Bab. 7.

1341 Words
"Bi Surti?" Bunga langsung dipeluk oleh asisten rumah yang selalu ada saat dia meras sendiri. Bunga dibawa ke belakang oleh Bi Surti agar suara tangisnya tak diketahui oleh orang lain. Sedangkan Mbak Sri yang melihat Nona-nya menangis hanya bertanya lewat tatapan mata kepada rekan kerjanya itu. "Bawakan air minum ke belakang, Sri!" titah Bi Surti. Mbak Sri mengangguk kemudian bergerak cepat menuju rak mengambil gelas lalu menuangkan air minum untuk Nona-nya. "Ini, diminum dulu, Nona!" Mbak Sri memberikan gelas berisi air putih ke arah Bunga. Dengan tangan bergetar, Bunga mengambil gelas dari nampan dan mencoba meminumnya. Bi Surti membantu memegang gelas itu agar tidak terjatuh. Kedua asisten rumah itu saling pandang dengan tatapan sedih. "Ada apa, Nona?" tanya Bi Surti setelah Bunga sedikit tenang. Bunga menatap Bi Surti dengan senyum miris. "Bibi, apakah aku sanggup bertahan lebih lama di sini?" "Insyaallah sanggup, Non. Nona sudah hampir dua tahun loh di sini menjalani semua ini dengan kesabaran," jawab Bi Surti mengelus pelan punggung tangan Bunga. "Tapi, Bi, Mama sudah membawa perempuan lain ke rumah. Katanya akan dikenalkan kepada Mas Reski agar menjadi istri keduanya," jelas Bunga dengan air mata berurai. Hembusan nafas panjang keluar dari bibir kedua wanita beda usia yang sedang menenagkan majikannya itu. Masalahanya selalu sama, kalau tidak keturunan ya wanita kedua. 'Si Nyonya *t*knya ditaruh di dengkul kali ya?' Bi Surti merasa kesal kepada Nyonya besarnya itu. "Non Bunga jangan khawatir, belum tentu Den Reski mau kan? Jangan dulu kalah, Nona!" Bi Surti memberikan solusi agar Nona-nya tenang. Bunga menoleh ke arah wanita paruh baya itu, kemudian menghapus air matanya. Apa yang dikatakan Bi Surti menjadi semangat untuknya. Bi Surti benar, Mbak. Jangan dulu kalah dengan semua ucapan Nyonya. Anggap saja semua angin lalu meski susah sih!" Mbak Sri menyambung ucapan Bi Surti. "Iya, Mbak. Aku akan coba kuat dengan semua ucapan Mama. Kunci utamanya adalah Mas Reski. Kalau dia tidak mau menikah lagi, tentu saja aku akan baik-baik saja," jawab Bunga dengan senyum tipis. Perempuan cantik itu bersyukur karena ada dua orang yang selalu ada untuknya saat suka duka. Kalau tidak ada mereka, tentu Bunga sudah menyerah sejak lama. "Terima kasih, karena kalian selalu ada untukku," ucap Bunga menatap bergantian ke arah kedua wanita beda usia itu. Setelah tenang, Bunga kembali ke dapur untuk membantu kedua asiten menyiapkan makan malam. Hal rutin yang selalu dia lakukan. Sedangkan ibu mertuanya masih asik dengan tamu spesilanya. Terkadang, suara tawa terdengar begitu renyah di pendengaran. Bunga hanya menebalkan pendengaran juga hatinya saat ibu mertuanya sengaja dengan lantang membicarakannya. Sore pun tiba, Tuan Hardi pulang dari kantor. Lelaki paruh baya itu tak begitu minat menyapa gadis yang di bawa istrinya. Dia lebih memilih masuk ke kamar untuk segera membersihkan diri, kemudian melepas lelah. "Pasti ada rencana baru yang dibuat istriku. Aku harus bagaimana untuk memberitahu kalau apa yang dia rencanakan itu salah. Kenapa selalu saja menyalahkan Bunga yang tak bisa meberikan keturunan? Bagaimana kalau Reski yang bermasalah?" Sayangnya, hanya pertayaan yang ada di pikiran Tuan Hardi. Belum ada solusi atau jawan pasti karena dia juga belum ada keberanian bicara dengan putranya. * Sebelum magrib, Reski datang dari kantor. Lelaki itu lansung dihadang Mamanya untuk dikenalkan dengan gadis yang ia bawa. "Reski, tunggu sebentar! Aku akan kenalkan pada tamu Mama!" Nyonya Inggrid menarik paksa lengan putranya agar mendekat ke arah Rosmala. Gadis itu tersenyum riang saat bertemu langsung dengan lelaki yang terkenal dingin itu. 'Aku sudah tidak sabar menakhlukkanmu, Reski Hanggara!' Rosmala sudah asik dengan pikirannya sendiri. "Kenalin ini Rosmala anak sahabat Mama," ucap Nyonya Inggrid menatap Reski dengan wajah riang. "Hai, aku Reski salam kenal ya, selamat ngobrol dengan Mama, aku mau ke atas dulu," ucap Reski dengan wajah datar. Tanpa menunggu jawaban dari Rosmala, Reski meninggalkan kedua wanita beda usia itu menuju kamarnya. Rosmala, menatap kesal ke arah Reski yang sudah melangkah jauh. "Reski ...! Nyonya Ingrid memanggil putranya, namun Reski tak mau menoleh. "Kurang ajar tuh anak, enggak tahu apa kalau kita nungguin dari siang," ucap Nyonya Ingrid dengan wajah kesal. Tak beda jauh dengan Rosmala yang kesal dengam sikap dingin Reski. Wanita berambut sebahu itu langsung pamit pulang karena merasa kecewa. "Tante, lain kali deh! Aku pulang saja dulu." Nyonya Ingrid memegang lengan Rosmala dengan senyum tipis. "Maafkan Tante ya, lain waktu kita atur ulang pertemuan ini. Mungkin Reski segan ada istrinya di rumah ini!" "Iya, Tan. Aku pamit ya?" "Baiklah, jangan marah ya! Hati-hati di jalan!" Nyonya Ingrid memandang tubuh Rosmala yang sudah menjauh dengan wajah kesal karena rencananya gagal. * "Kau sudah pulang? Kenapa aku tak mendengar kau membuka pintu?" tanya Bunga saat selesai berganti pakaian. "Baru sampai, Sayang," jawab Reski sambil membuka dasi juga sepatunya. Sedangkan Bunga, dengan cekatan merapikan semua benda milik suaminya ke tempatnya. Setelah selesai, Reski memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Mau aku pijit dulu atau mandi?" tanya Bunga. "Enggak usah. Aku hanya ingin begini saja untuk sebentar," jawab Reski pelan. Hening, keduanya menikmati kedekatan itu dengan pikiran masing-masing. Setelah beberapa saat Reski tak ada suara, Bunga memberanikan diri untuk bertanya sesuatu. "Mas ...!" "Apa?" "Kau bertemu tamu yang ada di luar tadi?" "Hemmm ...!" Reski hanya menjawab dengan sebuah gumaman yang membuat Bunga tak mengerti. "Kok, hem sih?" Reski tertawa pelan kemudian melepaskan pelukannya. "Lalu kamu mau aku jawab apa?" "Ish ...!" Bunga hanya mendengus kesal menatap suaminya. "Aku cuma menyapa Mama terus naik ke sini. Lagian enggak kenal juga dengan perempuan itu," jelas Reski. Bunga mengangguk kemudian menyuruh suaminya agar membersihkan diri. "Sana mandi! Sebentar lagi makan malam!" "Oke. Jangan tinggalin aku kebawah lebih dulu ya?" Bunga mengangguk kemudian memilih masuk ke ruang ganti untuk mengambilkan baju suaminya. * "Mama ada rencana apa dengan gadis tadi?" tanya Tuan Hardi menatap istrinya degan tatapan lembut. "Rencana apa sih, Pa? Enggak ada, kok," jawab wanita paruh baya yang sibuk merias diri itu. "Jangan pikir Papa enggak tahu ya, Ma?" 'Astaga, suamiku ini pengen dibuat hilang ingatan kali ya? Biar enggak menghalangi rencanaku,' monolog Nyonya Ingrid dalam hati. "Aku cuma ingin memberikan pilihan kepada Reski Pa. Kalau dia enggak mau ya sudah, aku enggak maksa kok," ucap Nyonya Inggrid. "Awas saja kalau sampai Mama melakukan hal yang membuat putra kita semakin sengsara!" Tuan Hardi mengancam istrinya. Karena lelaki itu tahu bagaimana sifat istrinya yang tak bisa menyerah kalau ada yang diinginkan. Setelah mengatakan itu lelalaki paruh baya itu memilih keluar dari kamar lebih dulu. Dia terlalu enggan mendengar alasan istrinya membawa seorang gadis ke rumah. Mending kalau gadis itu dikenalkan dengan Malik. Sedangkan niat dan tujuan istrinya ingin Reski punya istri lagi. "Pa, sendirian saja," sapa Reski saat melihat papanya sendirian melihat siaran tv. "Iya, Mama kamu masih sibuk di depan kaca," jawab Tuan Hardi sambil menoleh ke arah putranya. Mau dibuatkan kopi sekarang atau nanti?" tanya Bunga sebelum ke dapur. "Nanti saja setelah makan malam," jawab Tuan Hardi menatap menantunya. Bunga mengangguk kemudian melangkah ke arah dapur untuk membantu menyiapkan makan malam. Tangannya sibuk memindahi semua sayur juga lauk tetapi, pikiran Bunga sedang tidak fokus. 'Bagaimana reaksi Mas Reski kalau dia tahu mamanya ingin dia menikah lagi?' "Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanya Mbak Sri saat melihat nonanya melamun. "Ah, aku baik, kok!" Bunga tersenyum canggung ke arah Mbak Sri. Kadang, Bunga merasa beruntung karena ada orang yang perhatian padanya. Kalau dia tidak ada yang peduli, mungkin dia sudah tidak ada di rumah ini. Makan malam terasa lengkap karena Malik ada di rumah. Tuan Hardi sesekali melihat ke arah putra bungsuya karena merasa janggal melihat si bungsu di rumah. "Malik, apa kau sehat?" tanya lelaki paruh baya itu. Malik menatap ayahnya dengan pandangan aneh, "Sehat, Pa. Kenapa?" "Papa kira kamu sakit, soalnya jarang lihat kamu di rumah di jam seperti ini," jawab lelaki paruh baya itu. Reski tertawa karena ucapan papanya. "Mungkin dia malu selalu absen di meja makan, Pa!" * Seperti biasa, setelah makan malam semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah. Kopi dan beberapa cemilan menjadi teman di sana. Reski ingin bicara penting mumpung semua anggota keluarga lengkap. "Mumpung semua ada di sini, aku akan bicara penting," ucap Reski menatap ke seluruh anggota keluarganya. "Apa, Res? Tumben?" tanya Nyonya Ingrid penasaran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD