Tap
Tap
Tap
"Oh, Sarah! Apakah kau datang untuk menemui Dio?"
Perempuan yang ditanya pun membalikkan badannya ke arah si penanya mengangguk sopan, lalu menjawab, "Iya. Apa Dio masih ada di studionya?"
Hendra –teman Dio yang bermain bass– yang sedang melangkah ke luar gedung berbalik arah ke Sarah. "Ya, dia masih ada di studionya. Ada perlu apa kau dengan Dio sampai-sampai datang ke sini?"
"Tidak ada urusan mendesak hanya saja aku khawatir dia tidak makan teratur. Jadi kubawakan makanan untuknya." jawab Sarah seraya menunjukkan kantong besar di tangannya.
"Memang anak itu. Dia kalau sudah terlalu fokus dengan pekerjaannya, seringkali melupakan makannya." sahut Hendra setengah menggerutu.
Sarah tertawa kecil mendengarnya. Ia pun kemudian berpamitan dengan Hendra dan bergegas menuju studio di mana Dio bekerja sebagai komponis atau akrab dikenal dengan nama pencipta lagu.
Hendra hanga tersenyum melihat bayangan Sarah yang semakin menjauh. Ia manggut-manggut dan bergumam, "Beruntung sekali Dio itu, ckckckck."
***
"Dio?"
Tok tok
"Dio?"
Samar-samar, Sarah dapat mendengar suara gitar dari studio yang biasa Dio tempati. Alunan nada gitar terus mengalir, dengan perubahan melodi dan ritme di sana sini. Seperti berusaha menemukan alunan mana yang paling pas.
Rasanya Sarah bisa membayangkan wajah kekasihnya itu saat sedang sibuk berkutat dengan gitarnya.
Sarah memutar kenop pintu dan tersenyum sumringah saat melihat punggung lebar Dio membelakanginya, duduk di depan layar komputer dengan headphone di kepalanya dan gitar di tangannya.
Sarah berjalan dengan hati-hati ke sofa dan menaruh pantatnya ke busa empuk itu. Ditaruhnya kantong plastik berisi makanan kesukaan Dio di atas meja di depannya. Ingin rasanya Sarah menyapa Dio, tetapi melihat kekasihnya itu sedang serius, Sarah pun mengurungkan niatnya.
Untuk membunuh waktu, Sarah bermain dengan ponselnya. Sayangnya, metode itu tak bertahan lama karena Sarah tidak menemukan ada hal yang menarik di ponselnya.
Perempuan berambut pendek seleher itu mengalihkan pandangannya ke penjuru studio dan menemukan rubik di ujung sofa tempat duduknya tergeletak. Lantas Sarah pun mencoba menyelesaikan kotak berwarna tersebut tetapi sesekali matanya beralih ke jam digital besar di ruangan itu.
00.56 WIB.
Sarah menghela napas. Sepengetahuannya, Dio terakhir kali makan sore tadi. Itu pun hanya sekadar gorengan dan es buah. Karena itulah Sarah datang ke studio hari ini, setelah bersusah payah membuatkan makanan kesukan Dio malam tadi.
Mata Sarah menatap jauh ke punggung Dio yang masih setia membelakanginya. Bak disihir, kelopak mata Sarah terasa semakin berat dan tak butuh waktu lama, ia sudah jatuh ke alam mimpi.
To Be Continue