Prolog

210 Words
"Maafkan aku bu, aku mengecewakan ibu." White Pattchara meneteskan air matanya. Usianya baru 16 tahun, saat dia menyadari bahwa ada yang tak beres dengan orientasi seksualnya. Sang ibu memeluk putranya erat. Ikut meneteskan air mata, rasa pedih merasuk ke hati wanita itu. Namun, White adalah satu-satunya harta yang dia miliki. Apapun keadaannya, Bu Lada, wanita tegar yang penuh kasih sayang itu, tak mampu menghakimi anaknya. "Jangan menangis sayang, semua akan baik-baik saja," ucapnya lembut sambil mengelus kepala White. "Ibu tak membenciku?" White melepaskan pelukannya, menatap ibunya lekat. Sang ibu tersenyum, sembari menghapus air matanya. "Kenapa ibu harus membenci harta ibu sendiri?" "Tapi aku menyukai laki-laki, aku Gay bu ..." "Gay juga manusia, menyukai laki-laki juga termasuk cinta." "Tapi ... bukankah ini salah?" "Tak ada yang benar atau salah jika menyangkut cinta. Kau tak wajib mencintai sesuatu yang tak kau sukai, cinta itu tentang rasa, bukan tentang gender." Sang ibu mengusap air mata White, lalu mengecup kening putranya itu dengan lembut. "White, jika kau bisa berubah menjadi normal, berubahlah. Namun, jika tidak bisa, tak apa. Ibu akan selalu di sampingmu." Begitulah White Pattchara akhirnya menerima dirinya. Seorang laki-laki yang tidak normal. Dia berjuang melawan dirinya sendiri, Namun semakin dia dewasa semakin dia sadar. Dia memang tak bisa berubah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD