Ngudi Waluyo--Aku mau kamu

1367 Words
Suara binatang malam memecah kesunyian malam, keadaan sepi nan dingin semakin menguatkan aura dari para makhluk gaib yang berkeliaran di rumah sakit ini. Sekar berusaha untuk tetap tenang dan tidak menghiraukan bayangan yang terus melintas di sekitarnya. “Akira pasti bahagia ya, Dhit! Ada kekasih hatinya di rumah bunga!” Sekar yang sedang berdinas malam bersama Aditya tersenyum sendiri ketika melihat sahabatnya salah tingkah. “Pantas dia tukar shift denganku hari ini,” ucap Aditya. "Kamu juga ada aku, Sekar! Yang selalu ada untukmu! Kamu harusnya bangga punya aku!" Sekar tertawa dengan candaan Aditya hingga akhirnya ia hanya membalas dengan menjulurkan lidahnya “Kamu ngerasa ada yang aneh gak dengan rumah sakit ini.” Sekar menatap Aditya dan ingin mendengar jawaban sahabatnya secara langsung. “Iya, aku masih penasaran dengan bangsal kosong itu. Seperti ada kehidupan di sana.” Sekar terdiam sambil berpikir mencari cara agar rasa penasarannya terjawab. Sedari tadi ia melihat beberapa sosok hantu penasaran memasuki bangsal kosong. “Kalau malam kan tidak ada praktik dokter lalu kenapa kita harus masuk malam. Padahal bangsal hanya beberapa pasien yang tinggal.” Aditya mengeluh karena ia menyesal praktik di desa. “Tapi, kan pukul sepuluh kita sudah pulang. Belajar bersabar!” “Ya sudah kita bersih-bersih biar enggak over time nanti. Badanku kerasa gak enak. Seperti ad--.” Ia berhenti bicara dan pandangannya menatap sosok gadis yang berdiri di depan pintu. “Sekar kamu kenapa?” “Lihat itu di pintu.” Aditya refleks menoleh, ia mendapati seorang gadis dengan pakaiannya yang lusuh berdiri menatap ke dalam rumah sakit. Pria itu pun keluar mendekati gadis yang wajahnya tampak bersedih. “Masuk, Mbak ada yang bisa saya bantu?” tanya Aditya “Saya ingin bertemu dengan pemilik rumah sakit ini,” jawabnya dengan suara yang sedikit parau. Berbeda dengan Aditya, Sekar justru melihat sesuatu yang aneh pada gadis yang sedari tadi menundukkan kepalanya. “Adit, mundur kamu.” “Apa-apaan sih kamu! Mbaknya ini sepertinya sakit. Malah di suruh mundur. Cemburu, ya?" Sekar memukul bahu Adit karena candaan pria itu tidak pada tempatnya. “Dokter Diah gak ada. Beliau sudah pulang. Memang kamu mau ngapain kita sudah berbeda alam!” “Sekar!” seru Aditya. “Dia di sana!” Gadis itu mendongakkan kepalanya dan menunjuk ke dalam. Wajahnya tampak rusak seperti seseorang yang baru saja mengalami kecelakaan. Sontak Aditya terkaget lalu melompat dan berlari mendekati temannya. “Sekar, kenapa kamu gak bilang!” “Masuklah dan beri tahu aku siapa kamu? Kenapa kamu ke mari mencari Dokter Diah!” Kekepoannya pun mulai muncul. “Bagaimana kalian bisa melihatku! Aku hanya ingin disempurnakan. Apakah kamu bisa menolongku?” “Aku tidak bisa membantumu! Lalu apa hubungannya ini dengan Dokter Diah?” tanya Sekar penasaran, namun sosok itu tiba-tiba menghilang. “Hmmm dasar hantu gak punya akhlak,” celoteh Aditya. “Kamu juga kenapa gak beri tahu aku kalau itu demit!” imbuhnya jengkel. Sekar tersenyum sambil merapikan berkas-berkas yang ada di meja. “Saya pulang dulu ya, Dik!” sapa Mbak Ningrum satu-satunya apoteker di rumah sakit ini. “Loh sudah jam pulang, ya, Mbak. Hati-hati ya!” seru Aditya “Ayo cepetan kita pulang, Dhit. Merinding aku jadinya.” Dalam perjalanan ke rumah bunga, Sekar melihat sekelebatan sosok Dokter Diah keluar dari bangsal kosong yang terlihat jauh dari jalan Sekar menuju rumah bunga. Ia terdiam tidak memberitahu Aditya apa yang baru saja ia lihat. *** "Dhit, sebaiknya kamu tidur," ujar Raka yang tengah bersiap tidur saat melihat Aditya sedang asyik memainkan ponselnya. “Iya, Dok. Sebentar lagi,” jawab Adit. Namun, tak berapa lama sekelebat bayangan melintas tepat di hadapan Aditya yang membuatnya terkejut dan ketakutan. Udara dingin sangat terasa. Samar kabut tipis mulai menyelimuti area bangunan rumah bunga, hawa dingin semakin menjadi-jadi membuat Aditya semakin gelisah. "Dok, Sudah tidur?" tanya Aditya pada Raka yang sudah tertidur lelap. "Dokter, temani saya," pinta Adit. Namun, Raka tak kunjung menjawab, ia terlalu sibuk menata mimpinya. Aditya semakin ketakutan akibat bayangan hitam yang terus melintas di sekitarnya. Perlahan, sosok arwah wanita dengan wujud hangus dan masih mengeluarkan asap menampakkan dirinya tepat di hadapannya. Tubuh Aditya kaku, suaranya tersekat. Ia sangat ketakutan yang membuat seluruh sendi di tubuh mati rasa. Mata dari sosok itu terlepas dari tempatnya dan menggelinding tepat di depan Aditya. Wanita itu pun tertawa riang saat melihat Aditya yang ketakutan dengan peluh membasahi tubuhnya. Perlahan, wanita itu mendekat ke arahnya, tubuhnya terurai dan merasuki raga Aditya. Bola mata Aditya berubah warna menjadi merah, bibir pria itu tak henti mengucapkan sesuatu secara berulang-ulang. Sosok wanita itu sudah mengambil waktu dan tubuh dari pemilik aslinya. Perlahan, Adit mendekati ranjang Raka. Ia duduk tepat di samping Raka yang tengah tertidur pulas. Tangan dinginnya menyentuh wajah pria tampan itu yang tampak damai. Raka mulai merasa risi dan tersentak kaget saat melihat Aditya yang sudah berada di sampingnya. "Kenapa, Aditya? Apa ada yang kamu butuh kan?" tanyanya sopan pada Aditya. Namun, Aditya tak menjawab. Wajahnya tertunduk melihat dokter Raka kebingungan. Perlahan, Aditya mengangkat wajahnya. Seketika Raka menjauh darinya saat melihat mata merah menyala dengan kulit pucat pasi dan bayangan merah yang ada di belakang Aditya. "Kamu kenapa?" tanya Dokter Raka ketakutan. "Aku mau kamu!" Suara Aditya terdengar parau. "Apa maksudmu?" "Aku mau kamu!" teriaknya dengan suara keras. Raka semakin ketakutan, saat tingkah Aditya menjadi sangat aneh. Aditya semakin mendekat ke arah Raka yang terdiam kaku. Tangan dinginnya memegang pipi Raka, wajah pucat itu terlihat sayu. Jari jemarinya ia tarikan tepat di depan wajah Raka. Mata merahnya terlihat berbinar saat melihat wajah Raka. "A-apa yang kamu lakukan?" Dengan susah payah Raka berusaha untuk menjauh dari Aditya. "Aku mau kamu," jawabnya dengan suara wanita dan tawa yang melengking. Raka pun terkejut dan berusaha menjauh darinya dengan mendorong tubuh Aditya sekuat tenaga hingga tersungkur. "Tolong!" teriak Raka seraya berlari keluar dari kamar. "Kembali kamu!" teriak Adit sembari mengejarnya. "Siapa pun, tolong aku!" pinta Raka di sela langkah yang semakin lambat. Tubuhnya semakin lemah, karena hari ini dipenuhi dengan hal-hal mistis yang terus menimpanya. "Tolong!" teriaknya sekali lagi. Raka terus berlari hingga keluar dari rumah dan menuju halaman belakang. Tanpa sadar tubuh Raka menabrak Akira yang baru saja keluar dari kamar mandi, hingga keduanya tersungkur dan Raka menimpa tubuh Akira. Tatapan mereka saling beradu, cukup lama hingga akhirnya Aditya mulai mendekat dan mengeram marah. "Maaf, Akira." Raka pun segera berdiri. "Tidak apa-apa," jawab Akira tersipu malu, pipinya memerah. Tatapan tadi mampu membuat jantung Akira berdetak lebih cepat dari biasanya. "Tolong saya, Akira." Raka menggandeng tangan Akira, yang membuat jantungnya semakin tak beraturan. Adhitya berdiri tak jauh dari mereka, tatapannya kini menatap tajam ke arah Akira. Akira pun tersenyum meremehkan Aditya. "Adhit, apa yang kamu lakukan? Enggak usah bercanda," ucap Akira pada sepupunya. Namun, Adit hanya diam sembari sesekali berdesis marah. "Pergi!" bentak Aditya dengan suara berat. Akira hendak berjalan mendekati Aditya, tetapi Raka memegang tangannya. "Jangan, dia berbahaya," ujarnya memperingati. "Tenang, dia ini sepupuku. Orangnya jahil, pasti dia cuma bercanda," jawab Akira. "Tapi--" "Tenang saja." Akira pun bersikeras dan tetap mendekati Aditya. Kini, jarak mereka sangat dekat. Akira menjitak kepala Adit, tetapi tak seperti biasa, Aditya terdiam. "Dhit, kamu jangan main-main, ini sudah malam. Kamu tidur sana!" perintah Akira. Adhit dengan kasar mendorong tubuh Akira hingga membuat tubuhnya terempas ke tanah. Sekar yang mendengar keributan segara keluar dan melihat apa yang terjadi, sontak dirinya terkejut saat melihat bayangan merah di belakang Adhit. Akira merintih kesakitan dan segera Raka membantu gadis cantik rambut sebahu itu. "Adhit! Apa yang kamu lakukan?!" bentak Akira marah. "Semuanya menjauh! Itu bukan Adhit!" perintah Sekar. Semuanya terkejut saat mendengar perintah Sekar. Akira pun mengajak Raka untuk menjauh dari Adhitya. Kehadiran Sekar semakin membuat arwah wanita yang berada di tubuh pria itu semakin marah. Sekar belum pernah menangani kasus kerasukan seperti ini, dia terlihat bingung harus berbuat apa. "Keluar kamu dari tubuh sahabatku!" perintah Sekar. Namun, Adit malah tertawa keras. Dia semakin marah dan berkata, "Tidak akan! Aku akan pergi setelah membawa dia!" teriaknya seraya menunjuk Raka yang tengah ketakutan. "Jangan harap! Pergi kamu sekarang!" teriak Sekar. "Apa hak kamu?!" tanya Aditya dengan mata merah menyala. Gerakan Aditya sangat gesit hingga Sekar tidak bisa menghindar saat Adhit memukul perutnya dan mencekik leher Sekar dengan kuat. "Le-Lepaskan!" Suara Sekar tersekat, sedangkan napasnya terasa seperti terhenti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD