Hujan reda, tapi masih menyisahkan gerimis yang cukup lebat. Langit kembali cerah dan bulan sudah terlihat walau masih samar. Angkasa membelai leher kudanya, menenangkannya dari badai yang mengkhawatirkan. Dua puluh meter lagi untuk mencapai gerbang depan reruntuhan markas Benang Merah. Dia naik ke kudanya. Menunggangnya pelan dan berhati-hati di medan yang terjal dan licin. Jalan yang selalu di lewatinya puluhan kali tujuh tahun lalu. Sebenarnya ia menyangsikan bahwa Buros menunggunya disana, cahaya terang kilat yang menyambar sesekali tidak menunjukan tanda-tanda kehidupan di markas itu. Angkasa sudah berdiri di bekas gerbang Benang Merah. Reruntuhannya masih utuh, tidak berubah setelah lima tahun berlalu. Menara utamanya tinggal setengah, dinding markas hampir semuanya roboh. Angkasa