Bagian 6

1021 Words
Author POV “Kanda, sepertinya kau sangat menikmati berperan menjadi seorang tabib. Kalau aku boleh tahu, di manakah Kanda mempelajari semua ilmu pengobatan ini?” tanya Indrajaya yang membantu Surenpati mengumpulkan gandum pemberian warga. “Ah, aku hanya belajar sedikit selama perjalanan yang pernah kulalui. Dalam peperangan, aku melewati berbagai negara. Terkadang, di negara itu tiba-tiba terserang wabah. Banyak hal yang telah kulalui untuk menemukan obat agar memusnahkan wabah tersebut. Selain itu, aku juga pernah belajar merawat anggotaku. Kami tidak diizinkan mendatangi dokter, sehingga kami harus belajar mengobati diri sendiri.” Surenpati mengenang kenangan lamanya ketika dia menjadi Adarma dahulu. HEI, HEI, BOCAH! KENAPA KAU BOCORKAN MASA LALUMU? INGAT, KAU INI SEKARANG ADALAH SEORANG KSATRIA DARMA, SAUDARA KEMBAR DARI INDRAJAYA! Suara itu menggema dalam kepala Surenpati, ia pun langsung dari memori lama yang tak sengaja ia bocorkan pada Indrajaya. Pemuda di hadapannya mengerutkan dahi sambil tersenyum. “Kanda, ada banyak istilah yang kauucapkan namun aku sama sekali tak memahaminya. Kau memang memiliki banyak pengalaman, apalah aku yang sehari-harinya hanya berkutat di perpustakaan.” Jawaban Indrajaya sungguh merendah. Pangeran sebaik dirinya menjadi saudara kembarku? Tuhan, aku mohon kembalikan saja Darma ke mari, aku tak sanggup bersanding dengan orang sebaik dirinya. Surenpati mengeluh dalam hatinya. TUHAN TIDAK AKAN MENDENGAR PERMINTAAN MANUSIA PENDOSA MACAM DIRIMU! KHEKHEKHE Suara dari Mpu Kasinoman yang menggema di kepala Surenpati membuat pemuda itu semakin kesal. Dasar Mpu bodoh! Jika tidak bisa menghibur, setidaknya jangan menghujat. Tuhan, aku rela menjadi Darma, asal hilangkan Mpu tak berguna ini dari ragaku. KAU TIDAK AKAN BISA MENGUSIRKU! KALAU PUN BISA, TANPA PERLU KAUMINTA AKU SUDAH AKAN PERGI. AKU HANYA MEMILIH DARMA MENJADI TUANKU, TAPI KENAPA KAU YANG MENGISI TUBUHNYA, SUNGGUH DARMA YANG MALANG! Kau pikir aku tidak malang? Surenpati berdebat dalam kepalanya sendiri. “Kanda! Kanda Surenpati! Kau baik-baik saja.” Tanpa disadari oleh Surenpati, ternyata Indrajaya memanggil-manggil dirinya. Sepertinya, karena Mpu Kasinoman yang selalu mengajaknya bicara, sehingga Surenpati terlihat seperti sedang diam saja. “Ah, maafkan aku Indrajaya! Aku hanya sedang banyak berpikir.” Surenpati mencoba beralasan. “Aku pikir, karena Kanda tersinggung atas ucapanku.” Indrajaya pun mengikat karung gandum di hadapannya. “Mana mungkin aku tersinggung oleh orang yang selalu sopan dan menjaga ucapan sepertimu?” Indrajaya pun tersenyum dan mengangkut karung gandum. Dia terlihat bersusah payah mengangkatnya. “Indra! Biar aku yang melakukannya.” Surenpati menyangga bagian bawah karung dan mengambil alih dari tangan Indrajaya. “Ah, maafkan aku. Seandainya aku memiliki tubuh yang lebih kuat.” “Apa kau ini?” Surenpati pun membawa karung gandum tersebut dan menyimpan pada gudang penyimpanan rumah mereka. “Aku yang harus membawa ini, aku ini kan, kakandamu. Mana mungkin aku biarkan adikku kesulitan bekerja sendiri.” “Kanda, sepertinya Kanda sudah sangat banyak menolong pasien.” Indrajaya melihat pada tumpukan karung gandum milik mereka. “Satu dua tiga ....” Indrajaya menghitung jumlah karung gandum yang ada di gudang penyimpanan mereka. “Semuanya ada enam karung gandum, Kanda.” Surenpati mengangguk. “Kita tidak perlu memikirkan tentang persediaan selama beberapa bulan ke depan.” “Padahal, Kanda tak pernah memungut banyak dari para warga yang berobat. Hanya satu genggam gandum saja, namun semuanya jadi melimpah seperti ini. Sepertinya, selain karena Kanda memiliki keterampilan yang tinggi, orang-orang juga menyukaimu.” Surenpati terkekeh. “Kau ini! Ada-ada saja. Ayo kita kembali, kita lihat ibu memasak apa?” Mereka pun masuk pada sebuah rumah sederhana dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Dari jendela dapur, dapat terlihat asap yang mengepul. Bau nasi gandum yang dimasak dalam periuk cukup harum dan membuat perut menjadi berbunyi keroncongan. Wajah-wajah lapar sudah saling tersenyum pada nasi gandum yang terlihat begitu nikmat. PADAHAL HANYA NASI, TAHAN AIR LIURMU! Surenpati menahan diri untuk tidak menjawab perkataan Mpu Kasinoman. Apalagi, di sini sedang ada ibu. Jika aku bergelagat aneh, maka dia akan bertanya padaku. “Kemarilah! Ayo kita makan bersama.” Ibu mengeluarkan nasi dari periuk. Di atas nasi juga terdapat tiga butir telur ayam yang ikut direbus bersamaan dengan menanak gandum. “Telur ini sangat sehat untuk kita. Banyak sumber yang aku baca dari gulungan di perpustakaan kerajaan dulu, putih telur ini memiliki khasiat yang bagus untuk penyembuhan luka. Apa itu benar, Kanda? Aku memang pernah mencoba memberi salah seorang prajurit dengan luka tusuk yang aku jahit lukanya. Bekas jahitan itu bisa sembuh dengan lebih cepat dari yang aku duga.” Indrajaya mengupas kulit telur ayam miliknya. Kandungan protein dan asam amino dalam putih telur memang bisa dapat mempercepat regenerasi tubuh yang terluka. Dia hebat jika bisa melakukan prosedur operasi dalam kondisi yang masih terbelakang seperti ini. “Itu benar. Aku takjub, kau bisa mengobati luka tusuk?” tanya Surenpati yang setengah heran. “Beberapa tabib di sini memang ada yang bisa mengobati luka robekan pada tubuh, walau kebanyakan orang yang terluka seperti itu belum tentu bisa disembuhkan meskipun kita sudah menjahit lukanya.” Ibu menimpali. Dapat dimaklumi jika seperti itu, karena pada zaman ini sangat berbeda dengan zamanku di mana semua teknologi sudah sangat canggih. “Aku hanya menjahit orang yang terkena luka tusuk ringan. Kupikir orang tersebut telah menceritakannya padaku, apa Kakanda lupa?” tanya Indrajaya. Surenpati menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia tidak bisa menjawab entah dia lupa atau memang tidak pernah mengingatnya. “Maafkan aku, semenjak bangun ... memang aku merasa banyak hal yang kulupakan. Jadi aku mohon bantuan dari ibu dan Adinda Indrajaya, jika ada seseorang yang harusnya aku ingat namun ternyata aku tidak tau namanya. Atau mungkin atas sesuatu yang seharusnya aku namun aku tidak tahu. Lalu yang paling penting, bila ada janji yang pernah kubuat namun aku melupakannya.” Ini adalah cara aman bagi Surenpati untuk mengatasi jika suatu saat terjadi keanehan dalam dirinya. Daripada sang adik dan sang ibu bertanya-tanya, mengapa banyak hal yang ia lupakan, lebih baik ia beritahu hal ini sejak awal. KALAU UNTUK SUMPAH YANG DIUCAPKAN DARMA PADA KERIS PUSAKA KASINOMAN, KAU TIDAK AKAN LUPA. TENANG SAJA AKU AKAN SELALU MENGINGATKANMU. KHEKHEKHE Dasar mpu sial! Surenpati mengumpat pada sang mpu yang terus berbicara dalam kepalanya. “Ayo dimakan. Uhhuk! Uhhuk!” “Ibu, kau kenapa?” Indrajaya memegangi punggung ibundanya. “Dahaknya berdarah. Ayo kita obati ibu!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD