Dhany mengikuti kelas MK Fertilitas dan kesehatan reproduksi dengan sangat antusias, dia sukses menyamar sebagai Romeo tanpa di curigai oleh dosen mata kuliah itu yakni Prof Haryanti. Meski di awal pembelajaran Prof Haryanti sempat mengabsen satu persatu mahasiswanya, namun Dhany dengan santai bisa melewati detik-detik menegangkan itu dengan sangat tenang.
Setelah Prof Haryanti selesai menjelaskan tentang tumbuh kembang zygot serta serangkaian proses pembentukannya, akhirnya tibalah sesi tanya jawab. Dengan percaya diri Dhany mengangkat tangan dan bertanya pada Prof Haryanti, “Saya ingin bertanya prof, tapi sedikit melenceng dari materi hari ini. Apakah ada ciri khusus atau ciri fisik wanita subur yang mudah hamil?”
Pertanyaan Dhany itu menarik seluruh perhatian mahasiswa di kelas itu, termasuk Kanaya yang sedari tadi duduk di samping Dhany. Kanaya mulai memperhatikan Dhany, sementara Dhany hanya fokus pada jawaban Prof Haryanti.
“Saya rasa tidak ada ciri khusus, umumnya wanita diusia produktif yakni dibawah 34 tahun memiliki tingkat kesuburan hingga 90%. Kecuali pada kasus tertentu seperti perokok, peminum alkohol atau pengguna obat terlarang. Kalau ciri-ciri fisik dapat ditandai dengan siklus menstruasi yang teratur, berat badan normal tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Perlu diperhatikan juga dalam memilih pasangan adalah ukuran pinggul dan d**a, memang tidak terlalu berhubungan dengan kesuburan tapi d**a yang besar dapat menghasilkan ASI berlimbah bagi bayi. Perempuan dengan tinggi badan proposional dan pinggul yang ideal akan lebih mudah melahirkan secara normal, apa ada pertanyaan lagi?” Penjelasan Prof Haryanti disambut dengan anggukan riang oleh Dhany.
Dhany yang sedang asyik manggut-manggut mencerna penjelasan dosen tiba-tiba saja dikejutkan oleh sebuah cubitan keras diperutnya. “Auuuuuuuhhh.. Sakit!!” teriaknya tertahan.
“Siapa lo?” tanya cewek yang tengah mencubit perut Dhany, cewek itu adalah Kanaya teman satu angkatan Romeo yang diam-diam menaruh hati pada Romeo.
Dengan hati-hati Dhany menjawab, ”Gu, gue Romeo...” kata Dhany gugup sambil menutup wajahnya dengan buku.
“Oooooooohh Romeo baru saja operasi plastik?” Sindir Kanaya sakrastik.
“Hehehehe, iya makin ganteng ya?” jawab Dhany cengengesan.
Kanaya makin kesal mendengar jawaban narsis Dhany, “Hei Romeo abal-abal... Elu pilih ngaku sendiri atau gue yang bongkar identitas lo ke dosen?”
“Jangan dong... Gue janji, ini adalah pertama dan terakhir kalinya gue menyusup ke kelas ini. Sumpah demi ketampanan gue yang tak berujung ini, gue gak punya niat jahat. Jadi please jangan laporin ya ya,” ujar Dhany membujuk Kanaya dengan wajah memelasnya.
Kanaya hanya tersenyum sinis kemudian segera mengangkat tangannya, Dhany yang melihat aksi nekad Kanaya itu. Segera menghentikan maksud Kanaya dengan membungkam mulut Kanaya sambil berbisik, “Maaph, gue terpaksa! Habisan elo gak bisa diem sih.”
Kanaya meronta sekuat tenaga, namun tenaganya tak sebanding dengan tenaga Dhany. Kelas pun akhirnya berakhir, dan Dhany melepaskan pelukan dan bungkaman tangannya dari Kanaya. Dengan tatapan super kesal, Kanaya menarik tangan yang tadi membekap mulutnya. Kemudian menggigitnya kuat-kuat.
“Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhh...” Dhany berteriak selantang-lantangnya, uratnya tampak keluar menghiasi pelepis, dagu, dan lehernya.
Puas membuat Dhany kesakitan, akhirnya Kanaya melepaskan gigitannya dan bangkit pergi meninggalkan Dhany yang kini sibuk mengumpat.
“Anjirrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr... Lo kenapa sih, rabies ya?? Woiiii jangan pergi, gue belum selesai ngomong,” maki Dhany yang tidak dihiraukan sama sekali oleh Kanaya.
***
Kanaya POV
”Elo gigit tuh cowok, Nay? Seriusan lo?” Tanya Riri tak percaya dengan pengakuan dosaku barusan, aku hanya mengangguk lemas. Beberapa saat kemudian terdengar getaran dari smartphoneku, tak kusangka pesanku langsung dibalas oleh Romeo,
Romeo : Iya, dia itu sepupu aku Nay..
Romeo : Namanya Dhany, dia juga kuliah di kampus kita tapi jurusan animasi.
Romeo : Tolong rahasiakan ini dari Prof Haryanti ya, Nay!
Wajahku langsung pucat membaca balasan dari Romeo, Riri menjadi makin penasaran saat melihat perubahan rona di wajahku yang seketika meredup.
“Kenapa Nay?? Lo baru baca pesan Romeo, tapi ekspresi lo kayak orang kesambet?” Tanya Riri ceplas-ceplos.
“Gawat Ri, yang tadi gue gigit itu ternyata saudaranya Romeo” jawab gue penuh penyesalan.
“Whatt??” sahut Riri dramatis.
“Duh, gimana dong Ri... Kalau Romeo sampai tahu, bisa-bisa dia gak respek lagi ke gue?” Sesalku tiada akhir.
“Lagi, salah makan apa sih lo Nay, sampai gigit-gigit anak orang segala?” Riri bukan memberi solusi malah memperkeruh hatiku yang sudah butek.
Ponselku bergetar lagi, dengan jantung berdebar aku mengintip pesan yang masuk perlahan-lahan.
Romeo : Sabtu ada acara gak, Nay?
Pesan Romeo semakin membuat jantungku berdetak tak beraturan, aku mengacak-acak rambut dengan frustasi. Dengan panik aku bertanya pada Riri, “Duhh gue mesti jawab apa nih Ri? Romeo nanya, sabtu ini gue ada acara gak?”
Sambil menelan kunyahan terakhirnya Riri menjawab, “Ya udah bilang aja elo lagi free, susah amat... amat aja gak susah! Gue yakin banget kalo si Romeo kagak bakal mempermasalahkan kejadian tadi siang, selagi...” Ucapan Riri yang menggantung itu membuat leherku terasa semakin tercekik oleh rasa penasaran.
“Selagi apa?” tanyaku penasaran.
“Selagi elo yang ngaku duluan tentang insiden tadi, jangan sampai cowok yang elo gigit tadi ngadu duluan ke Romeo... Bisa salah paham noh!” Jawab Riri cukup bijak.
“Tumben lo pinter, Ri,” sahutku sumringah.
“Gue mah asal udah makan, pasti otak gue bekerja hehehe.”
Aku hanya terkekeh mendengar jawaban Riri, dengan senyum yang masih mengembang aku bangkit berdiri dan mengajak Riri pergi. “Yukk ahh cabut, gue mesti ke lab nih,” ajakku sambil menarik lengan Riri.
“Nah lho, lo gak balesin pesan si Romeo dulu Nay?”
“Nggak Ri, besok aja gue ngomong langsung ke dia. Jelasin lewat line hanya akan memperkeruh suasana,” jawabku sambil membetulkan ikatan tali sepatu castku yang kendor. Tiba-tiba terdengar suara asing yang begitu familiar di telingaku.
“Di sini rupanya, cewek rabies yang kabur setelah gigit gue?”
Aku mendongak perlahan dan memastikan sumber suara mistis ini berasal, menjulanglah sosok pemuda yang tiga puluh menit lalu kugigit dengan buas. “Mau apa lo?” tanyaku sinis sambil bertolak pinggang.
“Mau apa?? Jelas gue mau menuntut pertanggungjawaban dari elo, yang udah mengotori kesucian gue dengan gigitan menyakitkan lo tadi...” tandasnya sambil menatapku geram.
“Whatt? KESUCIAN? Elo pikir lo itu anak perawan yang baru aja gue hamilin apa? Kenapa minta pertanggungjawaban gue, lo sendiri yang salah pake jadi Romeo abal-abal, pake bungkam-bungkam mulut gue segala..” jawabku tak kalah geram.
“Udah Nay, minta maaf ajahh napa?” bujuk Riri sambil menepuk bahuku lembut, “Lagian dia itu sepupunya Romeo, inget itu Nay!”
Bisikan Riri bagaikan bisikan maut yang mau tak mau harus kuturuti, benar juga. Cowok yang saat ini berhadapan denganku ini adalah saudara sepupunya Romeo, jadi aku tidak boleh bersikap gegabah. “Baiklah, gue minta maaf udah gigit elo tadi,” kataku dengan wajah muram.
“Lo pikir maaf dari lo yang saat ini pasang wajah serem itu bisa mengembalikan kesucian gue yang udah ternoda?” Balas pemuda itu arogan.
Aku semakin emosi mendengar jawabannya, “Elo tuh..., lo pikir gue anjing? Cuma karena gue gigit lo, terus kesucian elo hilang dan berganti najis mugholadoh?”
“Seperti itulah,” jawabnya enteng. “Perlu elo tahu bahwa seumur hidup gue, belum ada satupun yang berani nyentuh apalagi gigit gue... Apa kata Mama, kalo beliau sampai tahu bahwa kesucian putera kebanggaannya ini ternoda?” Tanyanya sangat dramatis.
Aku hampir mual mendengar segala yang keluar dari mulut si Romeo abal-abal ini, “Okey, terus ma elo apa?”
“Tanggungjawab,” jawabnya singkat.
“Iya, gue bakal tanggungjawab. Tapi tanggungjawab seperti apa yang elo maksud?” Tanyaku yang sama sekali tak mengerti isi kepala pemuda aneh ini.
“Nikahin gue, dan mari kita buat seorang bayi laki-laki yang lucu... hehe!” kata pemuda itu tanpa merasa berdosa sedikitpun.
“Lo bercanda? Asli gak lucu, gue ada kelas jadi gue gak bisa terus ngeladeni orang sarap kayak lo.” Sungutku seraya pergi meninggalkan pemuda itu.
“Pokoknya gue bakal nuntut pertanggungjawaban looooooooo...” teriak pemuda itu sangat-sangat membuatku malu.
“Lo gak akan bisa lari, gue akan terus ngejar-ngejar dan menghantui hidup lo sampai elo mau bertanggungjawab.” Tambahnya sambil menunjukan jari telunjuknya ke arahku.
Ya Tuhan apa salahku? Kenapa engkau mempertemukan aku dengan pemuda stress ini? Please, jangan tambahkan pemuda stres ini dalam daftar ujian atau cobaan hidupku yang sudah cukup berat ini...
***
Bersambung ....