bc

Penyesalan Seribu Hari

book_age16+
19.4K
FOLLOW
130.5K
READ
love-triangle
contract marriage
friends to lovers
pregnant
dominant
dare to love and hate
CEO
sweet
bxg
polygamy
like
intro-logo
Blurb

“Berikan aku apa yang menjadi hakmu.”

Nadia Berliani Putri meminta hak yang seharusnya milik suaminya. Ya permintaan terakhir sebelum akhir kisahnya dengan pria bernama Hasan Kurniawan Fajri. Perjanjian yang membawa banyak kisah pada jalan mereka masing-masing.

“Dia wanita yang kucintai.”

Pengorbanan dengan penuh lara serta tangis pilu Nadia berujung “Penyesalan Seribu Hari” yang akan dirasakan oleh Hasan.

Akankah ada titik temu dari penyesalan Hasan?

chap-preview
Free preview
PERMINTAAN CERAI
*** Keheningan menguasai di tengah redupnya ruangan yang terasa mencekam bagi seorang wanita yang sedang duduk gelisah menunggu kepulangan sang suami. Detik yang berlalu terasa amat lama. Kekhawatiran menguasai dirinya. Di hari biasa suaminya akan pulang tepat waktu di pukul empat sore dan paling lambat pukul delapan malam. Namun, entah kenapa untuk malam ini suaminya pulang sangat larut tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Jam berdenting nyaring menandakan sudah masuk tengah malam dan berganti hari. Perasaan was-was semakin membuat wanita itu kalang kabut. Ia tak henti-hentinya menatap pada pintu yang tertutup. Tiba-tiba tubuhnya tersentak dan spontan berdiri tegap. Suara mobil khas milik suaminya terdengar. Wanita itu berjalan tergesa menuju pintu dan membukanya lebar sebelum seseorang di luar sana menekan bel. "Mas Hasan! Alhamdulillah akhirnya kamu pulang," ucapnya sembari menghembuskan napas lega. Akibat terlalu larut dalam kekhawatiran membuat wanita itu tanpa sadar memeluk tubuh suaminya. "Lepas." Rasanya jantung Nadia berdetak lamban kala sepatah kata itu terucap dari bibir suaminya. Suara terkesan dingin yang mematikan tiap sarafnya. Ia akui bahwa dirinya sering mendapat penolakan dari Hasan, suaminya. Namun, selama ini suaminya tak pernah berbicara datar terkesan dingin seperti saat ini. Kemana perginya sosok pria dengan sikap lembutnya? Kenapa malam ini berbeda? Wanita itu menjauh untuk menjaga jarak dari suaminya. Perasaan sedihnya bercampur dengan perasaan malu. "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Hasan masih dengan suara dinginnya. Nadia semakin dilingkupi rasa cemas berlebih bahkan jemarinya saling bertaut dan terasa berkeringat. "Mas tumben aneh, pasti capek banget, ya? Sini aku bantu." Wanita itu mencoba meraih tas kerja suaminya untuk mengurangi beban sang suami, tetapi yang ia terima adalah penolakan berupa tepisan kasar. Keningnya sedikit berkerut. Tumben sekali suaminya menolak niat baik yang ia tawarkan. Mas Hasan kenapa sih? "Ada yang harus kita bicarakan, Nad. Ini penting dan aku serius." "Baik, Mas." Nadia tak bisa banyak membantah karena sejujurnya ia juga penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh suaminya itu. Mereka duduk di sofa ruang tamu dengan posisi berhadapan yang terpisahkan oleh meja. Mata pria yang biasanya menatap hangat, kini tergantikan mata hitam kelam yang dingin. Wanita itu duduk gelisah dengan kepala menunduk karena tidak sanggup untuk bertatapan lebih lama. Dirinya tampak tertekan karena tatapan sang suami. Jemarinya saling meremas untuk meredakan kegugupan yang kini melanda. "Aku ingin kita bercerai." A-apa? Nadia mendongak cepat dan menatap manik Hasan dengan tubuh terasa lemas. Matanya bergetar menahan rasa sesak dalam hatinya. Bolehkah ia berharap ini hanya mimpi? Ia mencoba untuk berpikir positif, mungkin saja dirinya salah dengar. Lagipula ini sudah tengah malam dan kantuk mulai menyerang. Ya benar, mungkin saja ia salah dengar. "Aku ingin kita bercerai, Nad," ulang Hasan kala menyadari tatapan istrinya itu seperti tak percaya atas ucapannya barusan. Hati yang berusaha tegar, tubuh yang ditahan agar tak bergetar, dan mata yang sebisa mungkin tak mengeluarkan air mata, kini semua lepas begitu saja. Tubuhnya tak bisa ia kendalikan, tubuh Nadia gemetar hebat. Hatinya begitu sesak kala mendengar kata cerai dari sang suami. Apa ia pernah berbuat salah? Seingatnya ia tidak melakukan kesalahan apapun. "Ta-tapi kenapa, Mas? Aku punya salah, ya? Aku janji akan memperbaiki semuanya kalau memang aku salah," ucapnya dengan suara bergetar. Linangan air mata terus mengalir tanpa henti dengan manik sendu yang menatap manik hitam di depannya. "Sesuai kontrak kita dua tahun yang lalu, kalau enggak ada cinta di antara kita maka kita akan bercerai. Sekarang batasnya, Nad. Sejujurnya sampai sekarang pun aku gak ada rasa sama kamu, maaf." Perkataan menyakitkan itu keluar dari mulut Hasan Kurniawan Fajri untuk istrinya Nadia Berliani Putri. Nadia membeku sejenak. Ia tak kuasa untuk tak semakin terisak. Wanita itu menunduk dalam dan semakin menangis. Bahu Nadia tampak terguncang karena dirinya yang mencoba menahan tangis. Hasan menghembuskan napas pelan, dirinya tak tega melihat wanita yang sudah menemani hidupnya kurang lebih dua tahun bersedih karena ucapannya barusan. Ia akui dirinya jahat, tetapi mau bagaimana pun cinta tak bisa dipaksakan hadir, kan? Dan itulah kenyataannya sekarang. Hasan tak mencintai istrinya walau waktu telah banyak berlalu. Katanya cinta bisa hadir karena terbiasa, tetapi tidak bagi Hasan. Ia tetap tidak merasakan perasaan cinta untuk Nadia. Hasan bergerak untuk pindah duduk di samping Nadia. Pria itu menarik tubuh Nadia untuk ia peluk erat. Bukannya tenang, Nadia semakin menangis kencang. Wanita itu tak segan untuk membalas pelukan Hasan dan menangis di d**a bidang pria itu. Lihat? Inilah sikap hangat Hasan yang menjerat Nadia hingga wanita itu bisa sangat mencintainya. Namun sayangnya, Hasan tidak tahu bahwa Nadia mencintainya bahkan sangat mencintainya melebihi apapun. Perilaku hangat Hasan, tutur kata lembutnya, tatapan sayunya, senyum manisnya, segala hal tentang Hasan tak pernah membuat Nadia kesulitan menjalani rumah tangga yang rumit ini selama dua tahun. Hasan adalah sosok pria gentle penuh kehangatan. Dirinya sangat baik terhadap Nadia. Lantas bagaimana caranya agar Nadia bisa membenci pria itu? Katakan bagaimana caranya?! "Apa gak bisa dipertimbangkan lagi, Mas? Kita akan mengecewakan banyak pihak kalau bercerai," ucap Nadia berharap Hasan mendengarkan sarannya. Hasan menumpukan dagunya di puncak kepala sang istri dan menggeleng pelan. Ia berkata, "Sudah cukup, Nad. Semuanya sudah cukup sampai di sini saja. Aku gak mau kita berdua tersiksa dalam hubungan tanpa cinta sampai tua." Tapi aku mencintaimu, Mas! Ingin sekali rasanya Nadia berteriak seperti itu di depan wajah Hasan, tetapi dirinya tidak memiliki nyali besar untuk melakukannya. "Kamu kenapa nangis gini? Aku merasa jahat banget kalau gini," ucap Hasan sembari terkekeh pelan. Pria itu mencoba untuk mencairkan suasana di antara mereka. Hasan membiarkan Nadia menangis dalam pelukannya. Pria itu tidak berpikir bahwa Nadia menangis karena sedih berpisah dengannya, yang Hasan pikirkan adalah Nadia menangis karena takut orang tua mereka kecewa. "Nad? Apa sudah menangisnya? Kita perlu istirahat. Untuk soal perceraian biarkan orang suruhanku yang mengurusnya." Tak ada jawaban. Hasan melepas pelukannya dan menyadari jika Nadia tertidur dalam dekapannya. Pria itu tersenyum lembut. Ia mengangkat tubuh Nadia untuk ia bawa menuju kamar sang istri. Ya, keduanya tidur terpisah selama dua tahun pernikahan mereka. Bahkan sampai saat ini Nadia masih perawan walau sudah menikah. Itu karena Hasan berjanji tidak akan menyentuh Nadia sebelum rasa cinta tumbuh di hatinya untuk wanita itu. Namun, sepertinya itu tidak akan pernah terjadi karena Hasan sudah memantapkan hati bahwa perceraian adalah ujung dari bahtera rumah tangga mereka. Pria itu membaringkan tubuh Nadia perlahan di atas ranjang. Ia merapikan posisi tidur wanita itu, bahkan ia menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah cantik Nadia. Bibir Hasan berkedut ketika melihat wajah polos Nadia saat tertidur. Pria itu menatap lamat wajah Nadia dan sedikit heran dengan dirinya sendiri. Nadia sangat cantik, kenapa dirinya tak kunjung mencintai istrinya itu? Karena Nadia bukan dia. Hasan mengenyahkan pemikirannya. Pria itu bangkit dan terdiam sejenak sebelum membungkukkan badan, lalu mengecup pelan kening sang istri. "Selamat tidur, Nadia. Semoga mimpi indah dan teruslah bahagia," ucapnya. Hasan berjalan menuju luar kamar dan menutup pintu itu tanpa menimbulkan suara. Ia menghembuskan napas dan senyum tipis terbit di bibirnya. Pria itu mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menelepon seseorang. "Aku sudah bicarakan ini dengan istriku, kamu mau bersabar sebentar lagi, kan?" Setelah berbincang singkat itu, Hasan menutup telepon dan berjalan menuju kamarnya dengan senyum yang tak bisa luntur. Wajahnya terlihat berseri-seri, berbanding terbalik dengan Nadia. Wanita itu sedaritadi belum tidur. Ia mendengar semuanya. Obrolan Hasan bersama seseorang yang ia yakini sebagai alasan perceraian mereka. Nadia menatap langit-langit kamar dengan perasaan hampa. Dirinya menepuk pelan area jantungnya. Kenapa jantungnya berdetak nyeri seperti ini? Jujur saja Nadia tidak suka merasakan perasaan menyesakkan seperti sekarang. Sakit sekali rasanya. Nadia mencoba untuk tegar, tetapi dirinya tak sekuat itu untuk menahan rasa sakit pada hatinya. Semua terjadi begitu saja. Ya, semua bermula sejak tawaran pernikahan kala itu. Andai saja Nadia tidak menyetujuinya. Andai saja Nadia tak menerima perjodohan orang tuanya. Andai saja pernikahan ini tak terjadi, pasti Nadia tidak akan merasakan sakitnya patah hati melebihi rasa sakit yang pernah ia terima sebelumnya. Andai saja saat itu Nadia tidak terpesona pada manik hitam yang menatapnya hangat. Andai saja. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook