nyicilnya,” jawab Bening cepat dan bergerak mundur dari tas branded yang ada dihadapannya. Belum sempat Diraga berkata apa-apa tiba-tiba seorang wanita memeluk Diraga dari belakang. Bening bergerak mundur dan tampak bingung melihat sikap perempuan cantik yang memeluk suaminya mesra. Tak hanya Bening yang tampak terkejut, tapi juga Diraga. Ia segera menoleh dan melihat Amelia salah satu wanita yang pernah menjadi taklukannya memeluknya erat. “Mas Diragaa! Aku kangen! Kemana saja kamu?!” pekik Amelia tak mempedulikan pandangan orang-orang sekitar. Mendengar celotehan Amelia, Bening bergerak semakin mundur dan berdiri kikuk. Ia tak tahu harus berbuat apa. “Lepaskan aku mel, kenalkan ini Bening istriku,” ucap Diraga cepat sambil menarik tangan Bening untuk mendekatinya. Amelia tampak tertegun dan memperhatikan penampilan Bening dari atas sampai bawah. Walau mengenakan pakaian yang Diraga belikan tapi bagi Amelia tampilan Bening sangat sederhana selain wajahnya yang cantik. Walau begitu Amelia langsung tertawa kecil ketika mendengar ucapan Diraga bahwa Bening adalah istrinya. “Kamu bercanda kan mas?” ucap Amelia spontan sambil tetap merangkul lengan Diraga. Perlahan Diraga melepaskan genggaman tangan Amelia dilengannya. “Ini benar-benar istriku, kan dulu sudah pernah kuberitahu bahwa aku sudah menikah,” ucap Diraga cepat berusaha tetap sopan mencoba menjaga perasaan Bening. “Kamu bohong kan mas? Ini cuma alasan kamu doang untuk menghindari aku kan?” Amelia ngeyel dan merajuk manja. Melihat pemandangan itu Bening segera mengalihkan pandangannya lalu berjalan menuju pintu keluar toko. “Aku tunggu kamu di luar mas,” jawab Bening cepat tak ingin berlama-lama seperti orang t***l melihat suaminya dirayu perempuan lain didepan mata kepalanya sendiri. “Ning! Tunggu!” panggil Diraga segera menyusul Bening dan tak mempedulikan Amelia yang masih berusaha menahannya. Bening terus berjalan menuju lobby tanpa mempedulikan panggilan Diraga. “Kamu dengar aku panggil gak sih?!” Diraga berkata setengah membentak dan menarik tangan Bening ketika istrinya tak mempedulikan panggilannya. “Aku pulang ya mas… mas silahkan selesaikan dulu urusanmu dengan yang lain,” ucap Bening tampak linglung. “Kita pulang bersama,” ajak Diraga sambil menggenggam tangan Bening. Bening menepis genggaman tangan Diraga. “Aku gak mau! Biarkan aku pulang sendiri,” tolak Bening pelan dengan mata berkaca-kaca. Tanpa bicara apa-apa Diraga segera menarik tangan Bening dan berjalan dengan cepat sehingga Bening melangkah hampir setengah berlari terseret -seret karena ia menolak mengikuti Diraga. Tapi genggaman Diraga terlalu kuat sehingga Bening harus terus mengikuti dirinya. “Masuk!” suruh Diraga sambil membukakan pintu. Bening hanya diam berdiri tak mematuhi Diraga. Diraga mendorong Bening pelan tapi kuat agar masuk ke dalam mobil. “Aku bisa jelasin sama kamu siapa dia…” “Gak perlu mas! Aku gak perlu penjelasan apapun dari mas Diraga, toh kita menikah memang bukan karena cinta, jadi mas Diraga bisa bersama siapapun yang mas Diraga kehendaki!” “Dengerin dulu penjelasanku!” “Aku gak mau! Aku gak mau jadi orang t***l yang dibodohi mas Diraga terus! Aku tahu mas Diraga punya banyak pacar diluar sana, silahkan mas! Aku tak peduli!” Bang! Terdengar pukulan keras tangan Diraga menghantam dashboard. Bening berteriak perlahan karena terkejut dan takut. “Bisa gak sih kamu kasih kesempatan aku untuk menjelaskan?!” “Aku sudah bilang tak perlu penjelasan! Aku gak apa-apa mas!” “Diam kamu Bening!” “Aku selama ini selalu diam! Mas Diraga mau ngapain aja, aku diam! Mas Diraga selalu berkata kasar pun aku diam!” pekik Bening meledakkan emosinya. Tiba-tiba saja ia merasa marah pada Diraga. Melihat kemarahan Bening, Diraga terlihat panik. Ia segera menarik Bening dalam pelukannya dan mencoba mencium Bening dengan kasar dan mencumbunya. Bening mendorong tubuh Diraga menjauh dari wajahnya. “Jangan sentuh aku! Aku jijik sama kamu mas! Jijik!” jerit Bening sambil menangis tak bisa menahan perasaannya. Ia cemburu dan marah. “Sebaiknya mulai hari ini kita masing-masing saja! Aku sudah benar-benar tak sanggup bersama mas Diraga! Rasanya aku ingin mandi membersihkan diriku agar tak lagi merasakan sentuhanmu! Aku jijik!” ucap Bening penuh kemarahan sambil menangis lalu perempuan itu segera turun dari mobil sambil membanting pintu. “Bening! Bening! Kembali kamu!” panggil Diraga berteriak sambil mencoba memanggil Bening kembali tapi perempuan itu telah berlari kembali ke dalam mall dan meninggalkan Diraga berdiri lemas dengan rasa bersalah. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD