Waktu berlalu dan kini Radhika dan Anggita pun tumbuh menjadi remaja. Radhika kini duduk di bangku SMA dan Anggita duduk di bangku SMP.
Semakin dewasa mereka, kedekatan mereka pun mulai merenggang. Radhika dan Anggita mulai sibuk dengan pergaulan mereka masing-masing namun dirumah sesekali mereka masih bertemu dan bercanda.
Radhika dewasa tumbuh semakin tinggi dan semakin tampan. Pipinya yang gempal sewaktu kecil kini sudah tirus seiring berjalannya waktu. Wajah Radhika kini semakin tampan dengan rahang tegasnya yang semakin terbentuk.
"Mas Dhikaaaa! Balikin buku Tata!" Ucap Anggita dengan nada marah.
Radhika berdiri dan mengangkat buku n****+ milik Anggita tinggi-tinggi sehingga membuat Anggita melompat-lompat demi menggapai buku n****+ miliknya.
Diandra menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Radhika dan Anggita. Berapa pun umur mereka, Radhika dan Anggita selalu seperti anak kecil.
"Ma, liaaatttt! Tata udah baca cinta-cintaan!" Teriak Radhika.
Diandra menggelengkan kepalanya lagi.
"Mamaaaa! Mas Asaaaa! Tolongin Tataaaa! Mas Dhika resekkkk!!" Ucap Anggita dengan nada kesal.
Angkasa yang sedang menonton TV berdecak, "Balikin aja sih Mas," ucap Angkasa malas.
Radhika mengabaikan ucapan Angkasa.
"Mas, Balikin buku Tata," ucap Diandra pelan.
Radhika menurunkan buku Anggita dan langsung diambil Anggita. Anggita pergi ke kamarnya sambil berteriak, "Mas Dhika, Nyebeliiinnn!!!"
Radhika memutar bola matanya kemudian duduk di samping Angkasa yang masih fokus menonton TV.
Diandra datang mendekati Radhika dan Angkasa sambil membawa sepiring buah semangka kesukaan Radhika dan Angkasa.
"Tuh kan, Tata ngambek," ucap Diandra sambil menatap Radhika.
Radhika menggendikan bahunya dan mengambil sepotong semangka dan memakannya.
"Tata tuh masih kecil masa baca cerita cinta-cintaan Ma," ucap Radhika dengan nada mengadu.
Diandra mengulum senyum, "Ya kan Tata anak perempuan Mas, suka cerita yang manis romantis, Mama juga dulu begitu," ucap Diandra sambil mengambil sepotong semangka.
"Dhika gak suka tuh," ucap Radhika dengan nada cuek.
"Ya beda Mas, kamu kan laki-laki," ucap Diandra sambil memutar bola matanya.
Radhika diam tidak membalas ucapan Diandra.
"Sana samperin Tata ke kamarnya Mas, minta maaf, kamu loh yang duluan isengin dia," ucap Diandra mengingatkan.
Radhika memutar bola matanya kemudian beranjak berjalan menuju kamar Anggita.
"Semangat Dhik, Semoga berhasil," ucap Angkasa dengan nada meledek.
Radhika memutar bola matanya malas. Radhika tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar Anggita.
Radhika sampai didepan pintu berwarna coklat dengan gantungan nama Anggita disana. Radhika mengetuk pintu kamar Anggita beberapa kali namun tidak ada jawaban dari dalam. Radhika menghela nafas sejenak kemudian mencoba membuka pintu kamar Anggita. Pintu kamar Anggita pun terbuka, Radhika beruntung Anggita tidak mengunci pintu kamarnya.
Radhika masuk kemudian menutup kembali pintu kamar Anggita. Radhika mendekati Anggita dan duduk di tepi tempat tidur Anggita.
Anggita bukannya tidak menyadari ketukan yang terdengar telinganya hanya saja Anggita tau siapa yang mengetuk pintu kamarnya sehingga mendiamkannya karena Anggita masih merasa kesal. Anggita melihat pergerakan Radhika dari ujung matanya dan hanya terdiam.
"Ta.." panggil Radhika sambil menatap Anggita yang masih setia diam sambil membaca buku yang tadi ia ambil.
Radhika menghela nafas panjang karena Anggita tetap terdiam. Anggita tidak membalas panggilan Radhika.
"Anggita, kesayangannya Mas Dhika," ucap Radhika dengan nada pelan.
Anggita memutar bola matanya malas, dulu memang Anggita luluh setelah Radhika berkata seperti itu karena Anggita masih kecil, Anggita senang karena mempunyai dua kakak laki-laki yang begitu menyayanginya namun kini semuanya sudah berubah, Anggita sudah gadis remaja.
"Mas Dhika minta maaf ya," ucap Radhika dengan nada menyesal.
Anggita menghela nafas. Kalau Radhika sudah meminta maaf maka Anggita akan salah jika Anggita masih bersikukuh tidak memaafkannya. Devano dan Diandra selalu mengajarkan agar Anggita memaafkan orang yang bersalah padanya terlebih jika orang yang bersalah kepadanya itu meminta maaf.
Anggita menutup n****+ yang sedang dibacanya, meletakannya di nakas samping tempat tidurnya kemudian bersedekap. Anggita menatap Radhika dengan pandangan permusuhan sementara Radhika menatap Anggita dengan tatapan permohonan maaf.
"Emang kenap Mas Dhika minta maaf sama Tata?" Tanya Anggita dengan nada kesal.
Radhika tersenyum tipis. Anggita memang tidak berubah, dari kecil Anggita memang perlu waktu untuk berbaikan dengan Radhika ataupun Angkasa.
"Mas Dhika salah karena udah isengin kamu, habis kamu masih kecil juga kok udah baca buku itu," ucap Radhika sambil menunjuk buku disisi Anggita dengan Bibirnya.
Anggita memutar bola matanya malas, "Mas niat gak sih minta maafnya? Kok masih mau bikin aku kesel?"
Radhika terkekeh kemudian mengacak-acak rambut Anggita. "Ya Mas minta maaf lah,"
Anggita mencoba menepis tangan Radhika "Ih, Mas Dhikaaaa! Rambut Tata berantakannnn," ucap Anggita sambil cemberut.
"Jangan cemberut ah nanti cantiknya hilang," ucap Radhika.
Anggita memutar bola matanya malas mendengar ucapan Radhika barusan sementara Radhika mengulurkan tangannya dan menarik Anggita masuk kedalam pelukannya.
"Jangan marah lagi ya," ucap Radhika sambil menempelkan bibirnya pada puncak kepala Anggita.
Tubuh Anggita menegang karena kaget. Sudah lama Anggita tidak memeluk Radhika karena mereka tumbuh semakin dewasa mereka pun mulai menjaga jarak, ini pelukan pertama Radhika pada Anggita setelah sekian lama.
Anggita tersadar dan melepaskan pelukan Radhika. Wajah Anggita memerah,
"Udah Ah Mas sana keluar, Tata mau baca lagi," ucap Anggita ketus karena salah tingkah.
Radhika merasa aneh dengan perubahan Anggita yang tiba-tiba berbicara ketus padanya.
"Iya, iya.." Ucap Radhika sambil berdiri dan keluar dari kamar Anggita.
Anggita memegang jantungnya yang berdetak sangat kencang. Anggita merasa wajahnya panas. Yang Anggita tidak sadari adalah semenjak hari itu hatinya berubah mulai mengagumi Radhika dengan sisi yang berbeda.
Disisi lain Radhika masih merasa bingung dengan perubahan Anggita mungkin ini yang disebut masa puber, masa mencari jati diri. Anggita bisa berubah-ubah dalam waktu singkat.
Kata orang didunia ini tidak ada yang namanya kedekatan seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan label teman atau sahabat. Diantara mereka pasti salah satunya akan merasakan perasaan lain diluar ikatan teman atau sahabat. Kalau untuk kasus Radhika dan Anggita, Anggita lah yang perasaannya mulai berubah.
Waktu keduanya masih sama-sama seorang anak-anak, hubungan keduanya murni pertemanan dua orang anak kecil yang senang bermain bersama, pergi bersama bahkan makan bersama. Dimana ada Radhika disana ada Anggita, dimana ada Anggita disitu ada Radhika begitu cara kerjanya.
Namun kini keduanya bukan lagi sepasang anak kecil yang sama, keduanya sudah sama-sama tumbuh dewasa dan kini tanpa mereka sadari semuanya tak akan lagi sama.
---
Pagi dirumah Keluarga Djaya kali ini lebih ramai karena ada Radhika. Radhika duduk disebelah Anggita. Hari ini Diandra mempersiapkan roti panggang, nasi goreng dan s**u sebagai menu sarapan Keluarganya. Diandra dengan cekatan ngambilkan nasi goreng untuk Devano sementara anak-anak memakan roti panggang buatan Diandra. Mereka semua nampak sibuk dengan sarapan mereka masing-masing.
Selesai sarapan Devano bergegas berangkat menuju kantornya sementara Angkasa, Anggita dan Radhika berangkat menuju sekolah mereka.
Disekolah, Angkasa, Anggita dan Radhika langsung pergi ke kelas mereka masing-masing. Ketiganya mengikuti pelajaran dengan baik terlebih ketiganya masuk dalam jajaran siswa-siswi berprestasi dan memiliki wajah rupawan tentunya.
Radhika si ketua team Basket SMA, Angkasa si mantan ketua Osis dan Anggita si pintar dengan wajah cantiknya.
Di tingkat SMA ada satu pria lain yang sama populernya dengan Radhika dan Angkasa, pria itu bernama Gerald, Gerald terkenal karena kepandaian, ketampanan dan banyaknya wanita yang pernah menjadi pacarnya.
Semua sedang fokus belajar ketika Anggita keluar menuju perpustakaan, hari ini guru matematika yang seharusnya mengajar di kelas Anggita tidak masuk sehingga ada satu jam pelajaran kosong yang bisa digunakan untuk pergi ke perpustakaan.
Anggita sedang duduk di perpustakaan dan asik membaca n****+ yang tersedia di perpustakaan ketika seseorang duduk dihadapan Anggita. Anggita yang begitu fokus membaca tidak menyadari kalau seseorang kini menatapnya sambil menyungingkan sebuah seringai.
"Anggita Djasa Saputra.." ucap Seseorang membuat Anggita kaget dan mengalihkan perhatiannya untuk mencari sumber suara.
Anggita tertegun sesaat karena pria yang di hadapannya Errr.. Tampan.. Anggita tidak memungkiri bahwa pria di hadapannya ini tampan.
"Kakak manggil saya?" Tanya Anggita bingung.
Pria itu mengangguk. "Iya, Nama aku Mario Geraldo, kamu bisa panggil aku Mario atau Gerald. Kamu baca apa? Kenapa kamu bisa disini?"
Anggita mengerutkan alisnya, pria didepannya ini tampan tapi aneh.
"Aku cuma mau kenalan sama kamu," ucap Gerald sambil tersenyum karena menyadari perubahan wajah Anggita.
Mendengar alasan Gerald, Anggita pun tersenyum tipis, "Ini n****+, saya bisa disini karena guru matematika saya nggak masuk,"
Gerald mengangguk mendengar penjelasan Anggita. Anggita sendiri bingung bagaimana Gerald bisa ada dihadapannya saat jam pelajaran seperti ini.
"Aku baru habis dari toilet terus liat ada kamu disini jadi mampir dulu, penasaran gimana kamu bisa di perpus jam segini," ucap Gerald sambil menggaruk tengkuknya.
Anggita merasa kikuk, pria dihadapannya ini aneh sedangkan Gerald sendiri merasa bodoh, caranya mendekati Anggita kali ini begitu kaku, entah kemana perginya Gerald si playboy sekolah.
"Hmm, aku kembali kekelas dulu, aku lagi pelajaran Bu Lastri, kalau lama-lama diluar bisa-bisa pas masuk kedalam aku ditelan sama Bu Lastri," ucap Gerald sambil bergidik ngeri.
Anggita tertawa kecil mendengar dan melihat tingkah Gerald kali ini. Anggita mengangguk dan Gerald pergi melesat menuju kelasnya. Baru sebentar Anggita kembali membaca novelnya, Anggita dikagetkan dengan kedatangan Gerald kembali yang berlari sambil terengah-engah.
"Kita berteman ya, Dadahhh, aku harus kembali sebelum Bu Lastri menelanku hidup-hidup,"
Selesai mengucapkan kalimat itu Gerald berlari menuju kelasnya dan Anggita menggelengkan kepalanya.
Cakep-cakep kok aneh...