How Do You Feel About Me?

398 Words
Aku adalah orang yang praktis. Setidaknya, menurutku sendiri. Aku tidak suka hal-hal yang memusingkan. Itulah mengapa aku bisa dengan cepat memutuskan pilihan antara A dan B. Teh atau kopi. Kuning atau oranye. Termasuk soal asmara. Hubunganku dan dia? Itu juga hasil dari aku yang tidak mau pusing. Mudah saja, kami bertemu saat kuliah kemudian menjadi dekat. Tak lama kemudian, kami menjalin kasih usai dia menyatakan perasaannya kepadaku. Tentu saja aku pun tak asal terima saja. Aku merasa nyaman di dekatnya dan menyukai keberadaannya di sisiku.  Sejujurnya, kupikir hubunganku dengannya hanya sekadar, yaa… seperti itu. Sekadar cinta monyet semasa kuliah. Oke, saat itu aku pikir hubunganku dengannya tak akan bertahan lama. Mungkin hanya sampai lulus kuliah? Atau hanya bertahan sampai setahun setelah mulai masuk ke dunia kerja? Ya, seperti itulah kira-kira bayanganku. “Bagaimana harimu? Apakah menyenangkan?” Aku mengangkat kepala ke arahnya yang duduk di seberangku. Ia tengah asyik menyeruput matcha latte yang dibawanya bersamaan dengan kopi pahit kesukaanku. Dulu sekali, aku sempat merasa lucu karena ada stigma jika kaum lelaki pasti menyukai kopi dan kaum bukanlah golongan mayoritas penyuka minuman pahit tersebut. Tetapi lihat, aku dan dirinya, mematahkan stigma tersebut. Dia yang tidak suka minum kopi dan aku yang membutuhkan kopi dalam keseharianku. ‘Aku tidak suka kopi. Asam lambungku naik kalau meminum itu.’ Kira-kira seperti itulah kalimat yang dilontarkannya semasa kuliah dulu saat aku menanyakan mengapa ia tidak suka kopi. Aku tidak lekas membalas pertanyaanya. Sebaliknya, aku justru meminum kopiku dahulu. Setelah aku mengembalikan gelas ke meja, kudengar pria di depanku itu membuka suara. “Pasti harimu menyenangkan.” ujarnya dengan nada percaya diri. Aku heran bagaimana dia bisa terdengar sangat percaya diri padahal belum mendengar jawaban dariku. “Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” Senyum sumringah mucul di wajahnya, yang membuatku, mengerutkan dahi semakin dalam. “Kamu tersenyum saja sedari tadi.” Ups. Jadi dari tadi, tanpa sadar, aku tersenyum-senyum sendiri. Gawat kalau dia tahu aku tersenyum saat membayangkan dirinya, bisa besar kepala dia. Untuk sekarang, mari mengiyakan saja perkataannya. “Iya, hari ini cukup menyenangkan. Bagaimana denganmu?” ujarku berusaha mengalihkan topik secepat mungkin. Usahaku itu tampaknya membuahkan hasil karena setelah itu dengan senyum lebar di wajahnya ia menceritakan kesehariannya. Aku menyimak ceritanya dengan sungguh-sungguh. Sesekali aku pun ikut tertawa mendengar ceritanya. Semuanya terasa sangat menyenangkan sampai mataku beralih ke cincin yang melingkari jari manis kiriku. “Ada apa?” To Be Continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD