Angkasa terkapar di hadapan Faritzal. Dia masih sadar, namun rasanya tak mungkin lagi untuk melawan. Delapan ujung pedang sudah menguncinya, melingkari tanpa cela dengan mata yang dingin dan kosong. Belum lagi darahnya yang terus merembes keluar dari luka tusuk yang menganga di perutnya. Faritzal membeku. Belati panjang dengan lumuran darah tergenggam kokoh di tangannya. Sementara mata menatap kosong ke dinginnya malam. Sementara suasana menjadi begitu senyap dan .. hampa. Tak satupun orang melangkah ataupun berkata. Semuanya masih tertegun. Haruskah Raja dipersalahkan? Bisakah mereka menghukum Raja? Dia bahkan belum menikah, lantas siapa yang bisa mengisi tahta? Angkasa? Dia sudah selesai, subuh ini. Tak satupun mulut berbicara, dan semua mata masih terbelalak. Termasuk para bang