Bab 16 Mental Maling

1284 Words
"Selamat pagi!" Erick membuka rapat pagi ini. Semua anggota staff bagian divisi produksi berkumpul untuk membahas tentang produk baru yang sedang dipersiapkan produksinya di pabrik. Sella selaku pemilik proyek pun menyerahkan semua hasil tes yang telah dikerjakan kemarin kepada Erick. Parfum dengan aroma terbaru, dengan target pemasaran pada peralihan musim hujan ke musim kemarau sudah siap diluncurkan. Setelah melalui serangkaian ujicoba keamanan dan kesegaran, akhirnya hasilnya menunjukkan kepuasan. "Pada kesempatan ini, saya juga ingin mengajukan proposal hasil riset Rosy bersama saya, Pak Erick," ucap Moris seraya menyodorkan sebuah map kepada Erick. Tentu saja, Moris mengulas senyuman tipis pada semua rekan kerjanya. Apalagi, beberapa di antaranya memberikan semangat dengan bertepuk tangan. Rosy pun tampak bangga, meskipun berusaha menghindari bertatap mata dengan Sella. "Oke, kerja tim yang bagus," sahut Erick seraya menarik map dari Moris. Sella hanya bisa menatap interaksi antara Rosy dan Moris diam-diam. Sebuah pemandangan yang membuatnya kesal, tetapi otaknya segera menganalisa bahwa kemungkinan bibit saling ketergantungan antara kedua sudah di mulai. Maka, dia akan membiarkannya dulu hari ini. "Target pasar kalian mencakup usia awal remaja, berkisar antara dua belas sampai sembilan belas tahun?" ulang Erick begitu menyimak isi proposal Moris. "Betul," sahut Moris antusias. "Alasannya?" "Formula ini kami buat harum lembut dan manis, perpaduan antara buah dan bunga. Cocok bagi para gadis yang mulai beranjak remaja. Dan yang pasti aromanya tidak terlalu kuat sehingga masih related dipakai di lingkungan sekolah." Moris menjelaskan dengan semangat, seolah-olah yakin dengan formula yang telah dia teliti berdasarkan tren pasar saat ini. "Gadis usia segitu baru mulai mencari jati dirinya, dengan kata lain sering berubah-ubah moodnya, maka kami berencana juga untuk membuat produk ini bisa terjangkau dari segi harga. Kami mempertimbangkan untuk menciptakan design wadah secara ekonomis. Paket berukuran kecil, tetapi dalam satu paket pembelian bisa mendapatkan beberapa aroma berbeda." "Kau masih memiliki proposal formula lain yang bisa dimasukkan ke dalam proyek yang ini?" tanya Erick, cukup dibuat penasaran dengan ide Moris dan Rosy. Sikap profesionalisme Erick seperti ini yang sangat disukai Sella tentunya. "Bisa dikolaborasikan dengan proyek Sella dan Nena. Bukankah, sama-sama bakal diluncurkan dalam waktu dekat? Riset produk maupun pasar kami pun sudah lengkap, tinggal uji coba laboratorium dan selebihnya bisa diproduksi bersamaan dengan proyek Sella dan Nena. Tiga produk parfum dalam ukuran ekonomis dan dibundling secara eksklusif," ucap Moris dengan nada sangat meyakinkan. Pria itu merasa sangat percaya diri dengan proposal miliknya. "Segmen yang disasar pun tidak banyak berbeda. Bila produk kami menyasar pasar remaja awal, dan Sella juga Nena menyasar pasar remaja dewasa, maka akan sangat mungkin ide untuk kolaborasi dalam hal pemasaran dapat dilakukan," tambah Moris lagi, terkesan sangat yakin dengan proyek risetnya. "Oke, bisa diterima idenya. Apa ada yang merasa keberatan?" Tatapan mata Erick kini beralih ke semua staff yang hadir dalam rapat. "Tidak ada, Pak," jawab mereka serempak. "Baik, akan aku masukkan hasil rapat pagi ini pada pertemuan dengan divisi lain," ucap Erick kemudian. Sella terlihat diam, dia sibuk mengamati lampiran proposal yang diberikan Rosy kepada semua peserta rapat. Isi bahan formula apa saja yang digunakan dalam pembuatan proyek Parfum Moris dan Rosy memang tidak dilampirkan secara detail. Namun, penyusunan proposal itu sangat mirip dengan miliknya. Sella merasa curiga kalau sebenarnya yang dibawa Moris dan Rosy ke meja rapat hasil mencuri miliknya. Hatinya pun diliputi rasa kesal yang sulit diluapkan. Selesai rapat, Sella dan rekan kerjanya langsung undur diri. Kembali ke tempat kerja dan mulai menyelesaikan tugas. Sella diliputi kegundahan. Proposal yang diminta Rosy beberapa hari lalu dia simpan di rumah. Kemungkinan besar, Rosy yang mengambilnya saat ke rumahnya beberapa hari lalu. "Terima kasih, Sella. Karena proposal mu ini, aku dan Moris dapat bonus besar," sorak Rosy bersuka cita. Sebuah kejadian di masa mendatang yang harus digagalkan Sella. Saat itu, dirinya dengan senang hati memberikan proposal yang dibuatnya untuk mereka berdua. Namun, tidak untuk kali ini. Setelah dia mengetahui bahwa tidak ada ketulusan dalam diri Rosy dan Moris. Yap, setidaknya membuat dua orang itu berhenti menggunakan kesempatan mendapatkan apresiasi, dengan cara curang dan menginjak-injak dirinya. Dia tidak rela, dua manusia itu mendapat hasil dari kerja kerasnya. Begitu melihat Moris keluar dari ruangan kerja menuju taman untuk sekedar merokok, Sella pun berinisiatif untuk menemuinya di sana. Sella menguatkan hati agar tidak menjadi sosok yang cemen dan tidak enak hati seperti dulu. Setelah mengembuskan napas perlahan, Sella pun membuka pintu kaca yang memisahkan antara gedung kantor dengan taman samping. "Boleh aku menanyakan sesuatu, Moris?" ucap Sella berdiri di belakang pria itu dalam radius dua meter. Saat ini Moris menghadap ke arah hamparan rumput yang hijau, membelakangi keberadaan Sella. Tentu saja, Moris langsung menengok ke belakang. Dipandanginya sosok perempuan yang menjadi kekasihnya itu sedang menatap ke arahnya. Moris yakin, begitu melihat betapa cerdas otaknya saat mempresentasikan proposalnya tadi, Sella terpesona padanya. Moris pun tersenyum lebar saat mendapati Sella langsung menemuinya. "Kau mau tanya soal apa?" "Proposal yang kamu presentasikan tadi, di hadapan pak Erick dan rekan tim kita," jawab Sella dengan suara lugas. "Memangnya kenapa? Dari raut wajahmu, apa itu mengartikan kau menolak berkolaborasi dengan proyekku?" ujar Moris, bergaya sombong dengan bersedekap tangan saat memutar tubuhnya menjadi menghadap ke arah Sella. "Bukan soal ide pemasarannya, tapi isi formula yang kau sodorkan kepada tim penguji sampel laboratorium produksi," jawab Sella, menunjukkan keseriusan, tidak memberikan kesempatan bagi Moris untuk dianggap sebagai guyonan. Pria itu melengos, merasa Sella sudah keterlaluan mempertanyakan bagian ini. Baginya, Sella telah melakukan sebuah penghinaan, seolah-olah tidak mampu bekerja. Wajah Moris pun berubah beringas saat mengalihkan pandangannya ke arah Sella kembali. "Sebenarnya apa yang mau kau katakan!" Mata Moris mendelik. Aroma kemurkaan pun langsung muncul, tetapi itu tidak menggoyahkan tekad Sella untuk menghentikan niat Moris, karena kematiannya masih beberapa tahun mendatang, bukan hari ini. "Apa kau mengambil ide proposal yang kemarin kau minta dariku?" "Astaga, haissshh!" Moris mendesis, matanya mendelik lebih tajam, sebagai bagian dari sikap defensif saat dirinya merasa diserang oleh Sella. "Jangan tersinggung kalau memang bukan, karena aku sudah melakukan riset itu selama lebih dari enam bulan. Tentu aku hafal tiap detailnya," tukas Sella, mencoba untuk memenangkan argumentasinya. Dia tahu, Moris pasti telah melakukan kecurangan itu. "Detail apa yang kau maksud? Aku tidak seperti yang kau tuduhkan!" Sella diam, menyimak. Segala kemarahan Moris yang tidak pernah terlihat saat sebelum dirinya dihidupkan kembali. Kini, Sella bisa melihat dengan mata terbuka, bahwa memang Moris bukan laki-laki yang tepat untuk dijadikan pendamping hidup sampai tua. "Lagipula, yang punya ide bukan cuma kau saja! Aku dan Rosy juga melakukan berbagai riset. Jangan menuduh tanpa bukti hanya karena idenya mirip." Tangan Moris menunjukkan sebuah peringatan yang keras agar Sella tidak ikut campur. "Jangan katakan, hanya karena aku masih menyukaimu dan belum mau putus, kau berlaku semena-mena seperti ini," ucap Moris lagi seraya memberikan tatapan tajam ke arah Sella yang memilih diam. "Oya, jangan kira hanya karena kau mendapatkan dukungan dari Erick untuk memuluskan kariermu, kau jadi sombong dan merasa formula buatanmu paling bagus. Ingat, aku pasti akan mendapat bonus besar atas proyek yang aku ajukan kali ini." Moris meninggalkan Sella yang mematung tanpa membalas kemarahannya. Tentu saja, Moris merasa puas dengan kemenangannya. Dia tidak menyangka Sella bisa dibuat mati kutu. "Kau tidak usah memikirkan perkataan Moris tadi," ucap Erick, tanpa disadari pria itu telah berdiri di sebelahnya. Sella menoleh sekilas lalu tersenyum tipis demi menutupi perasaannya yang berkecamuk. Moris telah berani mencuri hasil kerjanya secara terang-terangan, dan Sella masih belum terima atas kejadian itu. "Dia akan mendapat bonus besar dan promosi jabatan setelah mengerjakan proyekku yang dulu sempat gagal," ungkap Sella dengan nada sedih. "Apa begitu?" Erick menyahut datar, tentu saja hal itu membuat Sella teramat kesal. "Kau yakin, tidak melewatkan sesuatu?" tambah Erick lagi seraya berjalan meninggalkan Sella. Pria itu langsung tersenyum simpul begitu melihat mata perempuan itu membulat, sebagai tanda bahwa dia belum memahami pertanyaannya. "Tunggu! Apa maksudmu?" Sella pun bergegas mengejar langkah Erick.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD