Bagian 8

1040 Words
“Tidak semudah itu mengusirku.” Kemudian kakek tua itu pun terkekeh di depan Surenpati yang terlihat kesal akibat kemunculan sang Empu penghuni keris yang tiba-tiba. “Kau tinggal pergi saja menjauh dariku. Tak perlu mengikuti. Jika kau sudah bisa keluar seperti ini, kau bisa pergi sendiri.” Empu Kasinoman menggelengkan kepala. “Tidak semudah itu, Bocah! Aku bahkan tidak merasakan jika diriku ada.” Sang Empu menatap pada kedua tangannya. Surenpati pun melihat pada Empu Kasinoman mulai dari atas ke bawah. Lantas ketika melihat kaki sang Empu dia melompat. “Astaga!” Surenpati tak percaya melihat kaki sang Empu hanya berupa angin hingga sebatas paha. “Ka ... kau ... terbang?” tanya Surenpati tak percaya. Seburuk apa pun dia menjalani hidup sebagai seorang mafia, tak pernah ada yang lebih tidak masuk akal dibanding apa yang ia alami di dunia milik Darma ini. “Aku tidak terbang, aku sendiri tidak tahu apa bagaimana aku berjalan?” Empu Kasinoman menatap ke arah kakinya sambil mengangkat kedua bahunya. Surenpati meraup wajahnya. Apa lagi yang mencoba Tuhan tunjukkan padanya kali ini? “Kanda! Kanda!” Sebuah suara memanggil pada Surenpati. “Ada Indra, cepat sembunyi ...,” bisik Surenpati pada sang Empu. Namun karena Empu Kasinoman tak bisa bergerak ia pun diam saja. Meski panik, ia tak punya cara lain dan cukup dengan menutup wajahnya. “Apa yang terjadi? Dengan siapa Kanda bicara?” tanya Indrajaya yang baru saja membuka pintu belakang rumah. “Anu ... ini ... hanya.” Surenpati tak bisa menjelaskan atas keberadaan Empu Kasinoman. Sang Empu terus menatap pada Pangeran Indrajaya, namun sepertinya Indra tak merespon tatapannya. Surenpati kebingungan bagaimana menjelaskan. Ia hanya menunjuk pada sang Empu sambil menggumam. “Kupikir, Kanda sedang mengobrol. Ternyata Kanda sedang sendiri.” Ucapan Indrajaya membuat Surenpati terkejut. “Sepertinya dia tidak melihatku,” ujar Empu Kasinoman. Surenpati mengangguk. “Ah, iya. Aku sendiri di sini. Tadinya aku mau memotong gelondongan kayu untuk kayu bakar persediaan. Namun pinggangku terasa kaku, jadi aku akan meregangkan tubuh terlebih dahulu.” Surenpati memutar-mutar pinggangnya hingga berbunyi. “Kanda, bisakah Kanda memeriksa ibunda? Aku rasa beliau juga sedikit demam.” Indrajaya meminta bantuan pada Surenpati. “Apa? Ibu juga demam? Bukankah ibu sudah meminum ramuannya?” tanya Surenpati. Indrajaya mengangguk. “Lebih baik kanda periksa saja.” Surenpati pun akhirnya meninggalkan area belakang rumah. Dia masuk ke kamar mencari ibunda dari Darma yang sedang berbaring tersebut. “Apa ibu baik-baik saja?” tanya Darma padanya. Wanoja sepertinya tertidur lelap. Buliran keringat muncul dari wajahnya yang sangat memerah. Surenpati mengusap dahi wanita itu. Lalu seakan ada beberapa hal yang mengalir melalui sentuhan itu. Surenpati melihat banyak sekali gambar di kepalanya? Apakah ini adalah ingatan Darma? Surenpati bertanya-tanya. Ia pun melepaskan tangannya dari dahi wanita itu, kemudian semua bayang itu menghilang dari kepalanya. Namun ketika tangannya ia letakkan kembali di atas dahi Wanoja, kenangan itu terlintas kembali. Akhirnya ia pun memutuskan untuk melihat satu per satu apa yang terjadi di kepalanya dengan menutup matanya. Pikirannya mencoba untuk berkonsentrasi dengan semua kenangan yang bagai film di kepalanya. Surenpati melihat ada seorang wanita cantik berbaju kerajaan namun terlihat sangat mewah. Wanita itu memeluk seorang bayi sambil salah satu tangannya memeluk sebuah kaki. Nampak seorang pria membawa bayi yang lain dan hendak pergi dari tempat itu. Apakah itu adalah Ibunda saat ia menjadi Ratu Wanoja? Surenpati melihat kembali dan meneliti setiap adegan yang terjadi. “Tolong jangan bawa pergi anakku!” Ratu Wanoja tampak sedang memohon. Namun pria itu tetap membawa salah satu bayi tersebut. Meninggalkan Ratu Wanoja yang sedang terseok sambil memeluk bayinya yang lain. Apakah bayi yang dibawa pergi oleh pria itu adalah Darama? Kemudian ingatan itu beralih di sebuah kamar mewah. Ia melihat Ratu Wanoja yang sepertinya sedang bersama raja. Apa mungkin raja itu adalah ayah dari Indrajaya dan juga Darma? “Kamu tak perlu khawatir, anak yang kita buang dari istana itu adalah anak yang kuat. Para cenayang mengatakan dia memiliki ikatan takdir yang kuat dengan istana ini. Jadi, sejauh apa pun dia kita jauhkan dari istana, dia pasti akan kembali.” Perkataan Raja terdengar meyakinkan sang ratu. Namun Ratu Wanoja masih saja menangis. “Kenapa kita harus membuang anak kita?” Sang Raja mendesahkan napasnya cukup keras. “Rasanya tak perlu kujelaskan. Kau pun tahu sendiri, jika ada seorang Ratu yang melahirkan anak kembar  di malam gerhana maka ia akan membawa kesialan dalam kerajaan. Akan ada perebutan tahta, hingga pertumpahan darah terjadi.” Surenpati pun melepaskan tangannya dari dahi sang ratu. Dia kembali membuka matanya dan merasakan jika ada sebulir air mata bergulir di salah satu sudut matanya. “Sepertinya, kau bisa melihat masa lalu yang penting bagi orang lain dengan memegang dahinya.” Surenpati terkejut dan ia pun menengok ke belakang. Ternyata Empu Kasinoman berada tepat di belakangnya. Hampir saja pria itu melompat karena terkejut, Surenpati berusaha menormalkan gerak-geriknya, ia masih perlu menyesuaikan diri karena diikuti oleh makhluk tak kasat mata semacam Empu Kasinoman. “Indra, boleh aku bertanya?” “Silakan, Kanda? Kenapa kau perlu permisi padahal hanya ingin bertanya padaku?” Indrajaya berdiri di samping kakaknya. “Apakah kita ini adalah saudara kembar yang dipisahkan sejak bayi?” tanya Surenpati. Indrajaya menatap pada kakandanya dengan aneh. “Emmm ... kau tau sendiri, kan? Aku banyak melupakan berbagai hal yang terjadi di masa lalu.” “Iya, aku mengerti, Kanda.” Indrajaya memaklumi pertanyaan itu. “Jadi apa aku benar?” Indrajaya pun mengangguk. “Kau benar, kita terpisah ketika kita masih bayi. Namun kemudian menginjak remaja kita bertemu kembali karena kau akan menjadi prajurit istana. Kita cukup dekat, namun kita tak saling mengetahui jika kita bersaudara.” Surenpati pun mengangguk. “Sepertinya banyak yang sedang dipikirkan oleh ibu. Termasuk hal kecil yang terjadi masa lalu. Hal itu memperburuk kondisinya. Apalagi dengan kematian Raja, yang pastinya membuat ibu terpukul.” Indrajaya pun merenung, sepertinya dia juga merupakan salah satu korban ketika sang raja meninggal. Bagaimana pun juga, dia merupakan putra mahkota. “Indra, bolehkah aku menyentuh dahimu?” tanya Surenpati meminta izin, sepertinya dia ingin memeriksa kekuatannya. “Untuk apa? Boleh saja.” Indra menyodorkan kepalanya mendekat pada sang kakak. Surenpati pun menyentuh dahi tersebut. “Aku tidak mau menjadi putra mahkota! Lebih baik kalian segera cari saudara kembarku dan biarkan aku pergi!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD