Dalam perjalanan pulangnya, Rida tak henti-hentinya memberi makan siapa saja kucing jalanan yang ia temui. Wajah kucing-kucing itu nampak bahagia sumringah–terutama yang memang jarang makan dan sedang sangat kelaparan. Kedatangan Rida telah sangat dinanti-nanti oleh mereka. Sosoknya bagai seorang Messiah sang penyelamat bagi kucing-kucing itu.
Tidak heran jika popularitas Rida menghadirkan perasaan lebih dari sekedar kekaguman bagi para hewan-hewan di Batu Kunawa. Sebuah kasih sayang! Bagi mereka, Rida merupakan pengayom dan manusia yang memancarkan kasih tiada tara. Ini mengkonfirmasi ungkapan filosof asal Turki bernama Erdem Metin yang mengatakan : "Bahwa kasih sayang dan cinta besar yang diberikan, akan senantiasa berbalik pada si pemberinya, tanpa mengenal jarak, usia dan massa. Suatu perasaan berbalas." Entah apakah Ahmad Rida menyadari hal ini atau tidak. Tentu saja dia tidak tahu betapa berartinya dirinya bagi para kucing kampung di Batu Kunawa.
Ketika Rida rutin memberi makan kucing seperti saat ini, Rimpu selalu bernafsu untuk ikut menemani. Itu karena Rimpu sendiri senang bersosialisasi dan bergaul bersama kucing-kucing lainnya. Menyenangkan baginya bisa berjumpa dengan banyak kucing di kampung mereka dan melihat sendiri bagaimana tuannya menyayangi kucing-kucing lain. Tak ada terbesit sedikit pun di benak Rimpu untuk cemburu. Rimpu sudah cukup puas melihat kucing lain terpuaskan hasrat perut mereka. Satu lagi yang membuat Rimpu senang mengikuti Rida ketika memberi makan para kucing, terkadang dia bisa bertemu dengan kucing-kucing baru yang belum pernah dijumpainya, berkenalan dan menyapa mereka. Walau beberapa diantara mereka ada yang acuh dan sinis kepada Rimpu karena tak saling kenal, tetapi Rimpu selalu bersemangat jika menyangkut tentang bertemu kucing baru. Contohnya hari ini, dia bisa bertemu dengan pejantan lain, Thamren. Kucing dengan tubuh besar yang baru saja ia lihat dan pastinya tipe agresor seperti Rimpam dan para Balam raja. Rimpu bisa mengendus aroma wisa yang luar biasa kuat dari cakarnya.
"Ayo, Rimpu. Kita pulang. Sudah tidak ada yang bisa diberikan lagi. Semua makanan ini telah habis." Kata Rida mengajak Rimpu bergegas balik. Makanan yang ia bawa telah habis semuanya.
Rimpu dengan cekatan bergegas mengikuti Rida dari belakang. Rida telah memberi makan hampir semua kucing tanpa tuan di kampungnya. Ini saatnya dia pulang dan bersiap untuk aktivitas hariannya. Terbesit sebuah kepuasan yang selalu Rida rasakan setelah ia selesai memberi makan para kucing. Rida merasa harus giat dalam setiap pekerjaannya. Selain karena setiap tugas dan aktivitas bernilai ibadah, Rida juga berniat untuk bisa menikah tahun ini. Dia sudah bertekad untuk mengutarakan niatnya itu pada salah seorang wanita. Dia harap ikhtiarnya itu tahun ini bisa dilaksanakan. Selain itu, Rida juga memiliki mimpi-mimpi lain yang harus ia wujudkan. Sebuah mimpi mulia yang sejak dulu ia dambakan, yakni memiliki sebuah shelter penampungan kucing-kucing terlantar. Kalau bisa, Rida ingin membuatnya besar sampai memiliki banyak cabang.
Ambisi Rida adalah dapat membangunkan sebuah shelter yang dapat menampung kucing-kucing terlantar di jalanan. Memberikan makanan bergizi bagi kucing yang malnutrisi, memberi pengobatan atau perawatan gratis bagi kucing yang sakit dan kecelakaan misalnya. Tapi untuk mewujudkan itu semua, tentu saja Rida membutuhkan banyak dana dan biaya. Maka dari itu Rida bertekad akan selalu menjadi pekerja keras agar kelak dia dapat sedikit demi sedikit menabung untuk mewujudkan mimpinya.
Baru saja Rida menghayal indah akan mimpi membahagiakannya itu, dia sudah ditampakkan pada satu kenyataan pahit dan memilukan hati. Di tengah jalan g**g Enam, tepat di depan g**g Sembilan, Rida dan Rimpu tak sengaja mendapati seekor kucing yang terkapar sudah tak berdaya, bersimbah darah. Ketika Rida memeriksanya, kucing malang itu telah tiada. Sepertinya dia merupakan korban tabrak lari dari manusia yang tidak bertanggung jawab. Langsung saja Rida menghampiri jasad kucing tersebut untuk bisa secepatnya menguburkannya dengan layak. Rimpu begitu sedih melihat kucing tak dikenal itu sudah tak lagi bernyawa. Rimpu tidak mengenali kucing malang tersebut, sepertinya dia kucing g**g Enam. Alangkah menyedihkannya bagi Rimpu ketika melihat sendiri bagaimana seekor kucing melepas raga. Rimpu masih bisa mengendus sisa-sisa wisa yang menguap dari cakar-cakarnya.
"Nampaknya baru saja ketabrak." Gumam Rida memasang mimik sedih teriris. "Kasihan,"
Ternyata seperti inilah kucing ketika baru saja meregang nyawa, pikir Rimpu. Ini sebuah pelajaran baru dan yang pertama kali bagi Rimpu. Wisa kucing itu menguap, karismanya memudar disertai suhu tubuhnya yang mulai mendingin. Hanya ada aroma dingin kematian yang memilukan yang bisa ia endus. Rimpu jadi teringat kembali bagaimana dulu ia kehilangan Milka. Saat proses hilangnya unsur-unsur kehidupan seekor kucing, Rimpu tak ada disana.
Rida lalu mengangkat jasad kucing bercorak abu-abu dan putih berekor panjang itu, mencarikannya sepetak lahan kosong di g**g Sembilan. Terlebih dahulu Rida meminta izin pada salah seorang pemilik rumah di samping lahan tersebut untuk diizinkan menguburkan sang kucing. Syukurlah, pemilik rumah itu tidak berkeberatan, bahkan menawarkan Rida beberapa alat bantu untuk menggali tanahnya. Masih banyak orang baik di sekitar mereka.
Saat menguburkan jasad kucing malang tersebut, Rida berpikir betapa teganya orang yang telah menabrak kucing ini. Memang yang namanya sebuah kecelakaan tidaklah bisa diprediksi atau dihindari, bahkan kebanyakan orang yang menabrak kucing bukanlah suatu tindakan yang disengaja oleh mereka. Tapi setidaknya, para penabrak bisa berbaik hati untuk mengambil jasad kucing yang ditabrak lalu menguburkannya. Tidak patut rasanya jika setelah menabrak seekor kucing, mereka malah membiarkannya begitu saja tanpa menguburkannya dengan layak. Ini jelas bukanlah sifat yang bertanggung jawab. Baik sebagi seorang muslim, maupun sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Bahkan ada sebuah mitos terkenal yang mengatakan jika seseorang tidak menguburkan jasad kucing yang ditabraknya, dikemudian hari ia juga akan mendapatkan celaka atau sebuah kesialan. Tidak ada yang bisa mengkonfirmasi kebenaran mitos tersebut, tetapi tidak bagi seekor kucing. Rimpu dapat dengan jelas melihat suatu aura hitam keluar dari jasad kucing korban tabrak lari itu. Aura itu berputar-putar tak jelas seperti sedang memindai radar untuk menemukan seseorang. Setelah itu, aura hitam tersebut meluncur dengan sangat cepat seakan telah mendapatkan mangsanya.
Rimpu sangat penasaran dengan apa yang dilihatnya itu.
"Aura hitam apa itu...?" tanyanya. "Akan kutanyakan pada ibu nanti ketika pulang."
Setelah mereka menguburkan jasad kucing itu, Rida berterima kasih pada warga yang telah berbaik hati membantunya lalu kemudian ia menggendong Rimpu dan bergegas pulang. Dalam perjalanan pulang Rida berpikir, bagaimana jika kucing malang tadi adalah Unyis-nya atau bahkan Rimpu?
Sungguh tidak terbayang baginya. Untuk saat ini, Ahmad Rida bersyukur bahwa kucing-kucing kesayangannya masih dalam keadaan baik-baik saja.
Sesampainya di rumah Rida langsung bersiap untuk aktivitasnya berikutnya. Sebelum pergi, Rida masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sementara Rimpu terlihat langsung naik ke atas loteng, menemui sang ibu, Unyis X.
Diatas loteng ternyata tidak ada siapapun. Unyis X atau bahkan Rimpam tidak Rimpu dapati. Kemana mereka semua...? Rimpu tidak mengetahui kemana ibunya pergi. Ia keluar teras loteng untuk memeriksa. Disana Rimpu hanya mendapati Alik dan Senru sedang duduk tengkurap santai. Sedangkan di genteng atap berseberangan dengan loteng rumah Rida dilihatnya ada Igus dan kucing bernama Muin.
Rumah Rida dan sekitarnya memang selalu nampak ramai dengan kucing. Baik di bawah maupun diatas loteng, akan selalu didapati beberapa kucing yang nongkrong santai atau sekedar lewat saja. Karena rumah Ahmad Rida sejak dulu seakan telah menjadi sentra tersendiri bagi para kucing di Batu Kunawa. Semua kucing senang untuk mengunjungi rumah Rida yang juga merupakan tempat kediaman para Unyis-nya.
"Ada apa Rimpu?" tanya Alik, seekor kucing bercorak full oren. "Kau dan tuan Rida sudah pulang?"
"Mencari ibumu, hah?" sahut Senru, kucing bercorak oren putih, dapat melihat dengan jelas bahwa Rimpu sedang mencari Unyis X. "Aku juga tidak melihatnya sedari tadi Rimpu. Sejak tadi kami santai di luar teras loteng ini, Nyonya Unyis sudah tidak ada di dalam sana."
"Jadi ibu sudah lama pergi? Kurasa dia sedang jalan-jalan,"
"Entahlah Rimpu," sahut Alik. "Unyis X bukan tipe kucing yang akan keluar atau jalan-jalan tanpa ada tujuan tertentu. Bisa jadi ada yang dia urus bersama Kumis Bayangan. Kau tunggulah, nanti juga pasti akan pulang."
"Baiklah," jawab Rimpu.
Tidak lama setelah itu, dari bawah Rimpu mendengar pintu rumah telah dikunci. Rida rupanya telah berangkat kerja. Itu artinya Unyis X hanya bisa masuk lewat pintu dapur di belakang atau dari atas atap. Rimpu sengaja menunggu-nunggu kedatangan ibunya untuk menanyakan apa yang tadi dilihatnya.
Rimpu menghabiskan waktu dengan mandi, menjilati seluruh bulu di tubuhnya dengan enzim lidahnya. Cuaca yang cerah. Pagi yang cukup menghangatkan. Waktu terbaik untuk mandi dan membersihkan diri. Sembari mandi Rimpu juga ikut nongkrong bersama Alik dan Senru, yang tidak lama setelah itu Kital dan Izul juga datang dan bergabung bersama mereka.
Rimpu menanyakan Unyis X pada Kital dan Izul yang baru datang, namun mereka pun tidak mengetahuinya, padahal Kital dan Izul termasuk petinggi di Kumis Bayangan dan merupakan tangan kanan Kitty, sang komandan atau ketua dari Shadow Whisker. Itu artinya Unyis X tidak sedang bersama Kumis Bayangan. Jadi kemana sebenarnya dia?
"Jadi ibu memang tidak sedang bersama kalian atau bibi Kitty...?"
"Tidak Rimpu," jawab Kital. "Kami juga tidak melihat Nyonya Unyis sedari subuh tadi."
"Kenapa tidak kau kontak saja?" kata Senru menyarankan.
"Aku sudah berusaha menghubungi ibu sejak tadi, tapi telepatiku tidak mendapatkan jawaban."
"Nyonya Unyis pasti mematikan suar telepatinya," kata Izul.
"Tunggu saja, Unyis X pasti akan pulang Rim," Kital coba menenangkan Rimpu.
Rimpu sangat ingin bertemu Unyis X untuk menanyakan sesuatu. Tentu saja ini tentang aura hitam yang baru saja dilihatnya. Di tengah kumpul-kumpulnya bersama Kital, Alik, Senru dan Izul, Rimpu mendengar satu hal lain yang belum pernah didengarnya, musim kawin!
Baik Kital, Senru, Izul dan Alik sedang intens membicarakan tentang itu. Terkait para pejantan asing yang mulai terlihat berdatangan di kampung mereka. Rimpu juga sangat ingin menanyakan hal itu pada mereka, tetapi Rimpu sempat mengurungkan niatnya. Semakin mereka membicarakan tentang musim kawin, semakin Rimpu penasaran. Dia lalu langsung menanyakannya pada salah satu diantara mereka.
"Apa itu musim kawin, paman Kital?" tanyanya. "Paman Senru, Alik, bisa kalian menjawabnya?"
Kital merasa kikuk untuk menjawab, begitu pula Senru dan Alik. Tidak ada satupun dari mereka yang merasa bisa untuk menjelaskannya pada kucing semuda Rimpu.
"Ini ... Itu ... tentang sesuatu yang masih belum akan kau rasakan, nak." Jawab Senru.
"Benar, kau tidak harus mengetahui ini. Setidaknya belum, Rimpu," sahut Izul.
"Ayolah, paman. Kalian ... aku kan sudah cukup besar untuk dapat memahami sesuatu, jadi ... apa itu?"
"Tidak cukup besar untuk yang ini." Sahut Kital.
"Secara alamiah, nanti kau juga akan mengerti tanpa kau pelajari." Timpal Alik.
"Usiaku 10 bulanan sekarang, apa aku tidak cukup tua untuk ini?" desak Rimpu.
"Secara garis besar, ini adalah musim dimana para pejantan mulai bersaing, Rimpu." Jawab Kital. "Mereka bersaing untuk mendapatkan kesempatan bereproduksi. Tapi secara politis dan diplomatis, musim ini adalah kesempatan bagi para pejantan dan pemberani mendapatkan kedudukan dan posisi. Musim ini menawarkan pengaruh besar yang mana bagi para pejantan terutama tipe agresor, bisa dikatakan adalah musimnya berperang."
"Musim perang...?" Rimpu terperangah.
"Akan kujelaskan, anakku." Timpal Unyis X yang tiba-tiba muncul.
"Nah, Nyonya Unyis sudah datang," kata Alik.
"Dari tadi Rimpu mencari anda," timpal Senru.
"Dia memang suka mencariku ketika aku tidak ada di rumah. Ya, memang aku jarang keluar tanpa pamit padanya dan kebetulan hari ini ada satu keperluan yang cukup mendesak."
"Ibu ... ibu darimana saja?" tanya Rimpu.
Unyis X baru saja pulang, entah dia baru datang darimana. Beberapa kucing seperti Senru, Kital dan Izul lalu izin pamit pada Unyis X dan Rimpu. Sementara Alik masih betah, mencoba santai sendirian di teras loteng Rida. Unyis X dan Rimpu masuk ke dalam rumah mereka, meninggalkan Alik santai sendirian di luar.
Rimpu terus menanyakan Unyis X tadi dia kemana saja. Unyis X terdiam. Ada sesuatu yang ia sembunyikan dari Rimpu. Sesuatu yang sulit ia jelaskan saat ini. Sepertinya aku harus menunggu Rimpam datang untuk mendiskusikan ini, pikir Unyis X.
"Bagaimana hari ini?" tanya Unyis X, mengalihkan pertanyaan Rimpu. "Kau selalu ikut tuan Rida ketika memberi makan para kucing. Pasti menyenangkan seperti biasanya, ya kan...?"
"Ya ibu, hari ini menyenangkan. Tapi ...." Rimpu tertunduk. "Aku dan tuan Rida baru saja menguburkan seekor kucing malang yang tadi tertabrak di jalan. Aku memang tidak mengenal kucing itu, tapi aku sangat sedih melihatnya ibu."
"Begitu ya. Tabahlah nak. Hal-hal seperti itu memang kadang terjadi,"
"Ibu, ada yang ingin kutanyakan."
"Apa itu, Rim?"
Rimpu berniat menanyakan aura hitam yang dilihatnya pagi tadi. Sebuah aura hitam yang keluar dari jasad kucing korban tabrak lari. Dia tahu bahwa Unyis X pasti mengetahui aura hitam apa itu dan ia akan mendapatkan jawaban tentang itu dari sang ibu. Rimpu suka begitu penasaran dengan hal-hal baru yang baru saja dia lihat.
"Ibu, tadi ketika kami menguburkan jasad kucing malang itu, aku melihat ada sebentuk aura berwarna hitam yang keluar dari jasadnya. Aura itu terbang melayang tinggi, lalu seketika menghilang. Seakan ia mengejar sesuatu. Apa ibu tahu apa itu? Sebagai kucing yang masih berkembang, aku sangat penasaran dengan itu ibu."
"Oh jadi itu," sahut Unyis X. Tentu saja Unyis X tahu aura hitam apa itu.
"Akan kujelaskan apa itu, anakku."
Rimpu lalu mengambil posisi duduk tengkurap santai untuk mendengarkan. Unyis X mulai menjelaskan aura hitam apa yang dilihat oleh Rimpu.
"Begini anakku, ketika kita para kucing tewas atau meninggal ... kita meninggalkan sesuatu."
"Sesuatu...?"
"Ya, sesuatu." Jawab Unyis X. "Sesuatu yang disebut sebagai Khodam Nafsi, atau yang sering disebut sebagai sisa-sisa jiwa."