2 Chapter 2

976 Words
MARCO       Sudah menjadi kegiatan rutin untuku menemani Clarissa check up ke dokter Friska, sebulan sekali setiap tanggal 21. Sudah 7 bulan dan aku makin tidak sabar menjadi Ayah, well aku sudah jadi Ayah sebenernya tapi aku yakin sekali kalian mengerti perasaanku karena ini benar-benar berbeda. “Babe, kita harus obrolin loh ke Aga. Aku gak mau Aga berubah kalo nanti anak kita lahir.” Kata Clarissa tiba-tiba. Kami sedang dalam perjalanan menuju rumah. “Maksud kamu?” “Yaa Aga harus tau kalo dia tetep disayang, Aga harus tau kalo dia tetep berharga. Mungkin nanti pas baru-baru lahir aku akan sibuk ngurus anak kita tapi itu bukan berarti aku jadi gak sayang Aga. Aku takut Aga mikir gitu.” Jelas Clarissa. “Kamu tahu? Aga itu jauuuh lebih dewasa dari yang kita pikirin. Dia baik-baik aja. Trust me!” Seruku. Menenangkannya. “Tapi kita tetep harus ngobrol loh sama Aga!” Seru Clarissa. Aku mengangguk mengiyakan. Sesampainya di rumah aku sedikit heran karena mobil khusus Aga tidak ada di garasi, hanya ada mobil milik Clarissa yang terparkir. “Pak Tono ke mana ya?” Tanyaku. Clarissa mengerti apa yang kubicarakan, jadi ia memberikan tanggapan dari pertanyaanku itu. “Gak tahu, pergi mendadak kali, ada hal yang penting. Udah gak apa-apa.” Setelah menutup pintu pagar aku membimbing Clarissa untuk masuk ke dalam. “Aga!” Seruku memanggilnya. Namun tak ada jawaban. Aku dan Clarissa duduk santai di ruang tengah lantai bawah. Lalu mendengar langkah kaki. Sepertinya Bhagas. “Pak, Maaf!” Seru Bi Minah saat sampai di depan kami. “Kenapa?” Tanyaku. “Tadi Dek Aga pergi sama Pak Tono. Ditelefon temennya katanya mau kerjain PR bareng.” “Oh yaudah gak apa-apa, di rumah siapa kerjain PR nya?” Tanyaku lagi. “Gak di rumah temen, katanya janjian sama temen-temennya di McD Hero.” Jelas Bi Minah. “What? Emang Aga pegang uang Bi?” Tanyaku. Karena aku tak pernah memberi Bhagas uang lebih. Segala kebutuhannya pasti kupenuhi. “Tadi Bibi tanya katanya ada uang tabungan.” “Oh yaudah.” Jawabku lega. Gileee anak sekarang kerjain PR aja di McD. “Udah gak apa-apa!” Seru Clarissa tiba-tiba sambil mengelus lenganku. “Iya emang gak apa-apa ko, bae. Cuma gile yaa anak sekarang.” “Ah gak cuma anak sekarang kali, dari kecil aku gitu. Kalo belajar maunya di tempat rame tapi sendirian. Biar gak diganggu orang.” Jelasnya. “Seriusan?” “Iyalah. Aku tuh dulu belajarnya gila-gilaan. Tekor deh papa sama mama karena aku kalo mau belajar di luar terus hahaha!” Aku tertawa bersamanya, lalu mengecup keningnya. “Aku mau kaya gini terus, aku sayang banget Clar sama kamu!” Bisikku. Ia mengangguk, membalas dengan mengecup pipiku.     ** **     “Yang kamu pilih deh!” Seru Clarissa ketika aku masuk ke kamar. Ia terlihat sibuk dengan kertas-kertas di atas kasur. Jujur saja, aku kurang suka ada aktifitas di atas kasur selain tidur, manja-manjaan dan bikin anak (hahahaha). Tapi berhubung Clarissa lagi hamil, ini pengecualian. Kandungannya sudah masuk minggu-minggu terakhir. “Pilih apa?” Tanyaku begitu tiba di sampingnya. Tak lupa mengecup keningnya dan mengelus perutnya yang sudah sangat membesar. “Nama, kemaren pas Papa ke sini aku minta dibawain kamus sansekerta!” Jawabnya. Aku hanya mengangguk. “Kamu mau cari sendiri apa milih yang udah aku cari?” Tanyanya. “Coba rekomen kamu apa aja?” “Badra Adamar Setiawan, Brama Adamar Setiawan, terus Caraka Darpa Setiawan.” Aku agak asing mendengar nama-nama itu. Tapi bagus. Beda dan unik. “Adamar artinya apa? Kok kamu pake di 2 nama sih, bae?” Tanyaku. “Pelita, sayang. Artinya bagus tapi keren gituu.” Jelasnya. “Aku suka yang Caraka. Kamu suka yang mana?” “Aku suka yang Badra.” Katanya sambil tersenyum. Aku kemudian meraih kertas-kertas di tangannya. Membaca satu-satu setiap nama dan artinya. Semuanya bagus, semuanya unik. Namun aku lebih suka Caraka Darpa Setiawan. “Kok di sini gak ada Aiedail?” Tanyaku. “Aiedail kan bahasa kuno bukan sansekerta. Dan kamu mau tau Papa aku dapet Aiedail dari mana?” Jawabnya, sengaja tak menjelaskan hingga selesai. “Dari mana?” Tanyaku, penasaran. “Novel Eragon!” “What? Seriusan? Kok bisa? Novel Eragon kan baru ada tahun 2009-an?” “Dulu nama aku Clarissa Pratama doang, papa suka banget sama cerita Eragon. Aku tumbalnya. Papa sengaja ngurus semuanya supaya nama tengah aku ada Aiedailnya. Konyol yee?” Aku tertawa mendengar penjelasannya. Bener-bener deh. Keluarga Clarissa itu emang asik. Rame. Gak ribet. Menyenangkan. Dan lain lain lah pokoknya. Seru. “Jadi? Anak kita mau dinamain apa?” Kataku. “Aku suka Badra tapi kalo kamu mau Caraka yaudah.” Kata Clarissa. “Badra aja, lebih beda dan unik.” Seruku sambil mengecup pipinya. “Okay Badra.” “Tapi beneran ada kan di kamus? Entar kamu ternyata ambil dari novel lagi. Hahahahaha!” “Beneran lah! Tapi aku pengen loh kalo punya anak cewek namanya Galadriel.” “What? Who is she?” “Lady Galadriel, in Lord of The Rings. Elf cewek yang cantiknya gile gile gituu hahaha!” Jelasnya. “Engga. Engga. If we have a daughter, she will be the iconic Hermione Granger!” Kataku. “Galadriel!” “Hermione! For God's sake. Everyone likes Hermione. She’s smart, beauty, brave! And Emma Watson! Look at her! She's the real Miss Universe base on her Beauty, Brain and Behavior.” Kataku. Entah kenapa aku jadi tiba-tiba semangat. Yaa yaa yaaa Am Potterhead. So what's the problem? “Aku pengennya Galadriel!” Seru Clarissa. Namun suaranya tidak semangat seperti aku. Ia seperti sedih. “Hey, baby. Kenapa? Kok jadi sedih gitu?” Tanyaku. “Ya kamu kaya ngotot banget mau Hermione. Muji-muji segala. Kan aku jadi minder!” Oh My Lord! Dia jadi baperan lagi. “Minder? Minder kenapa?” Tanyaku. “Ya aku minder sama Emma Watson!” Jawabnya. Entah kenapa aku mendadak ingin tertawa, tapi aku coba menahannya. “Minder sama Emma Watson? Ya ampun sayaang, kamu cemburu sama Emma?” Tanyaku. “Ya abis kamu muji-muji dia gitu!” Serunya. Ya Tuhan. Boleh aku ketawa ngakak sekarang??? “Ya ampun sayaang, itukan cuma debat antara Galadriel sama Hermione. Kamu gak usah cemburu gitu ahhh, kamu tau buat aku kamu tetep yang paling cantik, you're my miss universe. Just not a universe, even a horizon, baby!” Kataku menghiburnya. Namun ia masih terlihat sedih. Ya ampun gini yaa ngadepin ibu hamil. Baperan. Moody-an. Cengeng. Gemes banget sumpah. “Kamu mah gitu udah ah aku mau tidur!” Serunya sambil menarik selimut dan tenggelam di dalamnya. “Hey baby. Maaf yaa!” Seruku. Ia tak menghiraukan aku. Aku mengecupnya sekilas, namun sepertinya ia sudah benar-benar tidur. Sejak hamil Clarissa memang banyak tidur. Aku merapikan kertas-kertas, pulpen dan kamus sansekerta yang ada di kasur kami lalu meletakkannya di atas nakas. Terdengar dengkur halus dari mulut Clarissa. Sejak hamil, mungkin bawaan bayi, Clarissa tidur jadi mendengkur pelan, dan tentu aku tidak masalah. Suara dengkurannya terdengar menyenangkan. Sama sekali tidak mengganggu. “I love you Clarissa!” Bisikku sebelum ikut tertidur.   ** ** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD