Pond segera mematikan televisi ketika mendengar suara langkah Body yang mendekati pintu.
"Kau menonton drama gay lagi?" Body menatap Pond tajam.
"Tidak, kau lihat? televisinya kan mati."
Body menatap televisi tersebut, lalu bergegas ke dapur untuk mengambil minum.
"Body, kudengar semalam White ..."
"Jangan sebut namanya disini!"
Pond sontak menutup mulut dengan tangannya, Pond melirik Body beberapa kali, dia sangat penasaran, kenapa Body sangat membenci White.
"Kawan, apa yang salah denganmu? White pemuda yang baik, kenapa kau sangat membencinya?"
"Kau masih bertanya? tentu saja karena dia gay."
"Tapi, itu tak masuk akal, kau membencinya seolah dia telah benar-benar menyakitimu sebelumnya."
"Tutup mulutmu Pond," dum! Body membanting pintu kamar seperti biasa.
Pond menggelengkan kepala melihat sahabatnya itu, "Sepertinya dia ada kelainan. Baiklah, rusak sudah kesenanganku."
***
White tersenyum sambil menenteng sebuah tas kecil di tangannya. Saat akan menunggu mobil jemputannya, White melihat Body yang sedang menelepon di pinggir jalan. White yang ramah, ingin sekali menyapa Body. Namun, dia mengurungkan niat, karena sepertinya Body terlihat sibuk. Beberapa menit kemudian, sebuah sepeda motor dengan kecepatan tinggi melaju ke arah Body, White yang menyadari hal itu, reflek berlari untuk menyelamatkan Body. White menarik tangan Body hingga Body jatuh mendarat ke pelukan White.
"Phi, kau tidak apa-apa? motor itu ..."
Bruk! Body dengan kasar mendorong White hingga terjatuh, "Dasar gila! berani-beraninya menyentuhku!" Body mengibas-ngibas dirinya, matanya terbelalak, dan tampak panik.
"Akh, maaf Phi, aku tak sengaja, motor tadi hampir menabrakmu."
"Biarkan saja, lebih baik aku ditabrak dari pada disentuh olehmu! dasar b******k!"
White berdiri dengan susah payah, telapak tangannya lecet, karena menahan beban tubuhnya saat didorong jatuh, "Maafkan aku Phi ..."
"Gay sialan, jangan pernah muncul dihadapanku lagi!"
Body pergi dengan kesal, mata White memerah, beberapa menit kemudian dia terisak, sambil memperbaiki tas kecil di tangannya yang rusak karena menyelamatkan Body.
"White, kau kenapa?" Zee yang baru saja tiba, keluar dari mobil lalu memeriksa keadaan White.
"Phi Zee, Hiks, a-aku ... aku ..."
"Sstt ... jangan menangis, maaf aku terlambat menjemputmu." Zee memeluk White erat. Sejenak, White akhirnya bisa tenang. Zee melepaskan pelukannya, lalu mengusap air mata White, "Ayo, aku akan mengantarmu pulang," White mengangguk, Zee membukakan pintu mobil untuk White, dan merekapun melaju.
Tiga puluh menit kemudian, Zee yang sudah berada di rumah White tampak sibuk memandangi ruangan di rumah itu, "White, ibumu tidak di rumah?"
"Ibu sedang ke luar kota, ada beberapa urusan disana, Phi mau minum apa?"
"Apapun tak masalah."
Zee menatap White yang tampak kurang mahir membuka tutup minuman, Zee tersenyum tipis, lalu mendatangi White dan merebut botol minuman dari tangan lembut pemuda itu.
"Tuan Muda, duduk saja biar aku yang menyediakan minumannya," ucap Zee sambil membuka tutup botol dengan sekali gerakan.
"Terimakasih Phi," White tersenyum malu.
Kini mereka duduk di sofa, sambil menikmati minuman yang tak lain adalah jus jeruk. Sesekali White menatap Zee, lalu kemudian merunduk sambil tersipu.
"Oh iya, Tadi aku membelikan Phi ini, tapi kotaknya rusak karena sebuah kecelakaan kecil." White menyodorkan tas kecil yang tadi dia bawa kepada Zee, Zee mengambil dan memeriksa isinya.
"Jam tangan? White ini jam tangan mahal, kenapa kau membuang uang untuk membeli ini?"
"Tidak membuang uang, ini hadiah untuk Phi, karena selalu baik padaku."
"Ya ampun White, aku tak meminta balasan, aku tak bisa Menerimanya."
"Tapi ...." White menunduk, wajahnya yang selalu tersenyum berubah menjadi cemberut.
"Kenapa memasang wajah jelek begitu?" Zee menangkupkan tangannya ke wajah White.
"Aku hanya ingin memberikan Phi hadiah," ucap White dengan nada menggemaskan.
Zee tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "Baiklah, hanya kali ini. Lain kali jangan begini lagi."
White kembali sumringah, dengan cepat dia memakaikan jam tangan itu ke tangan Zee, lalu tersenyum ceria dengan menampakkan giginya.
Zee secara tiba-tiba mengecup pipi White. White terdiam wajahnya memerah, telinganya terasa panas, dengan gugup dia agak sedikit menjauh, lalu menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah seperti udang rebus.
"Kenapa? kau malu?" Zee menyentuh dagu White, lalu mengarahkan White untuk menatapnya.
"Phi ..." White kembali tersipu. Ketika dia mulai menunduk lagi, Zee menangkupkan tangannya ke wajah White yang panas.
"Lihat aku, ada apa? di lokasi syuting kita bahkan berciuman."
"I-itu kan karena pekerjaan,"
"Jadi, jika diluar pekerjaan kau dan aku hanya orang asing?"
"B-bukan begitu, maksudku ..."
Zee tiba-tiba mengecup bibir White, kecupan ringan yang lembut. White terdiam. Diluar syuting ini pertama kalinya mereka benar-benar berkontak fisik. Rasanya sangat berbeda, hati White seakan terbang dan tak bisa dikendalikan.
Zee mendekat lagi, kali ini dia benar-benar mendaratkan bibirnya ke bibir White yang penuh. White memejamkan matanya. Tautan yang perlahan namun dalam itu menciptakan sensasi manis yang luar biasa. White berbaring perlahan, membiarkan dirinya melebur ke dalam pemainan Zee. Zee mengakhiri ciumannya dengan gigitan kecil di bibir bawah White. Namun Zee tak membiarkan White bersantai. Dia langsung menghujamkan ciuman hangat yang lembab ke leher White. White mencengkram pundak Zee untuk menyeimbangkan rasa luar biasa yang bersarang di nadinya. Zee perlahan membuka kancing kemeja White, satu demi satu, mengecup lembut selangka White, lalu turun ke d**a. Secara tiba-tiba White menghentikan Zee, dia akhirnya tersadar dan dengan cepat bangun dari posisinya, sambil menutupi tubuhnya dengan tangan.
"Maaf Phi, aku belum siap." White merasa bersalah.
Zee ikut duduk perlahan dia mendekat, lalu mengancingkan kemeja White satu-persatu, "Tak apa, aku mengerti," Zee memeluk White erat.
White menyembunyikan dirinya ke dalam dekapan hangat laki-laki itu, keharuman tubuh Zee merasuk ke dirinya, membuat White kembali merasa nyaman, "Phi, maafkan aku,"
"Sttt, kenapa minta maaf? jangan dipikirkan, nah Tuan Muda, aku harus pulang, sekarang kau istirahat ya," Zee melepaskan pelukannya lalu menyentuh hidung White.
"Sampai jumpa besok Phi."
"Ya, sampai jumpa besok, langsung tidur dan jangan begadang."
Zee melambaikan tangan begitu keluar dari rumah White, White balas melambaikan tangannya sambil tersenyum manis di ambang pintu.
***
"Karena di luar cuacanya sedang tidak bagus, hari ini kita lakukan adegan di dalam ruangan saja," perintah Phi Dew, para staff pun sibuk mengatur set, berbagai properti disusun sedemikian rupa untuk proses syuting selanjutnya.
"Phi aku ke toilet sebentar," ucap White kepada Zee yang dibalas dengan anggukan lembut.
White berlari kecil, dan bruk! White tak sengaja menabrak Body yang baru saja keluar dari dari dalam toilet.
"Maaf Phi, aku tak sengaja."
"Bocah sialan ini, kau tak punya mata?!"
"M-maaf ...."
White hanya menunduk, Body menjauhkan dirinya dari White, lalu melangkah meninggalkan White dengan kesal.
"Sepertinya, Phi itu punya masalah pengendalian emosi," gumam White.
Setelah menyelesaikan urusannya, White kembali ke lokasi syuting. Sutradara dan semua staff sudah bersiap, Zee juga sudah selesai melakukan pengambilan solo nya.
"White, ayo bersiap, kita lakukan pengambilan selanjutnya." Phi Dew memberikan arahan dan menunjukkan adegan mana yang harus White dan Zee lakukan. White dan Zee mengangguk lalu berdiri di posisinya masing-masing.
"Ok, camera roll ... Action!"
Ketika adegan dimulai, tiba-tiba sakelar yang berada tak jauh dari kamera utama mengeluarkan percikan api. Api dengan cepat membesar dikarenakan begitu banyak kabel dan bahan-bahan yang mudah terbakar di dekatnya. Semua orang panik dan berlarian keluar dari ruangan. White kebingungan. Properti syuting yang digantung di langit-langit gedung tiba-tiba jatuh, dan menimpa Zee yang tak sempat melarikan diri.
"Phi Zee! Phi Zee sadarlah, ayo pergi dari sini!" White menepuk-nepuk wajah Zee yang hampir kehilangan kesadaran.
"White, kakiku terjepit!" Zee berusaha menarik kakinya, sementara White sekuat tenaga mengangkat besi yang menjepit kaki Zee, hingga akhirnya Zee terbebas.
"Body! penyiram otomatis tak berfungsi, ayo kita pergi, gedung ini sebentar lagi akan habis terbakar!" Pond menarik tangan Body,
Body yang awalnya mengikuti Pond berhenti sejenak lalu berpikir, "Ruangan yang terbakar itu ... bukannya Phi Dew disana?" Body segera berlari karena khawatir akan keselamatan Phi Dew.
"Body! dasar gila, Phi Dew pasti bisa menyelamatkan diri!" Body tak mendengarkan Pond, Pond akhirnya menunggu di tempat yang menurutnya aman, sambil mondar-mandir tak keruan.
"Phi Dew!" Body berteriak dan berkeliling mencari Phi Dew.
"Body! uhuk ... uhuk ...."
"Phi Dew, kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja, ayo keluar dari sini."
"Phi Dew," Zee menghampiri Phi Dew sambil menyeret kakinya yang terluka.
"Zee, kau sendiri? dimana White?" Zee hanya diam, Phi Dew menangkap arti dari kebungkaman Zee, "White masih di dalam? ya ampun!"
Phi Dew hendak beranjak mencari White, namun Body mencegahnya, "Jangan, terlalu berbahaya,"
"Tapi White di dalam, dia sangat lemah, dan tak mungkin bisa menyelamatkan diri."
"Phi Dew pergi dulu, aku akan mencarinya."
Body segera bergegas mencari keberadaan White, tampak White berdiri diantara kobaran api. Body terhenti sejenak, dia menatap White lekat, tangannya mengepal. Beberapa menit kemudian dia berbalik, dia berusaha mengabaikan White yang membutuhkan pertolongan.
"Kenapa aku harus menyelamatkannya? biarkan saja dia, bukan urusanku," batin Body.
"Tolong! uhuk ... t-tolong," White sesak nafas, dengan nanar dia mencoba melihat sosok yang berdiri tak jauh darinya, "Phi ... Phi tolong aku, uhuk ... tolong aku,"
Sial!"
Body akhirnya berbalik, melangkah gesit untuk menyelamatkan White, menyelamatkan seseorang yang sangat dia benci. Beberapa langkah sebelum mendekati White, tiba-tiba penyiram otomatis berfungsi. White terbatuk beberapa kali, namun dia akhirnya lega karena api perlahan mulai padam.
sepuluh menit kemudian, api benar-benar padam, White perlahan bangkit dan tersenyum ke arah Body dengan senyum khasnya, "Phi, apinya sudah padam."
White berjalan terhuyung, Body menghela nafas lega, karena tak perlu menyelamatkan White. Namun, ketika Body hendak berbalik, dia melihat genangan air dan sebuah kabel yang masih mengalirkan arus listrik. White tepat berada diantara genangan itu.
"Awas!" Body melompat. Namun, Dum! dia terlambat sedetik. Sebuah ledakan terjadi, Body dan White akhirnya tak sadarkan diri.
***
White terbangun di sebuah kamar rumah sakit, kepalanya terasa berat. Perlahan dia berusaha duduk, dan melihat kesekitar.
"Ini rumah sakit?" White melihat di samping tempat tidurnya, tampak seorang pemuda dengan rambut keriting dan gaya yang urakan sedang tertidur pulas. "Dia siapa?" White menatap laki-laki itu lekat, namun akhirnya dia menyeret tiang infus dan berjalan keluar ruangan.
"Ibu dimana? kenapa aku ditinggal sendiri bersama laki-laki itu?" White menoleh kesana kemari mencari keberadaan ibunya.
Dari kejauhan tampak seorang wanita dengan wajah memerah dan hampir menangis berlari ke arah White. White tersenyum simpul sambil merentangkan tangannya, "Ibu pasti ..." White terdiam. Wanita itu melewatinya begitu saja, White kebingungan dan memutuskan untuk mengikuti wanita yang merupakan ibunya tersebut.
White tiba di ruang VIP, disana dia makin keheranan, karena nama yang tertulis di depan ruang tersebut tak lain tak bukan adalah namanya, "White Pattchara".White membuka pintu ruangan tersebut perlahan.
"White kau sudah sadar? syukurlahh ibu mengkhawatirkanmu."
White membatu di ambang pintu, sementara ibunya memeluk seseorang yang baru saja bangun dari ranjang di depannya.
"Tunggu dulu, kau siapa? ah sial! aku sebenarnya ada dimana?"
Nada suara itu sangat tidak asing, White makin terbelalak, "K-kenapa aku ada disana?" White menunjuk ke arah sosok di depannya dengan gemetar.
Sosok itu tampak menyadari sesuatu ketika menatap White di pintu, dia tak kalah kaget. Dengan cepat dia bergegas masuk ke toilet, White juga bergerak cepat mengikutinya. Sesampainya di toilet mereka menatap wajah masing-masing di cermin. Lalu mereka akhirnya saling pandang, dan...
"Aaa!"
TBC