Operasi usus buntu atau apendektomi merupakan tindakan operatif yang dilakukan kepada penderita apendisitis atau radang usus buntu yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Jika apendisitis tidak ditangani dengan segera, usus buntu dapat pecah dan membahayakan jiwa pasien.
Sebelum dilakukan apendektomi, pasien tidak diperbolehkan untuk makan dan minum selama setidaknya 8 jam sebelum operasi. Baik sebelum dan sesudah pelaksanaan apendektomi, pasien diharuskan untuk didampingi oleh anggota keluarga. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan riwayat medis untuk memastikan kondisi pasien sebelum apendektomi dilakukan. Pasien akan diberikan anestesi (bius) total selama pembedahan berlangsung. Pasien juga akan diberikan cairan intravena yang berisi obat-obatan baik itu sebelum, sesudah maupun selama dilakukannya tindakan apendektomi. Pada beberapa kasus apendektomi, anestesi lokal dapat digunakan sebagai pengganti anestesi total.
Rama termenung sejak tim medis keluar dari ruang rawat Yasmin. Bukan termenung karena memikirkan biaya pengobatan. Dia orang kaya, operasi seperti ini tidak masalah baginya. Namun yang membuatnya termenung seperti orang bodoh karena dia tidak tahu apa-apa.
Entah berapa bulan dia hidup bersama Yasmin. Selama ini, dia tak menoleh ke arah Yasmin. Melihat Yasmin lama-lama hanya akan membuat suasana hatinya memburuk. Lalu, kali ini, dia dipaksa untuk bersamanya.
Sebenanya bukan dipaksa tapi terpaksa. Rama terpaksa harus menunggui di kamar berukuran sedang itu. Dia bisa saja pergi setelah berbaik hati membawa Yasmin ke rumah sakit tadi tapi dia tidak melakukannya. Dia tidak pergi bukan karena tidak peduli tapi karena dia sadar betul tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki apalagi yang sakit sekarang adalah istrinya.
Oh ayolah, Rama masih punya otak yang digunakan untuk berpikir.
Ada juga yang membuat Rama tak habis pikir, selama ini mereka tinggal dalam satu rumah. Yasmin tak pernah mengeluh atau menunjukkan kalau dirinya sakit. Dan sekarang, tiba-tiba pingsan dan tahu-tahu terkena radang usus buntu dan harus dioperasi.
Mengusap wajahnya gusar, Rama menatap depan di mana Yasmin tengah terpejam beberapa saat lalu karena penenang yang dokter berikan. Rama belum memberitahu papanya, dia takut kalau Pak Ilham jatuh sakit karena terkejut mendengar Yasmin masuk rumah sakit. Atau mungkin Rama lebih takut jika papanya sakit karena sakitnya Yasmin..
Rama merasa jika papanya sekarang lebih mencintai anak mantunya itu daripada putranya sendiri.
Bisa dibilang, Rama kesal berada di sana menunggui Yasmin. Beberapa saat lalu, Yasmin baru saja keluar dari rumah sakit karena kecerobohannya sendiri dan sekarang malah sakit begini. Kalau saja Yasmin membuka matanya sekarang, Rama yakin kalau dirinya akan menghujat Yasmin saat itu juga.
Sialnya, Yasmin kembali terbangun saat Rama beranjak akan pergi. Lelaki itu langsung memusatkan pandangannya pada Yasmin seorang.
“Apa?” tanya Rama ogah-ogahan.
Yasmin tidak tahu kenapa dia menangis, hanya saja dia terlanjur menangis saat melihat Rama.
Membuang pandangannya, Rama membuang napas kasar. Langkah lebarnya menuntunnya untuk menghampiri Yasmin.
“Sakit lagi?” tanya Rama datar.
Yasmin menggeleng, “Ayah,” lirihnya pelan.
Lelaki itu kembali membuang napasnya gusar. Masalahnya, hubungan Yasmin dan ayahnya tidak baik. Lalu, Rama harus apa kalau Yasmin meminta ayahnya. Apa dia harus mengemis di depan rumah lelaki itu? Yang benar saja. Rama tidak sudi meski dibayar satu triliun rupiah sekalipun.
Sepulang dari kediaman Yasmin dulu, Pak Ilham langsung menceramahi Rama panjang lebar. Beliau berpesan kalau Rama harus menjaga Yasmin dengan baik. Menjaganya, menyayanginya dan selalu ada untuk Yasmin tentunya. Pak Ilham juga bercerita lebih dalam tentang hubungan Yasmin dan ayahnya yang buruk karena perbuatannya di masa lalu.
Kebenarannya, Rama tidak mau tahu, tapi karena dia tidak mungkin menolak dan sudah terlanjur mendengar semuanya tanpa terkecuali, Rama tidak punya pilihan lain, selain mengetahui segalanya.
Kembali menatap ke arah Yasmin, Rama malah disuguhi raut wajah Yasmin yang kesakitan. Rama lantas mendekat, tangannya yang berada di dekat berangkar tidak sengaja menyentuh jemari Yasmin yang terjuntai di pinggir. Yang Rama rasakan adalah dingin yang menakutkan. Tangan istrinya ini benar-benar dingin.
Karena mendapat rangsangan suhu rendah seperti itu, otak Rama bekerja cepat. Dia langsung menekan nurse call dan tak selang lama tim medis kembali datang berbondong-bondong. Sejurus dengan tim medis yang mendekat, Rama mundur ke belakang. Dia bisa melihat segalanya.
Bagaimana perempuan itu kesulitan bernapas dengan sudut mata yang dibanjiri air. Tangannya mengepal kuat dengan mata yang terpejam rapat. Keringat yang membasahi pelipis perempuan itu, seolah perpaduan yang pas menggambarkan betapa sakit yang dirasakannya sekarang.
Rama seperti kehilangan beberapa detik dalam hidupnya. Dia belum pernah melihat perempuan kesakitan seperti ini sebelumnya. Bersama papanya dulu, dia sudah biasa jika papanya terkena serangan jantung mendadak tapi sekarang bersama Yasmin, Rama merasa ada yang menganjal dan dia tidak suka ada perasaan semacam ini.
“Pak, operasi diundur karena keadaa pasien tidak memungkinkan. Akan sangat berisiko kalau tetap melanjutkan operasi sesuai jadwal, tubuh pasien terlalu lemah. Kita harus menunggu kondisinya membaik terlebih dahulu.”
Rama tidak tahu, dia juga tidak paham, lelaki itu hanya mengangguk saja.
Dokter kembali pergi dan Rama kembali menghampiri Yasmin. Dia duduk di kursi yang berada tepat di samping ranjang Yasmin. Tatapannya lurus ke arah perempuan itu.
“Nggak sehat, nggak sakit, nyusahin aja kerjaannya,”
Yasmin menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, “Maaf,” lirihnya.
Rama menahan napas mendengar lirihan perempuan itu. Ah, otaknya pasti bermasalah lagi. Sejak kapan mendengar suara Yasmin seperti itu membuat darahnya berdesir. Bukan berdesir akan rasa nyaman yang menyenangkan tapi karena amarah yang sudah menyebar rata di setiap susunan syaraf dan persendiannya.
Tak mau memperparah keadaan, Rama diam saja. Dan beberapa menit berjalan, Yasmin kembali terpejam. Dia tertidur, sesekali meringis dalam tidurnya, Rama yang sedari tadi menunggui Yasmin hanya bisa menggeleng pelan.
Tidur saja masih bisa meringis kesakitan seperti itu, bagaimana kalau terbangun nanti. Mencoba tak peduli, Rama mengeluarkan ponselnya. Gara-gara gadis itu, pekerjaannya jadi berantakan. Seharusnya dia berada di kantor sekarang, bukan berdiam diri di kamar rumah sakit yang dibencinya seperti ini.
Sejak kapan dia menjadi penunggu rumah sakit, saat papanya sakit saja, Rama tidak pernah sampai menginap dan sekarang, dia malah harus bermalam sampai kondisi Yasmin stabil.
Gadis ini benar-benar!
***
Pagi yang cerah tapi tak secerah perasaan Rama sekarang. Sedari tadi, dia dibuat menghela napas karena panggilan masuk dari Devi yang seolah menerornya. Rama tahu betul kekasihnya itu, sekali dia bilang dia sedang di rumah sakit, Devi pasti akan langsung datang. Dan masalahnya, jika Devi sampai tahu kalau yang ditunggu Rama adalah Yasmin, perempuan itu pasti akan langsung sedih. Rama hanya ingin menjaga perasaan Devi tapi dia sendiri malah melukai perasaan istrinya.
Sebutan apa yang pantas untuk Rama sekarang?
Semalaman Rama menunggui Yasmin. Perempuan itu baru stabil keadaannya tadi malam, dan sebentar lagi akan dilaksanakan prosedur apendektomi. Selama itu juga, Rama merahasiakan sakitnya Yasmin dari Pak Ilham. Sudah pasti karena tidak ingin papanya khawatir. Meskipun kecewa dengan papanya karena pernikahan ini, Rama tidak kehilangan rasa hormat pada lelaki itu.
Yasmin sudah dibawa masuk ke dalam ruang operasi saat Rama terdiam di depan ruang tunggu. Jujur saja, lelaki itu tidak merasa khawatir sama sekali. Dia malah terlihat santai dengan tangan yang asyik memijati ponsel genggam.
Lelaki memang seperti itu, kedatarannya tidak bisa ditebak oleh orang lain, apalagi perempuan yang kebanyakan ingin dimengerti bukan mengerti.
Lelah memandang lantai, Rama memijit kepalanya pelan. Dia tidak pernah menyangka kalau akan datang hari seperti ini. Dia kira, Devi yang akan menemaninya sampai akhir tapi rahasia Tuhan benar-benar tidak ada yang tahu. Skenarionya begitu luar biasa. Sekarang, gadis lain yang harus dia jaga.
Kata orang, “Tresno jalaran soko kulino,” tapi mana? Sampai sejauh ini, hanya kebencian yang Rama tunjukkan. Dia begitu professional dalam hal membenci Yasmin. Dia bahkan tak segan untuk menghujat Yasmin dalam berbagai hal, termasuk hal sekecil apapun.
Contoh sederhananya, Rama marah saat Yasmin mencucikan bajunya. Lelaki itu sampai berteriak karena kesal. Dia merasa Yasmin sudah melanggar privasi di antara mereka, padahal Yasmin hanya ingin melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Atau paling tidak, Yasmin hanya tidak ingin berhutang budi.
Rama memang random, dia marah saat dirinya benar-benar membutuhkan Yasmin. Dia merasa berkhianat kalau sampai ada hati dengan Yasmin yang tak lain adalah istrinya sendiri. Padahal, memang seperti itulah yang benar. Sudah kewajibannya untuk mencintai Yasmin dengan sepenuh hati.
Sampai suara teguran menyadarkan Rama. Lelaki itu terperangah melihat Yasmin yang masih terpejam di ranjang di dorong menjauh. Tatapan Rama tak lepas di mana Yasmin berada. Dia terus melihat Yasmin yang di dorong di atas berangkar sampai benar-benar menghilang.
“Pak, bisa bicara dengan saya sebentar?”
Rama tersentak mendengar perkataan dokter, “Iya?”
“Mari ikut saya sebentar,” kata dokter mempersilahkan.
Rama kembali menoleh ke arah Yasmin di bawa pergi tadi dan perempuan itu sudah menghilang. Tersadar dari kebodohannya sendiri, Rama bergegas berjalan sesuai dengan yang dokter instruksikan. Mereka berjalan beriringan menuju ruangan dokter yang menangani Yasmin sejak awal.
“Operasinya berjalan lancar, Pak. Untung usus buntunya tidak sampai pecah. Kalau terlambat penanganannya, jiwa pasien bisa terancam.” kata dokter.
Rama tak merespon apa-apa.
“Untuk sementara waktu, hubungan suami istri libur dulu, ya. Menunggu kondisi pasien membaik. Kurang lebih 6 minggu, tergantung kesiapan dari tubuh pasien. Terkadang, ada yang pemulihannya cepat ada pula yang lama. Semua tergantung pada tubuh pasien.” Jelas dokter lagi.
Kalau posisinya sekarang tidak sedang di depan seorang dokter, Rama pasti langsung menghujatnya habis-habisan karena membicarakan perihal hubungan suami istri. Jangankan berhubungan seperti itu, bicara baik-baik saja hampir tidak pernah.
“Pasien akan diobservasi sampai pulih untuk memantau jika terjadi komplikasi lanjutan. Dan untuk beberapa hari ke depan, pasien belum bisa pulang karena kondisinya belum stabil. Kami juga akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut agar tidak ada kesalahan nantinya.”
Dan sekarang, baru lah Rama mengangguk.
“Apa selama ini pasien pernah mengeluh rasa sakit di bagian perutnya?”
Rama menggeleng kemudian mengangguk. Dia ingat, beberapa kali, dia pernah melihat Yasmin memegangi perutnya, Selain itu, Rama melihat pekerjaan Yasmin yang terhenti sesaat karena gadis itu sering berhenti di tengah kegiatan. Contohnya saat memasak, Yasmin terdiam dengan kedua tangan berpengangan pada meja pantry.
Rama tahu, dia melihat segalanya, tapi dia tak peduli dan tak menganggap itu suatu yang serius. Baginya, Yasmin sehat maupun sakit, tidak berpengaruh sama sekali untuknya. Dia bahkan sempat berpikir kalau Yasmin meninggal juga bersama ibunya saat itu, dengan begitu mereka tidak akan terjebak dalam keruwetan ini.
Tujuan Rama pertama kali saat keluar dari ruangan dokter adalah Yasmin. Dia ingin melihat gadis itu. Untuk apa pun, dia juga tidak tahu. Dia hanya ingin melihatnya. Sisi buruknya tentu saja berharap kalau Yasmin kenapa-napa. Baiknya dia, masih mengharapkan kebaikan bagi semua orang.
Langkah Rama terhenti saat melihat papanya tahu-tahu berada di depan ruangan Yasmin. Jujur saja Rama terkejut. Kalau dia diam saja, bagaimana papanya bisa tahu. Siapa yang berani ikut campur dalam masalahnya.
“Duduk, papa mau bicara!” kata Pak Ilham dingin.
Membuang napas kasar, perasaan Rama jadi tidak enak. Namin dia menurut dengan duduk tepat di samping ayahnya dengan pandangan menunduk.
“Papa tidak pernah mengajari kamu jadi pecundang seperti ini, Ram!”
Mendengar itu, Rama refleks menoleh ke arah papanya. Dia merasa tersentil dan tidak terima dengan yang Pak Ilham lontarkan kepadanya.
“Dari dulu, papa selalu ngajarin kamu supaya bertanggung jawab. Sekarang kamu tidak nggak sendiri lagi. Ada Yasmin, istri yang harus kamu jaga.”
“Pa-“
“Papa tahu kamu terpaksa, tapi papa mohon! Coba untuk menerima Yasmin. Papa percaya, Yasmin bisa menjadi istri yang baik buat kamu,”
Egois. Satu kata itu yang sekarang ada di benak Rama. Papanya egois. Beliau sudah tahu kalau Rama tidak suka dan tidak ingin, tapi dia terus saja memaksa dan menekannya.
Mencoba menahan emosinya, Rama memilih diam saja. Dia sadar betul kalau sampai bicara, dia pasti akan menyakiti hati papanya.
“Jangan menjadi pecundang seperti papa, Ram-“
“Papa yang pecundang!” potong Rama. Dia menatap papanya dengan tatapan dingin. “Kalau gadis itu sampai sakit, itu semua gara-gara papa.”
Pak Ilham terdiam.
“Harusnya papa tahu. Ada perempuan lain yang aku cintai, tapi dengan dalil sakit, papa maksa aku buat menikah dengan gadis itu. Kalau dia sampai sakit seperti ini, itu semua gara-gara papa. Dia tidak bahagia dan aku tidak bisa membuatnya bahagia.” kata Rama.
“Ram,” Pak Ilham menggeleng tak percaya, “Kamu-“
“Aku capek, Pa. Aku nggak betah satu atap sama dia. Meski dia nggak ganggu aku sekalipun.” Rama berdiri, dia tidak ingin mengatakan lebih jauh lagi.
“Setelah dia sembuh, aku akan menceraikannya. Terserah papa setuju atau tidak. Karena yang menjalani pernikahan ini aku, bukan papa. Kalau aku sama dia sama-sama tersiksa dengan hubungan paksa ini, lalu untuk apa terus dipaksakan. Lihat hasilnya, dia sampai sakit seperti ini.” Rama terdiam sejenak, dia mengambil napas dalam-dalam.
“Dia tersiksa hidup sama aku, Pa.”
Setelah mengatakan kalimat sefrustasi itu, Rama pergi begitu saja, membawa serta beban yang memberatkan kedua pundaknya.
Pak Ilham langsung menyentuh dadanya yang nyeri sejak mendengar kabar dari orang suruhannya kalau Yasmin masuk rumah sakit. Dan yang lebih parahnya lagi, Yasmin yang di dalam mendengar segalanya. Dia mendengar segalanya, tanpa terkecuali. Termasuk Rama mengatakan dia mencintai perempuan lain dan ingin berpisah dengan dirinya.
Namun, jangan berpikir bahwa Yasmin menangis mendengar perkataan Rama. Yang ada, perempuan itu tersenyum dan merasa bersyukur. Pak Ilham juga harus tahu yang sebenarnya. Terus-menerus berpura-pura hanya akan menyakiti semua orang, terlebih lagi yang menjalani.
Itu sangat menyakitkan. Jadi lebih baik, semuanya diakhiri, berhenti sampai di sini.