3. Meninggalkan Rumah

809 Words
Setelah puas menangis, Dania keluar dari kamar mandi lalu menghubungi seseorang dan bicara melalui panggilan telepon setelah itu mulai membereskan barang yang akan ia bawa. Dania kemudian duduk di depan cermin sambil menatap pantulan dirinya lalu mulai memoles wajah yang sembab hingga terlihat seperti biasa. Tak lama kemudian, ponsel pintar yang tergeletak si atas tempat tidur itu berbunyi singkat tanda ada pesan masuk. Setelah membacanya, ia keluar dari kamar. Tak ada tanda-tanda kehadiran sang mantan suami. Tetapi saat ia keluar dari rumah, mobil pria itu masih terparkir di halaman yang berarti pemiliknya ada di dalam. Tetapi biarkan saja. Dania memang tidak berniat pamit pada sang pria. Gegas ia menghampiri sebuah mobil yang terparkir di luar pagar rumah itu. "Kamu cuma bawa ini?" tanya seorang pria tampan sembari mengambil tas dari tangan Dania. Wanita itu mengangguk. "Aku cuma bawa barang aku. Pemberian dia gak ada satu pun yang aku bawa." Pria itu tak bicara lagi. Menyimpan tas milik Dania lalu duduk di kursi kemudi, di sampingnya ada Dania. "Kita mau ke mana?" tanyanya sembari menyalakan mesin kendaraan. "Ke kontrakan lama aku, Andre," jawab Dania. ''Memangnya itu kontrakan belum ada yang ngisi?" "Kalau memang udah ada ya tinggal, cari kamar yang lain. Pokoknya ke kontrakan situ. Aku mau tinggal di sana untuk sementara sampai mendapat surat cerai," jawab Dania. "Oke." Sementara itu, Damar yang berada di dalam kamar, mengintip dari jendela. Ia tersenyum sinis. "Pantes aja dia cuma minta surat cerai, ternyata dia sudah punya laki-laki kaya. Tapi baguslah. Setidaknya aku gak usah bohong sama papa dan mama dengan bilang dia selingkuh, toh dia memang selingkuh beneran. Baru aku talak aja dia udah berani bawa laki-laki." Setelan mobil itu pergi, Damar duduk di sofa kamar lalu mengotak-atik laptop yang sejak tadi menyala di atas meja. Sejurus kemudian ia tersenyum. "Rekaman CCTV depan rumah ini akan aku kasih ke mama sebagai bukti perselingkuhan menantu kesayangannya." Ia tersenyum puas. Setelah menyalin rekaman kamera pengawas ke ponsel, Damar segera bersiap untuk pergi. Tujuan kali ini untuk bertemu kedua orang tua dan memberi kabar tentang hubungannya dan Dania sebelum mereka mengetahui hal itu dari orang lain. *** "Bi, mama sama papa di mana?" tanya Damar pada asisten rumah tangga orang tuanya yang membuka pintu saat ia berkunjung. "Di ruangan atas, Mas." Damar mengangguk. "Makasih, Bi.'' "Sama-sama. Mas Damar mau minum apa?" "Gak usah, Bi. Nanti saya minta sendiri kalau mau." "Baik, Mas." Damar menaiki anak tangga hingga suara kedua orang tuanya samar terdengar karena ruang keluarga di lantai dua itu tidak jauh dari anak tangga paling atas. "Assalamualaikum." Dua paruh baya itu menoleh. "Waalaikumsalam." Bersamaan mereka menjawab salam. "Sayang? Tumben pagi-pagi udah ke sini. Istri kamu mana?" tanya Fani ketika melihat anaknya datang sendiri. "Boleh kali biarin anaknya duduk dulu baru dikasih pertanyaan," sahut Damar sambil duduk di samping ibunya. "Memangnya kalau mama larang kamu duduk, kamu mau berdiri terus?" Damar terkekeh sambil merangkul bahu ibunya. "Aku bakal tetap duduk di sini soalnya aku gak bisa jauh-jauh dari mama." "Gombal!" tanggap Fani, "mama malah curiga kamu abis ngelakuin sesuatu." Damar tersenyum meringis sembari melepas rangkulannya dari sang ibu. "Mama bener kan? Kamu buat masalah apa lagi sekarang?" tuding Fani. Hal itu membuat Damar ragu untuk bicara tetapi menyembunyikan kenyataan pun tidak mungkin ia lakukan. Ia kemudian merogoh ponsel dari saku blazer semi formal yang ia kenakan, mengotak-atik sesaat kemudian menyodorkannya pada sang ibu. "Apa ini?" tanya Fani. "Mama lihat aja sendiri. Menantu kesayangan mama pergi sama cowok lain," jawab Damar. "Jangan ngaco kamu. Gak mungkin Nia kayak gitu," balas Fani. "Makanya mama lihat dulu." Fani menurut. Menatap layar ponsel yang menampilkan sebuah video. Di sana tampak Dania pergi menggunakan mobil bersama seorang pria. "Mereka mau ke mana? Kenapa Nia bawa tas besar?" "Sudah aku bilang mama, menantu kesayangan Mama itu punya laki-laki lain," sahut Damar. "Mama tahu Nia itu kayak gimana orangnya, gak mungkin dia selingkuh," sangkal Fani, sama sekali tidak percaya bahwa menantunya melakukan hal yang tidak-tidak seperti yang dituduhkan anaknya. "Mama mau nyanggal kayak gimanapun faktanya memang kayak gitu, coba aja Mama nonton dengan benar." "Ini editan mungkin, Sayang." "Editan apa, Mama? Aku lihat sendiri kok waktu dia pergi dari rumah setelah aku talak," ceplos Damar. "APA?" Suara Fani dan Darwin terkejut di waktu yang bersamaan. Damar memejamkan mata penuh sesal, ia memang berniat memberitahu orang tuanya tetapi tidak saat ini. Harusnya ia menunggu sampai ibu dan ayahnya percaya bahwa Dania bersalah. "Damar! Kamu bilang apa barusan?" tatap Fani dengan tajam. Damar menatap ibu dan ayahnya bergantian. "Ya itu ... aku udah menceraikan Dania," cicitnya, menyadari ia bicara di waktu yang belum tepat hingga memancing amukan ibunya. "Astagfirullah ... Damar! Apa yang udah kamu lakukan? Kenapa kamu lakuin itu? Pantas saja Nia pergi dari rumah, orang kamu yang talak dia," geram Fani. Memang mereka menikah karena perjodohan yang ia lakukan tetapi sedikitpun tidak pernah terpikir bahwa sang putra akan melakukan hal sejauh itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD