PP-14

1531 Words
Hari ini, tepat sebulan Nadien bekerja di tempat barunya. Ia juga sudah bisa menikmati pekerjaannya kini. "Nad, dipanggil Bu Sarah suruh ke ruangannya," ujar Monik. Nadien mengangguk, kemudian bergegas ke ruangan Bu Sarah. "Iya, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Nadien. "Tolong antarkan berkas ini ke ruangan Radika ya, Nad! Di sini ada dokumen untuk dia rapat nanti siang," pinta Bu Sarah. Nadien mengangguk kaku. Entah mengapa, sampai hari ini ia masih sangat canggung dengan bos besar perusahaannya itu. Bukan canggung seperti bos dan pegawai, tapi kecanggungan yang tak bisa Nadien jelaskan. Intinya ia tidak nyaman berada di sekitar orang itu. "Ini ya, Nad. Makasih banyak loh. Soalnya saya masih banyak pekerjaan di sini," ungkap Bu Sarah. "Iya, Bu tidak apa-apa," balas Nadien sembari tersenyum. Seperti yang diminta Bu Sarah, Nadien pun segera membawa beberapa dokumen itu ke ruangan Radika, yang berada dua lantai di atas ruang kerjanya. "Selamat pagi, Mbak. Pak Radikanya ada? Ini ada titipan dari Bu Sarah, untuk bahan meeting nanti siang." Nadien berniat menitipkan berkas itu pada sekretaris Radika yang ada di depan ruangan laki-laki itu. "Hmm.. lebih baik Mbak sampaikan sendiri ke Pak Radika ya, Mbak? Takutnya nanti pas Pak Radika cek berkasnya, ada yang mau Beliau tanyakan juga," usul sekretaris itu. Nadien membaca name tag perempuan yang sepertinya berusia lebih muda darinya itu. Mia. Namanya Mia. "Oh.. iya, Mbak. Kalau begitu saya masuk dulu ya," "Iya, silakan," balas Mia. Nadien mengetuk pintu ruangan Radika, hingga laki-laki itu mempersilakannya masuk. "Oh.. dari bagian personalia?" tebak Radika sambil melirik Nadien. "I.. iya, Pak," jawab Nadien. "Duduk!" suruh Radika. Nadien pun duduk di hadapan laki-laki itu. "Ini, Pak ada titipan dari Bu Sarah. Katanya salah satu bahan untuk meeting nanti siang. Silakan Bapak cek!" ujar Nadien. "Iya. Tunggu sebentar," balas Radika yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Nadien mengembuskan napas panjang. Selama beberapa menit, ia hanya duduk diam sambil mengamati ruangan sekitar. "Mana berkasnya?" Lamunan Nadien buyar ketika suara berat Radika kembali terdengar. Cepat-cepat, Nadien pun memberikan dokumen yang Bu Sarah titipkan. Radika menerimanya, lalu memeriksa berkas yang Nadien serahkan. "Hmm.. baik. Kamu tidak keberatan kan kalau saya minta temani meeting nanti? Kebetulan Mia izin pulang cepat setelah makan siang karena ayahnya sakit," tanya Radika. Nadien tersentak. Matanya membulat. Ikut meeting bersama Radika? "Kenapa? Maksudnya, kata Mbak Sarah kan kamu dulunya juga punya posisi yang penting di perusahaan sebelumnya, jadi pasti paham dong dengan kontrak kerja sama dan semacamnya? Kamu cukup jadi notulen saya, sekaligus menjelaskan secara singkat tentang profil perusahaan dan kinerja pegawai kita saja kok. Ya.. intinya menekankan pada mereka kalau pegawai kita kompeten di bidang ini," terang Radika panjang lebar. "Bi.. bisa kok, Pak," balas Nadien. Memangnya dia bisa menolak perintah bosnya? Apalagi Radika memiliki alasan sekuat itu untuk mengajaknya. "Bagus. Kalau begitu coba kamu pelajari berkas-berkas ini, ya. Ini bahan meeting nanti. Kita akan berangkat setelah jam makan siang," ujar Radika. Nadien mengangguk patuh sembari menerima berkas yang Radika sodorkan padanya. Ia pun mulai membaca berkas-berkas itu. Dua jam berlalu. Nadien kini tengah membereskan bungkus makanan yang tadi Radika pesan untuk makan siang mereka. Radika bilang, ia tidak punya waktu untuk makan di luar, karena masih ada hal yang harus ia kerjakan sebelum meeting. Jadi ia memutuskan memesan makanan dan minta diantar ke ruangannya. "Sudah selesai, Nadien? Tolong bawakan berkas itu ya!" perintah Radika. Nadien mengangguk. Setelah itu mereka pun keluar dari area kantor. Nadien cukup terkejut saat mengetahui bahwa perusahaan yang akan bekerja sama dengan tempatnya bekerja adalah salah satu cabang perusahaan Renandy's Group. "Ayo, Nad!" ajak Radika karena Nadien yang masih tampak seperti enggan turun dari mobil. Nadien pun akhirnya segera melepas sabuk pengaman yang membelit tubuhnya, dan turun dari mobil. Nadien berjalan di belakang Radika. Kepalanya sedikit tertunduk, karena ia tahu, beberapa orang penting di perusahaan ini cukup mengenalnya. "Ruangan meetingnya di sebelah sana, Pak, Mbak," ujar seorang pegawai yang baru saja mengantar mereka ke ruang meeting. Radika dan Nadien pun masuk. Ternyata di dalam sudah ada beberapa orang dan perusahaan yang berbeda-beda. Nadien dan Radika pun duduk bersebelahan setelah dipersilakan oleh seorang wanita, yang kalau tidak salah Nadien ingat adalah salah satu manajer di perusahaan ini. "Mohon tunggu sebentar ya, Bapak Ibu sekalian. Kita masih menunggu perwakilan dari satu perusahaan lagi, dan juga Pak Dirgam," terang Cantika, manajer yang tadi mempersilakan mereka duduk. Nadien cukup mengenal sebuah nama yang Cantika sebutkan. Pak Dirgam adalah salah seorang tangan kanan Rafael, kakak Vania. Tak berselang lama, pintu ruang meeting terbuka. Semua mata tertuju ke sana. Di sana tampak seorang lelaki paruh baya yang Nadien kenali adalah Pak Dirgam, serta dua orang yang amat sangat tak asing bagi Nadien. Mata Nadien membulat. Ia bahkan sampai meremas roknya sendiri saking kagetnya. Setelah beberapa detik, satu-satunya perempuan di antara tiga orang yang baru saja datang itu juga menangkap keberadaan Nadien. Ia pun tak kalah kagetnya dari Nadien. "Bu.. Bu.. Bu Nadien?" Sesaat setelah wanita itu menyebutkan nama Nadien, dua laki-laki di sampingnya pun segera mengikuti arah pandangnya. Kedua laki-laki itu tersenyum. Membuat perasaan Nadien semakin bercampur aduk. Ia semakin keras meremas roknya. "Loh.. Bu Nadien datang juga?" sapa Pak Dirgam ramah. Salah seorang laki-laki yang baru saja datang adalah Pak Dirgam, direktur perusahaan ini. "Mari Pak, Daniel!" ajak Pak Dirgam sembari mempersilakan Daniel masuk lebih dulu. Yup. Satu orang laki-laki lagi adalah Daniel. Dan wanita yang datang bersamanya adalah Kartika, sekretarisnya. Apakah itu artinya mereka akan mengerjakan proyek yang sama? Nadien menoleh ke arah Radika yang memanggilnya. "Kamu mengenal Pak Dirgam?" tanya Radika. Nadien mengangguk kecil. "Kebetulan saya dulu juga pernah bekerja sama dengan Beliau, Pak," jawab Nadien seadanya. Radika mengangguk paham. "Baiklah, karena semuanya sudah datang, rapatnya bisa dimulai sekarang. Untuk urutan presentasinya akan ditentukan oleh Pak Dirgam. Lalu-" "Tunggu! Kok nama perusahaan Bu Nadien tidak tercantum di sini?" potong Pak Dirgam. Nadien menelan salivanya kasar. Sepertinya lelaki paruh baya itu belum tahu kalau perusahaannya sudah hancur. "Nadien datang sebagai salah satu perwakilan perusahaan saya, Pak. Megatama Corp," sahut Radika. Daniel, Pak Dirgam, Cantika dan Kartika pun langsung mengalihkan tatapannya ke arah Nadien dan Radika. Sepertinya mereka terkejut dengan apa yang Radika sampaikan. "Maaf, kenapa ya? Apa ada masalah?" tanya Radika yang merasa aneh ditatap sedemikian rupa oleh beberapa orang. "Maaf, Pak, Bu, apa tidak sebaiknya rapatnya segera dimulai saja?" tanya Nadien. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan karena risih ditatap seperti itu. Terutama oleh Daniel. Rapat pun segera dimulai. Namun, sepanjang rapat Nadien tidak bisa fokus karena Daniel yang masih saja memandanginya. Ia sadar jika laki-laki itu terus memandangnya. Tapi ia berusaha bersikap acuh agar laki-laki itu tidak semakin menjadi-jadi. Rapat usai. Megatama Corp berhasil memenangkan salah satu tempat dalam proyek ini. Hal itu mengharuskan Nadien dan Radika tinggal lebih lama di ruangan ini. Dan sialnya, Daniel juga masih ada di sini. Mereka membicarakan hal-hal kecil terkait proyek yang akan dikerjakan bersama. "Oh iya, saya baru tahu Bu Nadien sekarang bergabung dengan Megatama. Bagaimana ceritanya, Bu?" telisik Pak Dirgam. Nadien semakin merasa tidak nyaman. "Saya.. saya bekerja sebagai staff personalia di Megatama, Pak. Tapi kebetulan sekretaris Pak Radika sedang ada urusan lain, jadi saya yang mendampingi Beliau," terang Nadien seadanya. Ia sadar, jika apapun yang ia lakukan dan katakan kini, tak pernah luput dari pengawasan Daniel. "Bagaimana ceritanya? Lalu perusahaan Ibu?" tanya Pak Dirgam lagi. "Hmm... ada masalah yang tidak bisa saya jelaskan, Pak. Yang pasti, sekarang saya adalah bagian dari Megatama Corp," ujar Nadien. Pak Dirgam masih terlihat kurang puas mendengar jawaban Nadien. Tapi, seseorang segera mengalihkan pembicaraan kembali tentang proyek sehingga pembahasan tentang Nadien berhenti. "Kamu berhutang penjelasan pada saya ya, Nadien," bisik Pak Radika. Nadien menunduk. Namun beberapa detik berikutnya secara refleks ia menoleh ke arah Daniel yang kini tengah menatapnya tajam. Kenapa? Kenapa laki-laki itu tiba-tiba melemparkan tatapan seperti itu pada Nadien? Setelah pembicaraan selesai, Pak Dirgam mengajak Daniel keluar terlebih dahulu. Tapi Daniel menolak, membuat perasaan Nadien semakin tidak enak. "Kartika, kamu tidak keberatan kan pulang naik taksi?" tanya Daniel pada sekretarisnya. Tapi tatapannya tak pernah lari dari Nadien. "Oh.. iya tidak apa-apa, Pak," balas Kartika sopan, seperti biasanya. "Hmm.. Pak Radika, saya mau izin membawa pegawai Anda pergi sebentar, tidak masalah kan?" Nadien dan Radika saling pandang. Radika melempari Nadien dengan tatapan penuh tanya, sementara Nadien menggeleng kecil ke arah Radika. "Boleh kan, Pak?" ulang Daniel. "Maaf, tapi untuk apa ya, Pak?" tanya Radika. "Saya mau bicara empat mata dengannya," balas Daniel. "Maaf, tapi saya masih banyak pekerjaan di kantor," sahut Nadien. "Aku bisa menemanimu lembur di kantor kalau pekerjaanmu nanti tidak selesai," balas Daniel yang membuat Nadien menatapnya sengit. "Maaf, Pak Daniel. Tapi-" "Saya hanya ingin bicara sebentar dengan istri saya. Nanti saya akan mengantarnya kembali ke kantor setelah pembicaraan kami selesai." Nadien menelan salivanya kasar. "Istri?" kaget Radika. Daniel mengangguk sembari tersenyum miring. Sesaat kemudian, Nadien tersentak saat sebuah tangan menariknya kasar untuk keluar dari ruangan itu. Nadien terlalu shock hingga ia tidak bisa melawan saat Daniel membawanya pergi. *** Bersambung.... Kali ini cukup panjang loh.. hampir 1500 kata. Semoga ke depannya bisa istiqomah segini ya per chapter :D Jangan lupa klik love di bagian depan agar cerita ini masuk ke pustaka dan lebih mudah tahu uodateannya yaa... follow ig riskandria06 atau sss Andriani Riska untuk berteman denganku. Terima kasih, aku tunggu kritik dan sarannya :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD