Beberapa hari berlalu tapi Anggita masih merasakan sebuah perasaan yang mengganjal. Anggita berada didalam kamarnya sambil merebahkan dirinya dikasur. Pandangan Anggita menerawang menatap langit-langit kamarnya. Anggita kembali mengingat-ingat wajah Radhika. Wajah Radhika terasa tidak asing baginya lalu pandangan Radhika padanya, Radhika memandangnya lurus dan seakan begitu banyak perasaan yang ingin diungkapkan melalui tatapan itu.
Anggita bangun dari tidurnya dan keluar dari kamarnya mencari Angkasa. Anggita menyusuri setiap ruangan yang berada dirumah Omanya mencari Angkasa. Anggita memasuki satu per satu ruangan mulai dari kamar Angkasa, ruang keluarga, dapur dan akhirnya Anggita menemukan Angkasa sedang makan dimeja makan.
"Mas Asa," ucap Anggita sambil duduk di meja makan tepat dihadapan Angkasa.
Angkasa yang sedang asik dengan pempek palembang dihadapannya menatap Anggita dengan tatapan seakan bertanya 'apa?'
"Mas, Mas Dhika teman Mas Asa tadi pernah main ke rumah kita dulu?" tanya Anggita berhati-hati.
Angkasa memejamkan matanya sesaat dengan wajah tertunduk menatap makanannya. Yang Angkasa khawatirkan pun terjadi. Anggita penasaran dengan Radhika. Angkasa takut setelah menceritakan mengenai Radhika, Anggita akan kembali mencoba mengingat ingat masa lalu mereka dan mengakibatkan kepala Anggita kembali berdenyut sakit.
Angkasa merasa bersalah. Angkasa merasa bertanggung jawab atas kecelakaan Anggita karena pada hari kecelakaan Anggita, seharusnya Anggita pulang sekolah dijemput oleh supir keluarga Djaya, Pak Nono namun karena Angkasa ingin memberikan kejutan Angkasa pulang ke Bandung pada hari itu sehingga Pak Nono yang seharusnya menjemput Anggita kesekolah malah menjemput Angkasa ke Jakarta.
"Kenapa kamu penasaran sama Dhika? Kamu naksir Dhika? Dhika sama Ticya pacaran Ta, jangan jadi pelakor Ta," ucap Angkasa dengan nada cuek dan terselip nada mengejek disana.
Anggita memutar bola matanya mendengar ucapan Angkasa.
"Mas..."
Angkasa menghela nafasnya panjang. "Dhika dulu sering main sama Mas Asa," jawab Mas Asa singkat.
"Tata kenal Mas Dhika? Tatapan Mas Dhika tadi rasanya aneh,"
"Aneh gimana?" tanya Angkasa dengan alis berkerut.
"Ya aneh Mas.. Tata juga bingung jelasinnya,"
Angkasa menghela nafas lagi. "Dulu Dhika dan Mas Asa sering main bersama dan kamu beberapa kali bertemu Dhika,"
Anggita mengerutkan alisnya. Cerita Angkasa terasa... Aneh... Entah mengaapa hati Anggita masih merasa janggal.
"Ta, nggak usah dipikirin ya, Mas nggak mau kamu sampai drop seperti tadi karena kamu berusaha mengingat-ingat masa lalu kita,"
Angkasa pun beranjak dari meja makan dengan membawa piring kosong bekas makannya ke tempat cuci piring dan mencucinya. Angkasa hendak meninggalkan ruang makan namun sejenak Angkasa menghampiri Anggita yang masih terdiam di tempat duduknya.
"Sudah ya nggak usah dipikirin lagi. seperti kata Papa, Apapun yang terjadi di masa lalu, semua sudah berlalu Ta, yang penting bagaimana kita menjalani hari ini supaya hari esok semakin baik," ucap Angkasa sambil menepuk-nepuk puncak kepala Anggita.
Anggita mengangguk menanggapi ucapan Angkasa dan Angkasa pun pergi meninggalkan Anggita dan masuk kedalam kamarnya. Di dalam kamarnya Angkasa menatap keluar jendela kamarnya menatap langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang disana.
Angkasa tidak ingin Anggita kembali mengingat-ingat kedekatannya dengan Radhika. Mereka bukan lagi anak usia belasan tahun. Angkasa tidak bodoh untuk mengerti perasaan Anggita untuk Radhika. Anggita tidak lagi melihat Radhika seperti Anggita melihat dirinya sebagai seorang Kakak. Anggita menyukai Radhika dengan porsi seorang wanita menyukai seorang pria. Sementara Radhika sudah memiliki Leticya.
Mengingatkan Anggita pada masa lalu akan menuntun Anggita kembali menyukai Radhika dan Angkasa tidak ingin melihat Anggita patah hati setelah amnesia yang Anggita alami ditambah patah hati, rasanya Angkasa tidak sanggup membayangkannya.
Diruangan lain, Anggita sudah kembali ke dalam kamarnya dan kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Hari ini adalah hari yang cukup berat. Anggita memilih memejamkan matanya berharap semua akan lebih baik saat ia terbangun dari tidurnya esok pagi
INGATAN ANGGITA ON.
"Mas, Tata mau main ini, temeninnnn.."
"Ta, Mas lagi ada PR, Tata main aja sama Ibu sana," ucap Radhika dengan nada sedikit membentak dan sebal.
Angkasa yang sedang mengerjakan PR disebelah Radhika terkesiap kaget dan memperhatikan interaksi keduanya.
"Tata mau main sama Mas Asa aja?" ucap Angkasa karena melihat wajah sedih adiknya.
Radhika pun menyadari keterdiaman Anggita. Radhika menatap Anggita yang kini tertunduk memainkan kedua tangannya. Radhika pun mendekati Anggita.
"Maafin Mas ya Ta, Mas gak maksud bentak Tata, Mas lagi ada PR Sekolah, Tata udah buat PR?" tanya Radhika dengan nada lembut.
Anggita menggangkat wajahnya dan menggangguk perlahan.
"Ya udah, kamu tunggu sebentar ya, Mas mau buat PR dulu. Nanti habis Mas selesai buat PR nanti Mas temenin Tata main," ucap Radhika sambil menatap Anggita.
"Janji ya?" Tanya Anggita dengan nada ragu-ragu.
"Iya, janji," jawab Radhika yakin.
---
"Ta.." panggil Radhika sambil menatap Anggita.
Radhika pun menghela nafas panjang karena Anggita tetap terdiam. Anggita sama sekali tidak membalas panggilan Radhika.
"Anggita, kesayangannya Mas Dhika," ucap Radhika dengan nada lembut.
Anggita pun spontan memutar bola matanya malas, dulu memang Anggita luluh setelah Radhika berkata seperti itu karena Anggita masih kecil, Anggita merasa senang karena ia mempunyai dua kakak laki-laki yang begitu menyayanginya namun kini semuanya sudah berubah, Anggita sudah menjadi gadis remaja.
"Mas Dhika minta maaf ya," ucap Radhika dengan nada sangat menyesal.
Anggita pun menghela nafas. Kalau Radhika sudah meminta maaf maka Anggita akan bersalah jika Anggita masih bersikukuh untuk tidak memaafkan Radhika. Devano dan Diandra selalu mengajarkan pada Anggita agar Anggita memaafkan orang yang bersalah padanya terlebih jika orang yang bersalah kepadanya itu sudah menyadari dan meminta maaf akan kesalahannya.
Anggita pun menutup n****+ yang sedang dibacanya, meletakannya di atas nakas samping tempat tidurnya kemudian bersedekap. Anggita pun langsung menatap Radhika dengan pandangan permusuhan sementara Radhika masih menatap Anggita dengan tatapan permohonan maaf.
"Emang kenapa Mas Dhika minta maaf sama aku?" Tanya Anggita dengan nada permusuhan.
Radhika pun tersenyum tipis. Anggita memang jelas tidak berubah, dari kecil Anggita memang perlu waktu untuk berbaikan dengan Radhika ataupun Angkasa.
"Mas Dhika salah karena udah isengin kamu, habis kamu masih kecil kok baca buku itu," ucap Radhika sambil menunjuk buku disisi Anggita kini.
Anggita pun spontan memutar bola matanya dengan gerakan malas, "Mas niat gak sih minta maafnya? Kok masih mau bikin aku kesel?"
Radhika terkekeh."Ya Mas minta maaf lah,"
Anggita mencoba menepis tangan Radhika "Ih, Mas Dhikaaaa! Rambut Tata kan berantakannnn," ucap Anggita sambil cemberut.
"Jangan cemberut gitu ah nanti cantiknya hilang," ucap Radhika.
Anggita pun memutar bola matanya dengan gerakan malas mendengar ucapan Radhika barusan sementara Radhika menarik Anggita masuk kedalam pelukannya.
"Please, jangan marah lagi ya," ucap Radhika kemudian menempelkan bibirnya pada puncak kepala Anggita.
INGATAN ANGGITA OFF.
Anggita terbangun ditengah malam dengan tubuh berkeringat. Tangan Anggita gemetar. Mimpinya tadi terasa begitu nyata. Anggita pun berusaha mengingat-ingat siapa Radhika sebenarnya. Semakin berusaha kepala Anggita semakin berdenyut. Perlahan tapi pasti denyutan itu semakin terasa. Pandangan Anggita mulai buram. Perlahan tapi pasti pandangan Anggita mulai gelap dan tepat sebelum semuanya gelap dengan seluruh kekuatan yang tersisa Anggita berteriak memanggil Angkasa.
"Mas Asa?!"