"I like your face."
Dia, dengan rambut lurus hitam sebahunya, menengok ke arahku. Raut wajahnya bercampur aduk antara heran, kesal, dan bingung.
Anehnya, ekspresinya itu terlihat menggemaskan di mataku.
Ah, aku pasti menyukainya lebih dari yang kukira.
"Kau... apa kau melakukan kesalahan baru-baru ini?" ucapnya melemparkan pertanyaan yang tak kuduga-duga.
Aku langsung tertawa.
"Tidak." jawabku seraya tersenyum lebar. Bukan mau mengurangi kecurigaannya, hanya saja aku tak bisa menahan senyum ini saat bersamanya. Apalagi saat aku dan dia terlibat di obrolan yang menarik ini.
"Lalu... kau ingin sesuatu?"
Masih dengan senyum di wajahku, aku menggeleng.
Ia pun mengernyitkan alisnya. Bingung dengan alasan di balik perkataanku yang tadi itu.
"Aku hanya menyampaikan apa yang ada di pikiranku saja. Kenapa sulit sekali bagimu untuk menerima pujian dariku?"
Kali ini, dia memicingkan matanya ke arahku.
"Pujian? Apa itu sungguh pujian?" tanyanya dengan nada penuh kecurigaan.
Lagi, aku tergelak.
Ah, kenapa kekasihku sangat lucu.
"Lihat! Aku tahu kau hanya menggodaku!" serunya setelah melihatku tertawa. Seolah-olah hal mengonfirmasi kecurigaannya kepadaku.
Padahal aku menertawakan lucunya arah perbincangan kami ini.
"Aku tertawa karena reaksimu lucu sekali." ujarku. "Dan aku sungguh tidak menggodamu ataupun itu. Aku hanya mengutarakan pikiranku."
Dia menatapku ragu, tetapi bisa kulihat dia melunak. "Sungguh? Kau hanya mengutarakan pikiranmu saja?"
"Iya. Sesederhana itu." jawabku dengan nada mantap.
Dia diam sesaat baru kemudian membuka suaranya.
"Kurasa produk skincare yang kupakai cukup efektif karena kau berkata seperti itu."
Aku mengangkat sebelah alisku.
"Mungkin. Boleh kau bagikan kepadaku rutinitas skincare milikmu? Aku juga mau mendapat pujian."
Dia lalu memukul lengan atas kananku. Yap, sakit. Cukup sakit karena aku bisa menebak dia menggunakan tenaga penuh saat memukulku.
"I like your face too." ucapnya dengan volume rendah.
Rupanya dia malu, haha.
"Eh? Bukan darimu. Aku mau mendapatkan pujian dari adik tingkat cantik yang berkumpul di kantin." ujarku sengaja menggodanya.
Lagi, aku mendapatkan pukulan darinya.
Lalu aku pun tak dapat menahan tawa saat melihat matanya memelototiku.
"Ah, kekasihku yang brutal." sahutku seraya merangkul dirinya ke pelukanku. Seperti biasa, dia diam tak berkutik jika sudah kurangkul seperti ini.
Menggemaskan sekali.
Bisa kurasakan hangat dari tubuhnya perlahan ikut mengalir ke tubuhku. Rambutnya wangi, sepertinya dia belum lama ini baru saja keramas.
Aku tersenyum dalam diam. Menikmati momen ini bersamanya.
I like your face.
Your laugh.
Your tantrum.
Your smile.
I like everything about you, Sugar.