Bab 7. Perkenalan

1067 Words
Hera tersenyum lebar. Dia menyukai Idris. Tatapan matanya tidak pernah lepas dari wajah Idris. Igor berusaha mengulum senyumnya melihat ekspresi Idris dan Hera yang mengagumi satu sama lain. Seakan-akan mereka tidak saja bicara dari mulut ke mulut, tapi hati keduanya juga ikut berbicara. Cukup lama Idris dan Hera saling tatap, saling lempar senyum tanpa ada kata-kata yang terucap. "Well. I have to go," ucap Igor seraya mengangkat tubuh mungil Hera dari pangkuannya dan mendudukkannya di samping Idris dengan sangat pelan. Idris dan Hera diam tidak menggubris ucapan Igor. Mereka masih saja saling tatap. Igor yang hampir masuk ke dalam rumah, memundurkan langkahnya sejenak. Dia amati wajah Hera cukup lama. "Idris. You'd better take some food for Hera. I think she didn't have any breakfast this morning," ujar Igor menyarankan. "I ate water apple," balas Hera. Igor terlihat sedikit memaksa Idris untuk segera bertindak. "Let's go inside ... or you wanna wait here? I'll take some for you." Hera sejenak berpikir. Dia menoleh ke Igor yang masih berdiri di sisi pintu. Igor juga menunggu jawabannya. "I'll go with you," ucap Hera akhirnya. Hera langsung menyambar tangan Idris dan mengikuti langkah Idris memasuki dalam rumah. Igor lega. Dia lupa menanyakan Hera apakah dia sudah makan atau belum pagi ini. Dia baru menyadari wajah Hera yang sedikit pucat ketika Hera duduk berdua dengan Idris di atas bangku taman. Sesampainya di dalam ruangan yang dipenuhi para tamu, Idris yang masih menggenggam tangan Hera mengajak Hera ke salah satu meja makan besar. Idris menyarankan Hera makan kebab daging sapi yang sudah tertata sangat rapi di atas meja. Begitu Hera setuju, Idris langsung mengambilkannya buat Hera. Idris tidak segera memberikan kebab ke tangan Hera. Dia malah mengarahkan Hera untuk duduk di salah satu sudut ruangan. "Let me hold your barbie," tawar Idris ketika hendak memberikan kebab ke Hera. Lagi-lagi Hera menurut. Dia serahkan barbienya ke Idris dan Idris menukarkannya dengan kebab. Hera tatap Idris dengan rasa kagum. Entah kenapa dia merasa sangat dekat dengan Idris, padahal baru saja bertemu dan berkenalan. Sepertinya Idris pun memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya. Hera mulai menggigit kebab yang diberikan Idris. "You don't wanna eat?" tanya Hera sambil mengunyah kebab. "I am full. Had breaskfast already at home. Is it nice?" Hera mengangguk. "But a bit spicy," ucapnya. Idris bangkit dari duduknya. "Where are you going?" tanya Hera. Dia heran karena Idris tiba-tiba bangkit dari duduknya. "Take some drinking water for you." Hera terperangah. Senyumnya mengembang lebar saat menatap langkah Idris menuju sebuah dispenser air minum. Tak lama kemudian, Idris pun kembali duduk di sampingnya sambil memegang gelas berisi air minum buat Hera. Sementara boneka barbie milik Hera, dia letakkan di atas pangkuannya. "Don't be rush while eating," tegus Idris. Dia tidak ingin Hera terburu-buru makan hanya karena ingin cepat-cepat minum air. Dia lalu meletakkan gelas di sisi Hera. "I am hungry." "Eventhough you're hungry, you're supposed to eat slowly." Hera memelankan kunyahannya. Saran Idris sangat benar. Makan pelan-pelab ternyata sangat nikmat rasanya. Sambil menunggu Hera menikmati kebab, Idris memainkan boneka barbie milik Hera. "Her name is Daisy," ucap Hera di tengah kunyahannya. Idris menoleh ke arahnya sebentar lalu dia mainkan lagi barbie Hera. Idris juga membelai-belai rambut boneka tersebut. "Your Dad has known her. He talked to her. He understands her," jelas Hera tentang bonekanya. Idris berhenti memainkan barbie. "Really?" tanya Idris tidak percaya. Bibirnya mencebik mendengar penjelasan Hera. "Ya." Sadar kebab yang dimakan Hera sudah habis, Idris meraih gelas berisi air minum yang sebelumnya dia letakkan di sisi Hera. Dia arahkan ke wajah Hera. Hera hendak mengambil gelas itu dari Idris, tapi Idris menahannya. "Just drink," ucap Idris seraya mendekatkan mulut gelas ke bibir Hera. Hera perlahan mendekatkan bibirnya ke gelas dan Idris dengan perlahan pula meminumkannya ke mulut Hera. Lalu keduanya saling tatap. Mata Hera tak berkedip menatap mata Idris lewat kaca gelas. Mata Idris pun tak berkedip menatap bibir Hera. "Mercy," ucap Hera. Idris balas ucapan Hera dengan anggukan. "Are you full now?" Hera mengangguk. Idris mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruang tamu yang dipenuhi para tamu. Mereka sibuk membahas pernikahan Akhyar dan Ola. "You Mom is here?" "Yes. But I don't know where she is." Hera mengedarkan pandangannya berusaha mencari di mana mamanya. Idris menghela napasnya sejenak. "Wanna come with me?" "Where?" "Upstairs?" "Nothing special in there." "Back to the garden?" tawar Idris lagi. Hera mengangkat bahunya. Sepertinya dia tidak menginginkan kembali ke taman. "Just come with me to upstairs. We search the place that we can share things in there," bujuk Idris lagi. Dia terlihat tidak nyaman saat pandangannya beredar ke para tamu-tamu yang sibuk lalu lalang. Hera langsung berdiri dari duduknya, dan menyerahkan tangan mungilnya ke hadapan Idris. Sesampai di lantai dua rumah Ayu, Idris mengajak Hera melangkah bersama ke ujung koridor di antara dua kamar. Ada karpet tebal terbentang di antara dua dinding serta jendela besar yang menghadap ke luar rumah. Idris lalu membimbing Hera berdiri di depan jendela dan bersama melihat pemandangan luar rumah. "Wow ... that's my cousin's house," ucap Hera senang. "Your cousin? You mean Bagaskara?" Hera terkesiap. "You knew him?" Idris mengangguk. "I've just known him. My cousin, Nadzir, introduced to me. They played together before I met you ... played with me too." Hera tersenyum lebar. "I love him so much. He is so kind and gentle." Idris melirik wajah Hera yang cerah membicarakan tentang Bagas. Idris mengiyakan dalam hati. Bagas sosok yang menyenangkan meski sedikit agak cuek. Idris lalu duduk dengan bersila di atas karpet yang terbentang. Hera mengikutinya. Hera tersenyum melihat Idris yang masih saja memegang Daisy. "You are a boy. You're playing a doll." Idris tersenyum dengan bibir miring. "Doll? You said she is Daisy." Hera langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Oops, sorry, Daisy," ucap Hera yang menyadari kesalahannya. Padahal selama ini dia sudah menganggap Daisy sebagai temannya. Daisy bukan sekadar boneka. Daisy lebih dari itu. Dan Idris sudah menganggapnya lebih daripada sebuah boneka, juga Daddynya. Idris menggeleng menertawakan sikap Hera yang menunjukkan rasa bersalahnya kepada Daisy. "That's okay, Hera," ucap Idris mewakili Daisy. "Dia perlu baju yang lebih bagus daripada ini. Sudah berapa lama kamu nggak menggantinya?" "More than two years." Idris tertawa. "Your Indonesian is so good, Idris." Hera kagum Idris bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. "Tentu saja." Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD