Angkasa sekarang sudah berada di luar pusat hiburan provinsi timur, tidak lebih besar dari yang berada di ibukota. Tempat hiburan itu bentuknya seperti sebuah rumah, beberapa bangunan yang digabung menjadi saatu komplek, ukurannya cukup besar, sepuluh kali ukuran rumah Naviza. Lebih tepatnya ini adalah pusat hiburan malam.
Pasangan muda-mudi berlalu lalang keluar masuk lewat pintu depan, penjaga keamanan berbadan kekar siaga sepanjang malam di depan pintu, memeriksa dan memastikan tidak ada pengunjung pembuat onar yang masuk. Ataupun pihak keamanan kerajaan. Angkasa mengawasi kesibukan tempat itu dari sebrang jalan, duduk di rumah makan kecil yang kebetulan tepat berada di depan pintu masuk pusat hiburan.
Bersama satu anggota yang menjemputnya tadi, Angkasa duduk disana menunggu seseorang datang. Demi menyempurnakan penyamaran, mereka memesan sangat banyak makanan dan minum-minuman, sampai pemilik warung itu kewalahan.
Dia mengamati kesibukan pusat hiburan, baru saja ada rombongan yang datang, mereka membawa pengawal berseragam serba hitam seperti pakaian ninja, lalu yang dianggap majikannya, dia mengenakan pakaian dengan warna mencolok berbahan sutra. Jubah panjang hingga lutut, dari gaya pakaiannya Angkasa menyimpulkan majikan itu juga mahir bertarung.
Penjaga keamanan mendadak berubah ramah saat rombongan itu datang, mereka mempersilahkan bahkan mengantarkan masuk.
"Sepertinya mereka sudah datang," kata Angkasa kepada anggotanya yang juga ikut mengamati.
"Kita masuk sekarang?"
"Tidak, tunggu sebentar lagi.. aku butuh dia untuk masuk kesana," jawab Angkasa.
"Siapa yang sedang anda tunggu ketua?"
"Hanya seorang teman lama.." Angkasa menjawabnya dengan ramah,
Memang dia sudah banyak berubah. Dulu Angkasa sangat terkenal dengan sikapnya yang dingin dan tidak mudah didekati oleh sembarang orang, bahkan karena sikapnya itu, banyak anggota intel yang takut berteman dengan dia. Jika tidak memiliki apapun yang penting, pasti Angkasa tidak akan menggubris mereka. hanya kalangan tertentu saja yang bisa menyentuhnya.
Tapi, semenjak dia memegang tanggung jawab ketua Badan Intelejen menggantikan Eztyo, dia telah banyak berubah. Memang tidak mudah merubah image tentang dirinya, tapi dia berhasil sekarang, membuang jauh-jauh image sikap dingin dan tak tersentuh kalangan bawah. Dia merubah dirinya menjadi seorang pemimpin yang hangat dan ramah pada siapapun, sekalipun mereka hanya anggota paling bawah. Tapi, suatu ketika karakter aslinya tetap saja muncul.
Akhirnya teman lama yang ditunggu-tunggu datang. Laki-laki berbadan tinggi dengan wajah putih dan rambut hitam lebat tiba-tiba duduk di samping Angkasa. pakaiannya luar biasa ceria hingga membuat Angkasa tertawa.
"Bagaimana menurutmu?"
dia mempertanyakan pendapat Angkasa soal gaya bajunya malam ini. dengan senyum mengembang dan pembawaan yang santai seperti akan pergi ke pesta saja.
Angkasa masih menahan tawa melihat warna merah muda yang mendominasi pakaian temannya ini.
"Regha ? ah tidak salah lagi.. hahaha..." Angkasa tertawa terpingkal-pingkal. Sementara satu agen yang bersamanya berusaha menahan tawa.
Ternyata teman lama yang ditunggu Angkasa adalah Regha, dosen sejarah yang baru saja bertugas di sekolah Naviza pagi ini.
"Hei, jangan menertawakan aku!" Regha mulai marah. "Kau ingin aku membantumu masuk kesana kan? Baiklah.. ayo berangkat!"
Regha memang teman lama Angkasa, tapi sejak kapan? Sebelum Angkasa masuk ke markas Benang Merah, mereka sudah berteman baik. Regha pernah menjadi rekan mata-matanya, tapi spesialisasi keahliannya bukan mengawasi, dia pandai memainkan peran dan mengorek informasi. Lebih tepatnya, Regha memiliki sedikit kemampuan dalam berbicara. Dia lebih baik dibidang itu, tapi sangat lemah dalam pertarungan fisik.
Bukan seorang mantan preman seperti Angkasa, dia dari keluarga bangsawan terpandang di ibukota, memiliki pengaruh kuat dalam perpolitikan negeri. Tapi tidak banyak yang mengenalnya, karena dia lebih sering bermain di belakang layar. Hubungan pertemanan Angkasa dengan Regha sebenarnya tidak pernah putus, terlebih setelah Angkasa memegang kekuasaan intelejen, Regha bisa dibilang salah satu informan kuat Angkasa. mereka berdua terkadang berbagi cerita dan peran.
"Tunggu hey!" seru Angkasa menghentikan langkah Regha. "Sebagai apa kita masuk kesana?"
"Pelanggan," jawab Regha simpel.
Dia sebenarnya orang yang cool, seperti sikapnya saat di sekolah, tapi dihadapan Angkasa, dia selalu bisa menjadi apa saja yang dibutuhkan. Dia melempar pakaian baru dan memberi isyarat pada Angkasa untuk mengganti pakaiannya.
"Hanya kita berdua yang masuk. Angkasa, pakaianmu terlalu mencolok. Dengan pakaian seperti itu, sangat jelas terlihat kau seorang pendekar. Di dalam sana, kau harus terlihat seperti bangsawan yang haus hiburan dan wanita. kau mengerti?"
ekspresi Regha mendadak jadi serius. Wow! Dia benar-benar mendalami perannya.
֎֎֎֎
Hanya Regha dan Angkasa yang masuk ke dalam rumah hiburan. Sekitar lima orang intelejen berjaga diluar, menyamar dan menghilang di kegelapan malam.
Dengan gaya busana yang mewah dan layaknya bangsawan ibukota, Regha dengan mudah melewati penjaga keamanan. Angkasa mengikuti di belakang. Begitu mereka melewati pintu kedua, sekitar lima wanita penghibur langsung menyambut mereka.
Angkasa tidak terlalu terkejut dengan pemandangan ini, dia pernah beberapa kali masuk ke tempat sejenis ini di ibukota demi kepentingan penyelidikan. Hanya saja dia tidak sempat mempersiapkan penyamaran dengan baik hari ini. ditambah lagi insiden tidak terduga yang dialami Naviza.
Angkasa menolak semua wanita yang menawarkan diri padanya, akan sulit menyelinap dan bergerak jika ada wanita penghibur yang menempel pada mereka. lagi pula, hal itu bukan sesuatu yang disukai Angkasa. dia sebenarnya sangat membenci masuk ke tempat seperti ini, tapi tuntutan pekerjaan mengharuskannya melakukan.
Banyak meja dan kursi, sebagian berupa bilik-bilik ruangan, semuanya penuh dengan laki-laki yang dikelilingi wanita. Angkasa mengamati dengan cermat dan cepat, menganalisa setiap wajah yang dia lihat. Mencoba menemukan wajah dengan ekspresi mencurigakan dan penuh kepentingan, wajah yang selalu siaga dan waspada, wajah-wajah itu akan mengantarkan dirinya menemukan kelompok kepentingan yang melakukan perjanjian di tempat ini. dia berkonsentrasi betul, matanya menyelidik ke segala penjuru ruangan. Sebelum Regha menarik tangannya dan membuyarkan segalanya.
"Hei!" protes Angkasa.
"Arah jam 5!" Regha membisikan petunjuk,
dia sudah menemukan dimana rombongan itu berada. Angkasa langsung memutar arah mencari keberadaan kelompok yang membuat kesepakatan ilegal itu. Regha mengajak Angkasa ke meja kosong dekat tempat perjanjian. Dari meja itu mereka bisa mengamati dan mengawasi kegiatan yang dilakukan target.
"Dimana pihak Guldoranya?" bisik Angkasa menyelidik.
"Amati wajah mereka baik-baik. Ada pejabat pemerintah Guldora diantara mereka," jawab Regha.
Angkasa menemukannya!
Dia memperhatikan baik-baik wajah orang berpakaian warna biru tua yang ditunjukkan Regha. Regha bisa mengenali wajah pejabat Guldora karena dia sebelumnya sering pergi kesana sebagai perwakilan keluarganya dalam urusan bisnis perdagangan. Keluarganya memiliki hak resmi kerajaan melakukan perdagangan bijih besi dengan Guldora.
"Namanya Vorsel, aku pernah bertemu dia saat menjual bijih besi tahun lalu di Guldora. Aku tidak tahu jabatan apa yang dia miliki di pemerintahan, tapi dia cukup berpengaruh disana." Bisik Regha.
"Dia mengenali wajahmu? Kalian saling kenal?" tanya Angkasa.
"Mungkin iya, mungkin tidak. Kau ingin aku bagaimana?" jawab Regha.
Angkasa diam sebentar, dia mencoba menghitung beberapa alternatif tindakan yang mungkin bisa dilakukan sekarang. pertama, dia harus mengetahui siapa yang bertransaksi dengan Guldora. Dan kedua, bagaimana mereka bisa menjalin hubungan dengan Guldora tanpa kena pelanggaran hukum?
"Aku harus melihat wajah mereka. ada ide?"
"Hanya melihat? Tidak mengidentifikasi?" Regha mempertegas keinginan Angkasa, sebab permintaan itu terasa terlalu mudah baginya.
"Tentu saja untuk mencari tahu siapa mereka," Angkasa menjawab pertanyaan Regha dengan muka datar.
Angkasa tiba-tiba berdiri, tentu saja Regha jadi panik menebak apa yang akan dilakukan Angkasa. dia pergi mengikuti seorang pembawa minuman keluar ruangan. Regha menunggunya, seperti sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan Angkasa, semenit kemudian tebakan Regha benar, Angkasa sudah muncul lagi dengan pakaian pelayan minuman lengkap dengan senampan minuman dan berjalan cepat menuju meja penting target mereka.
Regha tertawa takjub. "Dia sangat cepat ! hahah.." lalu kembali ke mejanya dan duduk mengamati dari jauh.
Pengawal rombongan itu menghentikan Angkasa melangkah lebih jauh. Angkasa sempat kaget sebentar. kalau sampai sini saja sudah dilarang, bagaimana dia bisa lebih mendekat ke mereka? Regha tertawa kecil dari jauh. Dia menyayangkan strategi Angkasa yang pura-pura jadi pelayan minuman.
"Tentu saja kau tidak bisa mendekat lebih dari itu.. haha"
Regha beranjak dari duduk manisnya. Berjalan berlenggak-lenggok seperti orang mabuk dengan memasang wajah tidak serius sama sekali. Dia membuka kipas tangan berwarna biru muda yang sejak tadi dia selipkan di saku baju,, terus berjalan zig-zag ke depan, dan menyengajakan diri mendorong Angkasa dari belakang seolah dia tidak sengaja menabraknya.
Minuman yang dibawa Angkasa menyiram baju pengawal keamanan rombongan. Angkasa paham isyarat yang dibuat Regha, dalam kesempatan kekacauan kecil ini dia mencuri pandang lebih dekat sambil membersihkan dan minta maaf pada pengawal itu. Regha segera mengambil alih, dengan gaya mabuknya dia menerobos melewati pengawal ke meja perjanjian. Ada lima orang yang menatapnya heran sekaligus waspada. Regha segera mencairkan suasana.
"Hmm,, tuan-tuan.. saya benar-benar minta maaf atas kekacauan kecil ini, demi menebus dosa saya yang tidak terampuni ini, apa yang bisa saya lakukan untuk tuan-tuan sekalian?" kata Regha.
Salah satu dari mereka memberi isyarat tangan menyuruh Regha pergi dengan ekspresi wajah kesal. Saat orang itu mengangkat tangannya, Regha dengan cermat mengamati setiap detail apapun yang melekat pada orang itu, mulai dari pakaian, motif kainnya, setiap tanda pada kulit hingga aksesoris yang dipakai. Hanya ada satu menit untuk mengamati dan mencari petunjuk, sebelum akhirnya pengawal mereka mengusir Regha juga.
Angkasa sudah ganti baju lagi, dia kembali ke meja, duduk bersama Regha agak jauh dari meja target mereka.
"Kau dapatkan sesuatu?" tanya Angkasa.
"Heemm." Regha mengangguk. "mereka kelompok dagang Naga putih. Ada tanda di pergelangan tangannya, mirip huruf S tapi itu logo seekor naga," kata Regha.
Angkasa mencoba mengingat lagi informasi-informasi yang selama ini dia kumpulkan, mencoba mencari di dalam memorinya tentangg Naga putih.
"Mereka pedagang makanan pokok? Tidak ada yang mencurigakan dalam profil kelompok dagang mereka Regha," kata Angkasa
"Benarkah?" Regha masih menyangsikan informasi Angkasa berkenaan legalitas operasi dagang Naga Putih. "Apa saja yang kau tahu tentang mereka?"
"Mereka kelompok dagang terbesar di Zakaffa, punya cabang di seluruh provinsi, dan mereka rajin menyerahkan laporan keuangan pada departemen perdagangan pemerintah. Tidak ada yang mencurigaakan dalam laporan tentang mereka," jelas Angkasa.
"Ternyata mereka lebih rapi dari yang aku duga. Baiklah kalau begitu akan aku cari tahu soal mereka." Regha beranjak pergi,
"Tunggu dulu Regha. Kau merasa tidak ada yang aneh?" Angkasa tiba-tiba membisik penuh curiga. "Mengapa rasanya begitu mudah ?"
Dan, benar saja kecurigaan Angkasa. terlalu aneh kalau mereka mengadakan pertemuan super penting ditempat seperti ini. Angkasa sekali lagi menyelidik tempat itu secermat mungkin, sekali lagi dia harus memastikan keanehan suasana yang dia rasakan.
Dia sering ke tempat hiburan sejenis ini di ibukota, tapi suasananya sungguh berbeda dengan disini, dia juga pernah masuk ke tempat hiburan hampir di semua provinsi di Zakaffa tapi suasananya juga berbeda. Di tempat hiburan lain, mereka semua hampir tidak memperhatikan pengunjung lain, semua hanya sibuk dengan urusan masing-masing. Keamanan memang ketat tapi tidak seketat tempat ini. lampu-lampunya tidak redup dan tidak ada mata yang saling mengawasi.
Disini, Angkasa setidaknya menemukan sepuluh orang yang terus mengawasi tempatnya berada. Mereka semua pelanggan, berpakaian layaknya bangsawan, tidak jauh berbeda dengan dia dan Regha. Tidak kurang lima kali pembawa makanan atau minuman melirik ke mejanya saat lewat. Dan penjaga keamanan yang terlalu waspada di setiap sudut, kewaspadaan yang tidak wajar untuk keamanan tempat hiburan.
Dia mengamati tempelan-tempelan di dinding dan hiasan di meja pelanggan, ditempat hiburan lain rata-rata selalu memajang lukisan bunga atau pemandangan di dinding mereka dan menempatkan vas bunga di meja pelanggan. Barang seperti itu tidak ada ditempat ini.
"Regha, kita berada di dalam markas mereka. ini bukan tempat hiburan biasa!" bisik Angkasa pelan. "amati setiap ujung meja dan beberapa lukisan yang dipajang, selalu ada tanda yang sama! Gambar Naga yang dipahat pada semua barang itu. ini memang tempat pertemuan mereka!"
Tentu saja Regha terkejut setengah mati, jika benar prediksi Angkasa, artinya mereka berdua sedang masuk ke sarang musuh. Jika sampai mereka tahu siapa dirinya dan Angkasa, pasti sulit sekali keluar dari sini dengan damai.
Sedikit informasi yang diketahui Regha soal kelompok dagang Naga putih ini, mereka sangat kuat dan kasar, apalagi terhadap musuh dagang ataupun aparat negara yang tidak sejalan dengan mereka. tiga tahun lalu, dia pernah terlibat konflik kecil dengan salah satu anggota kelompok dagang ini, namanya tentu saja pernah masuk dalam daftar hitam pelanggan. Regha menceritakan itu semua pada Angkasa dengan volume suara sangat lirih.
"Kau punya lebih banyak informasi?" balas Angkasa.
Regha mengangguk.
"Ayo kita keluar sekarang!"
Angkasa memimpin jalan, setelah membayar tagihan pesanan minuman, sebelum penjaga keamanan mereka mencium kecurigaan, lebih baik mereka pergi dengan ketenangan dan kedamaian. Tujuan pertama Angkasa sudah tercapai, mengetahui siapa yang berhubungan dengan guldora. yaitu organisasi dagang Naga Putih.
Tujuan kedua harus segera ia pecahkan mulai sekarang.
֎֎֎֎