BAB 12. Baiklah, Semua Salah Vince

1163 Words
“Pak, tapi sekarang kan belum waktunya makan siang.” “Ya memang. Tapi aku tidak sempat sarapan tadi pagi. Dan sekarang sudah lapar.” Yang lebih dulu diambil oleh Vince adalah buah kelapa bulat yang sudah terbuka bagian atasnya dan ada sedotan juga sendok di sana. Vince tampak menikmati air buah kelapa itu. “Cobalah Zara, kelapanya segar dan sudah manis walau aku pesan tanpa gula.” Vince menunjuk pada satu buah kelapa lagi yang masih utuh. Zara memang merasa haus. Maka dia mengambil buah kelapa satunya. Dan memang benar apa yang dikatakan Vince, rasanya sangat menyegarkan tenggorokan. Hingga tanpa sadar Zara mulai memakan daging buah kelapa dengan sendok. Lagi dan lagi. Vince tersenyum melihat itu. Gadis yang selalu terlihat apa adanya. Lalu mereka berdua pun menikmati menu masakan laut yang segar dan lezat. Vince memesan dari restoran di hotel tersebut. Seringkali Zara mengatakan bahwa masakannya begitu lezat, lalu dia menambahkan nasi pada piringnya. “Ayo Zara, masih ada udang goreng tepung yang belum tersentuh.” Zara bersandar pada dinding gubug dengan kedua kaki lurus ke depan. Dia mengusap perutnya beberapa kali. Zara menggeleng pelan. “Huh Pak Vince, aku sudah tidak kuat lagi. Kenyang sekali.” Vince tergelak melihat raut wajah Zara yang memang menggambarkan orang kekenyangan. Kepalanya sampai miring sedikit. Akhirnya Vince yang memakan udang goreng tepung itu meskipun tidak sampai habis. Lalu dia memanggil pelayan menggunakan telepon, untuk mengangkat seluruh sisa makanan dan membawakan dua gelas ice lemon tea. “Zara.” “Iya, Pak?” “Kamu bisa berhenti kapanpun menjadi istri palsunya Glenn. Kapanpun kamu mau. Tinggal bilang saja. Biar aku yang urus. Kamu tinggal berpura-pura bercerai dengannya nanti.” “Ya, Pak. Tapi umm … untuk saat ini saya hanya sedang butuh uang saja. Dan saya dibayar sebagai istri palsunya Glenn.” “Kamu butuh gaji berapa? Akan aku naikkan gajimu bulan depan.” Zara langsung menggeleng. “Aku nggak butuh dikasihani, Pak. Aku hanya menerima gaji sesuai pekerjaanku saja. Dan aku tidak suka dipaksa. Lagipula ini hidupku, jadi Bapak nggak berhak untuk mengatur apa yang mau aku lakukan!” Zara kesal. Dia berdiri dan langsung turun dari gubug. “Loh? Zara! Kamu mau kemana?” “Aku mau pulang saja. Lagipula sudah selesai kan meetingnya? Meeting yang seharusnya bisa dilakukan di kantor saja!” teriak Zara mengalahkan deru angin pantai. Dia hanya menoleh sebentar pada Vince lalu kembali melangkah. “Tapi Zara!” Zara kembali menoleh dengan wajah kesalnya. “Apalagi sih, Pak?!” “Kamu salah arah! Seharusnya ke arah sana!” Vince menunjuk pada arah sebaliknya. Kedua bola mata Zara membulat. Alisnya naik ketika melihat mobil Vince yang parkir dari kejauhan. Memang benar, dia telah salah arah. “Ohh, oke.” Zara menghentakkan kakinya karena kesal sendiri dan juga ada sedikit rasa malu. Dia berjalan cepat pada arah sebaliknya. Vince tersenyum ketika Zara melewatinya. Dan senyuman itu terlihat seperti sedang mengejek. Membuat Zara melotot galak. “Awas Zara akar pohon!” “Aku nggak percaya!” semprot Zara masih dengan raut wajah yang galak. Detik kemudian Zara benar-benar tersandung akar pohon di depannya. Kaki sebelahnya yang diandalkan sebagai tumpuan juga goyah karena pasir pantai yang tebal dan basah. “Zara!” Vince berlari untuk menyelamatkan sang sekertaris. Tapi terlambat, hanya selisih satu detik saja, Zara terjerembab tepat di hadapan Vince dengan posisi tengkurap. CEO tampan itu terpana untuk beberapa saat. Dia kaget karena Zara jatuh cukup kencang di depannya. “Umm Zara, kamu nggak apa-apa?” Perlahan Zara mengangkat kepalanya. “Apanya yang nggak apa-apa sih?! Aku jatuhhh!” teriak Zara dengan rasa campur aduk. Segera Vince berjongkok di samping Zara, lalu dia membantu membalikkan tubuh Zara dengan sangat hati-hati. “Apanya yang sakit? Bilang saja nanti aku obati.” “Kaki aku sakit,” ucap Zara pelan seraya perlahan mulai duduk di depan Vince. Vince segera melihat ke arah kaki Zara. Dibersihkannya pasir basah yang menempel pada celana panjangnya. “Yang kanan atau yang kiri?” “Yang kanan. Sepertinya karena kena akar pohon tadi.” Vince mengangguk. Dia segera memeriksa kaki kanan Zara dengan sangat hati-hati. “Ohh ya, ini kelihatan samar memarnya. Besok pasti akan lebih jelas ini.” Vince mngusap dan memijat perlahan kaki Zara tanpa menyentuh bagian yang memar. “Dari sini kita langsung ke rumah sakit saja, supaya kamu tidak semakin parah.” Vince terus memandangi kaki Zara. “Aku nggak mau ke rumah sakit!” “Zara!” Vince mendongak. Namun dia tidak jadi melanjutkan ucapannya karena kaget melihat wajah gadis di depannya ini. Berlumuran pasir pantai yang basah sampai ke rambutnya. Dan seluruh pakaiannya bagian depan juga penuh dengan pasir. “Ya ampun mukamu!” Vince sudah akan tergelak tapi untung saja dia segera ingat kalau itu pasti akan membuat Zara semakin marah. “Ups.” Vince menutup mulutnya sendiri. Berusaha keras supaya tidak tertawa. Zara menyadari itu. “Kenapa muka ku?” Dia ingin mengusap wajahnya tapi kedua tangannya juga kotor dengan pasir. “Biar aku saja yang bersihkan.” Vince mengambil sapu tangan dari saku kemejanya.” Lalu dia mulai membersihkan wajah Zara dengan begitu lembut. Lalu pasir-pasir yang menempel pada rambut Zara yang tergerai juga dia bersihkan dengan kedua tangan. Setelah rambut Zara cukup bersih. Vince mengambil kembali sapu tangan yang tadi dia letakkan di atas pahanya. Kemudian mulai membersihkan leher gadis itu, kedua bahunya, terus turun hingga ke dua buah gundukan milik Zara. Seketika itu juga tangan Vince berhenti ketika menyadari dia telah menyentuh dua aset gunung kembar milik Zara. Tangan kananya yang memegang sapu tangan berada di puncak d**a Zara sebelah kiri. Sedangkan tangan kirinya menempel dengan sempurna pada d**a Zara sebelah kanan. Dia menatap Zara yang juga sepertinya sama terkejutnya dengannya. “Haaa! Singkirkan tangan Bapak!” teriak Zara lalu menepis kedua tangan Vince dengan kasar. “Maaf Zara! Aku nggak sengaja. Aku cuma berniat untuk membersihkan saja.” “Ahh dasar m***m! Pak Vince dengan Glenn itu sama saja! Kakak adik kelakuannya sama persis! m***m!” teriak Zara dengan sangat marah. “Zara tapi—” “Aku mau pulang saja!” Zara berusaha berdiri. Vince segera membantu karena kaki kanan gadis itu pincang. Zara kembali menepis tangan Vince tapi tentu saja Vince lebih bersikeras. Sebab dia tahu gadis itu tidak bisa berjalan sendiri, kalaupun dipaksakan maka akan sangat lama langkahnya dan pasti terasa sakit. “Argh! Ini semua gara-gara Pak Vince! Coba kalau kita meetingnya di kantor saja! Atau di café dekat kantor. Aku nggak perlu jatuh kayak begini. Kotor semuanya! Kaki juga sakit! Hanya orang aneh yang ke pantai pagi-pagi untuk meeting!” Zara terus mengoceh sambil dipapah oleh Vince. Lama-lama telinga Vince panas juga mendengar ocehan Zara yang nyaring. Apalagi mereka berdua berjalan dengan sangat lambat. “Supaya cepat aku gendong saja!” Tanpa meminta persetujuan Zara, Vince langsung mengangkat tubuh ramping gadis itu dengan kedua tangannya. Buktinya dengan tubuh atletisnya, Vince mampu berjalan jauh lebih cepat meskipun sambil mengangkat tubuh Zara di kedua tangannya. Dia tidak peduli lagi meskipun Zara terus berteriak minta diturunkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD