PART 10 Biarkan angin yang menjagamu

1688 Words
"Abu Ayyub Al-Anshari r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, tidak dihalalkan bagi seorang muslim memusuhi saudaranya lebih dari tiga hari sehingga jika bertemu saling berpaling muka, dan sebaik-baik keduanya ialah yang mendahului memberi salam." Kini Ilham dan Aldi sedang mendengarkan pengajian bertemakan "Larangan Memutus Tali Silaturahmi" yang sedang dikupas maknanya oleh Ustadz Habsy di pesantren Al-Hikmah miliknya. "Santriwan Santriwati, sesungguhnya sudah menjadi sunnatullah bahwa hubungan sesama manusia tidaklah selamanya baik, tidak ada problem dan pertentangan. Hidup adalah perjuangan, tantangan, pengorbanan, dan sekaligus perlombaan antar sesama manusia. Tidak heran kalau terjadi gesekan antar sesama dan tidak mungkin dapat dihindarkan.Namun demikian, gesekan atau permusuhan tersebut jangan sampai diperpanjang hingga melebihi tiga hari, yang ditandai dengan tidak saling menegur sapa dan saling menjauhi. Hal itu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Memang benar bahwa setiap manusia memiliki ego dan gengsi sehingga hal itu sering mengalahkan akal sehat. Akan tetapi, untuk apa mempertahankan gengsi bila hanya menyebabkan pelanggaran aturan agama dalam berhubungan dengan sesama. Apalah arti ego tersebut bila dibandingkan dengan pentingnya persaudaraan dan persatuan umat?" "Apalagi bila mereka menyadari bahwa mereka yang memutuskan silaturahmi, diancam tidak akan mendapatkan kebahagiaan kelak di akhirat, yaitu mereka tidak berhak masuk surga." Mendengar ceramah Abinya itu, Ilham merasa tersindir. "Rasulullah saw bersabda: "Dari Abu Muhammad (Jubair) bin Muth'im r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda, tidak akan masuk surga orang yang pemutus hubungan. Abu Sufyan berkata, "yakni pemutus hubungan famili atau silaturahmi." (H.R. Bukhari dan Muslim)" "Santriwan dan Santriwati, Diantara cara efektif untuk membuka kembali hubungan yang telah terputus adalah dengan mengucapkan salam sebagai tanda dibukanya kembali hubungan kekerabatan. Ini bukan bahwa orang yang memulai salam itu berarti telah kalah, tetapi ia telah melakukan perbuatan sangat mulia dan terpuji disisi Allah SWT." "Mereka yang bersikeras memutuskan tali silaturahmi akan mendapatkan laknat dan kutukan Allah swt, sebagaimana firman-Nya dalam surat Ar-Ra'd ayat 25 yang berbunyi : Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)." "Naudzubillah minzalik, semoga kita tidak melakukan hal yang membuat Allah melaknat kita dunia akhirat ya. Maka kalian ingat kembali, siapa saja yang pernah kita sakiti hatinya dan dengan sengaja memutus tali silaturahmi, segeralah untuk memperbaikinya meski dengan sekedar menegur dengan ucapan salam. Saya akhiri ceramah malam ini, semoga bermanfaat bagi kita dan perilaku kita. Wassalamualaikum warrahmatullah." Ustadz Habsy mengakhiri ceramah dengan senyuman simpul yang berkesan untuk para santrinya di pondok, beliau kemudian menuruni mimbar dan berjalan keluar di ikuti para santri untuk kembali kekamarnya masing-masing. "Assalamualaikum Bi." Salam Ilham sembari mencium punggung tangan Ustadz Habsy kemudian diikuti Aldi. Mereka kini sedang berada didepan masjid pondok yang dikelilingi pagar-pagar dari tumbuhan. Pondok Al-Hikmah terlihat seperti pedesaan yang asri, lahannya yang luas membuat para santri terasa seperti ada di desanya sendiri yang dingin dan sejuk karena segala macam pohon ada didalamnya. Dan ketika malam hari seperti ini, terdapat lampu obor disetiap pinggir jalan pondok sehingga terlihat begitu hikmat. "Waalaikum salam warrahmatullah. Nak Aldi ikut pengajian juga?." Ucap Ustadz Habsy terheran melihat Aldy yang tidak biasanya ikut Ilham mengaji. "Iya Abi." Jawab Aldi dengan begitu sopan meski sebenarnya dia mengenal Ustadz Habsy sudah begitu dekat seperti Ilham. Ustadz Habsy kembali menyimpulkan senyumnya. "Yasudah Abi kembali kerumah dulu ya. Oh ya, kalian mau mampir?." Tanya Ustadz. Ilham hampir meng'iyakan pertanyaan Abinya, sudah lama dia tidak mengunjungi rumah Abinya. Tapi Aldi mendahului, "Terimakasih Abi, tapi setelah ini kami ada acara. Lain kali saja ya." Jawab Aldi. Apa-apaan sih Aldi enak saja, pikir Ilham. "Oh yasudah, kalau kalian mau main silahkan," Ucap Abi sembari berlalu. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti dan kembali menengok kearah dua pemuda itu. Matanya menatap lekat kearah Ilham, membuat Ilham susah berkedip. "Segeralah menegurnya. Assalamualaikum." pamitnya yang membuat Ilham bergidik ngeri. "Waalaikum salam warrahmatullah." Aldi dan Ilham kemudian saling memandang. Aldi tahu apa yang dimaksud Ustadz. "Hai Assalamualaikum." Sapa seseorang bersuara lembut khas seorang gadis. "Waalaikum salam, Ami." Jawab Aldi kemudian senyumnya mengembang. "Loh, kamu bukannya Ilham?." Tanya Ami setelah melihat Ilham sedang ada disamping Aldi. "Iya, dia sahabatku." Jawab Aldi dengan cengengesan. "Oh ini yang tadi maksud lo temen? Dan ini maksud lo nolak mampir kerumah Abi?." bisik Ilham keAldi. "Ami, sudah nih. Pulang yuk." Ucap lagi seorang gadis sedang berjalan sembari memasang 'jarum pentul'nya dibagian tengah kerudung yang menyatukan sisi kanan dan kirinya. Langkah gadis itu berhenti tepat disamping Ami, kepalanya mulai mendongak kearah depan. DEG... Matanya bertemu langsung dengan mata Ilham yang sedari tadi sudah melihatnya. "Kita makan dulu ya Rum." Ajak Ami yang membuyarkan lamunannya. Ami mengedipkan matanya, tanda merayu. "Aku gak bisa..." "Ayo dong Rum, besok kan free. Plis, mau ya... Sebentar aja kok." rayu Ami kini dengan wajah memelas. Rumi terdiam, jika dia menolak pasti akan mengecewakan Ami, tapi kalau dia menyetujuinya, dia akan bertemu lebih lama dengan orang yang berusaha dilupakan. "Kalau diem tandanya setuju. Lagian kita makan deket sekolahmu kok Rum." Ucap Aldi yang mulai mengintrupsi dan menyimpulkan jawaban Rumi sebelum dijawab. "Iya udah deh ayuk." Ucap Ami sembari menarik tangan Rumi keluar dari pondok. *** Mereka berempat sudah berada di cafetaria dekat sekolah. "Eeh selfie dulu yuk." Ucap Ami. "Ayok, jarang-jarang kan ketemu." Tambah Aldi, yang semakin membuat Rumi badmood. "Rum lo yang bawa tongsisnya ya, kan lo yang ujung." Ucap Ami semakin membuat bete Rumi. "Males ah." Elak Rumi. "Ayo dong. Plis." Mohon Aldi. Haaa, harus bagaimana lagi. Gak kenal dengan Aldi, dan gak enak harus nolak. Akhirnya Rumi mau. Setelah acara selfie selesai dan menghasilkan puluhan foto, akhirnya pelayan datang. Dan Rumi memilih memesan makanan yang sama dengan Ami. Kali ini mata Rumi dan Ilham bertemu. Namun bukan saling pandang, pandangan mereka sama-sama kosong. "Huu ngebetein." Gerutu Rumi dalam hati sembari masih memandang kearah Ilham. "Ngomong apa?." Ucap Ilham juga dalam hati. "Bete tau gak." Ucap Rumi dalam hati juga. Mereka seperti sedang berinteraksi lewat telepati. Ilham tersenyum-senyum geli melihat ekspresi Rumi yang terlihat kesal. Sedangkan Aldi dan Ami tidak menyadari itu karena sedang asyik berbincang. "Ngapain kamu." Kini Rumi tidak lagi berbicara dalam hati, bahkan alisnya bertaut. "Kamu yang ngapain." Jawab Ilham santai yang membuat Rumi mendengus kesal. Kedua orang disamping akhirnya menyadari sahabatnya sedang berinteraksi pula. Rumi menoleh kearah Ami. "Ada apa Rum?." "Am, lo masih lama gak?." Tanya Rumi. "Rumi... makanan aja belum dateng." Jawab Ami yang menyadarkan Rumi bahwa acara 'makan malam'nya belum dimulai. Matanya sekilas beralih kearah Ilham yang seperti menahan tawa. "Yaudah gue pulang duluan." Ucap Rumi sembari bergegas ingin pergi. "Eeh tunggu dong Rum, makanannya belum dateng." "Buat lo aja ya." "Terus lo pulang naik apa?." Rumi mulai berfikir, yaa.. Dia harus naik apa? Angkot atau jalan kaki?. "Naik angkot mungkin, atau jalan kaki." Jawab Rumi sekenanya. "Eeh angkot bahaya loh kalok sendirian Rum, biar Ilham aja yang nganterin." Ucap Aldi yang seketika membuat Ilham dan Rumi terperangah kaget. Bisa-bisanya punya inisiatif seperti itu. "Gak mau. Gak boleh yang bukan mahram satu mobil." Jawab Ilham langsung. "Iish siapa juga yang mau dianterin sama kamu," Sahut Rumi. "Aku duluan, Assalamualaikum." "Waalaikum salam." *** "Angkotnya mana lagi, kok gak ada. Jalanan sepi lagi. Emang dasar Ami, sahabat apaan gitu, ngebiarin sahabatnya pulang sendirian." gerutu Rumi yang kini berada didepan cafetaria sedang menunggu angkot. Suara langkah sedang mendekat kearah Rumi terdengar. "Ngapain nyalahin Ami," ucap seseorang itu ketika sudah ada disamping Rumi. Membuat Rumi berjengkit kaget bercampur ngeri. Rumi terhenyak kaget dan berteriak. "Aaaah..." "Hei jangan teriak." Ucap seseorang itu yang ternyata Ilham. "Kamu ngagetin. Lagian ngapain tiba-tiba disini." Ucap Rumi sewot. "Pulang" Jawab Ilham. "Pulang?." "Ya." jawab Ilham singkat. "Naik apa?." "Angkot." "Lah itu mobil?." Ucap Rumi yang melihat kearah parkiran, disana terpakir mobil mewah berwarna silver diantara mobil-mobil lain. "Mobil Aldi." jawab Ilham singkat. Huu dasar Rumi, kenapa bertanya dengan "manusia singkat kata" itu. Coba lihat, nanya banyak banget tapi jawabnya singkat. Rumi kembali diam, dan tak lama angkot datang. Mereka berdua buru-buru melambaikan tangan kirinya, dan angkot yang penuh dengan penumpang berhenti didepan mereka. Sebelum Rumi naik, Ilham dengan cepat mendahuluinya sehingga membuat Rumi mendengus kesal. Dan setelah mereka berdua sudah didalam angkot, ternyata kursi penumpangnya sudah penuh dan hanya cukup untuk satu orang, dengan cepat Ilham mendudukinya. "Hei, bisa menyingkir dari situ? Wanita harus didahulukan." Ucap Rumi dengan berdiri agak menunduk karena volume angkot yang sempit. Tapi sepertinya Ilham tidak bergeming untuk berdiri dan memberikan tempat duduknya untuk Rumi. Dan saat pengemudi angkot mulai tancap gas, Rumi jatuh tersungkur karena tidak bisa menyeimbangkan diri. Bukannya menolong, Ilham malah berdiri dan pindah kepintu (seperti kernet) eeh, mana ada kernet cakep kayak getoh... "Duduklah." Ucap Ilham melihat Rumi yang tidak segera berdiri, dan malah melihatnya tanpa berkedip. Baru tersadar, Rumi segera berdiri dan mulai duduk disamping penumpang lainnya. Diliriknya penumpang lain, dan terlihat sekali mereka sedang menahan tawa bahkan ada yang berbisik sambil melihat kearahnya. Huu malu sekali jadi Rumi... Gadis itu segera memalingkan wajahnya dan pura-pura tidak tahu. Padahal dia sangat, sangat malu. Ilham yang melihat tingkah Rumi harus mati-matian menyembunyikan tawanya. Ternyata tingkahnya masih sama, pikir Ilham. *** "Pak, kiri..." Ucap Rumi setelah melihat gang rumahnya sudah tidak jauh lagi. Dan tukang angkot itu pun berhenti tepat didepan gang itu. "Minggir!." Ucap Rumi setengah berteriak, karena Ilham yang posisinya sedari tadi dipintu tidak bergerak untuk memberi ruang Rumi keluar dari angkot. Mendengar ucapan Rumi, Ilham segera keluar dari angkot dengan diikuti Rumi. "Oh ini gang rumahmu?." Ucap Ilham sembari mengedarkan pandangannya, seperti mengamati dan mencoba menyimpannya diotak. "Ya. Sudah, naiklah." Jawab Rumi setelah selesai membayar ongkos angkotnya. Ilham pun kembali naik ke angkot. 'Meski tidak bisa mengantarmu sampai rumah, namun setidaknya aku yakin kamu baik-baik saja tadi. Dan aku terlalu gengsi untuk terang-terangan menjagamu, aku terlalu takut kamu menolaknya karena semua yang telah terjadi.' "Pak, saya balik kecafetaria tadi ya." Ucap Ilham ke tukang angkot. "Baik." Dan sebenarnya mobil yang dimaksud olehnya milik Aldi adalah mobilnya. Dia hanya mencari alasan untuk mengikuti Rumi, menjaganya dalam keramaian. Dia hanya ingin meyakinkan dirinya bahwa Rumi akan baik-baik saja sampai rumah. Karena tanpa disadari dalam benaknya ada rasa khawatir ketika melihat gadis itu memutuskan untuk pulang sendirian. 'Aku hanya ingin menjagamu diam-diam dalam balutan angin yang membisu, agar tak pernah kau tahu aku sangat mengkhawatirkanmu.'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD