Saat aku lagi duduk sambil memakan sarapanku yang sama sekali aku tak selera, Papi malah menyentil jidatku pakai sendok.
“Aaawww…..” ringisku sambil mengelus jidatku.
“Makanya, kalo lagi di meja makan jangan ngelamun. Itu pancakenya kok gak di makan sih” sungut Papi.
Aku menatap Papi malas, “lagi malas makan, Pi. Gak mood” jawabku sambil mengaduk-aduk selai madu yang berada diatad pancake-ku.
Kini Mami beranjak dari kursi dan melangkah kearahku, “kenapa gak mood, Rak? Gak enak ya, pancake Mami” Tanya Mami dengan nada sedih.
Aku menggeleng cepat, “nggak, bukan itu. Raka suka semua apapun yang Mami buat untuk Raka, tapi….” Aku memberi jeda sebentar.
Mami mengernyit bingung, “Tapi apa?”
“Tapi Raka hari ini gak mood makan, karena…” aku memberi jeda lagi.
Kini bukan Mami yang penasaran malah Papi yang penasaran, “Raka, bisa nggak gak usah bikin Mami sama Papi jadi penasaran?!”Tanya Papi dingin. Mami mengangguk setuju. Aku menghela napas pelan.
“Rasya, Mi, Pi. Dia pergi sama Angelo kemarin” ucapku sedih.
Mami melototkan matanya, “Masih suka sama Rasya? Nggak boleh, Mami nggak setuju” ucap Mami sambil mendengus sebal.
Kini Papi menenangkan Mami yang gayanya labil itu. Aneh, padahal Mami udah tua –gak tua-tua amat sih- masa anaknya suka sama Rasya aja nggak boleh. Geezz….
“Mam...” rengekku.
“Mami bilang tidak ya, tidak!” perintahnya.
Aku mendengus pasrah, sedangkan Andira dan Papi menatapku dengan iba. Huh.. Mami tega banget sih, kan aku Cuma mau Rasya. Dengan malas, aku kembali memakan pancake yang Mami buat.
♥♥♥
Oh but that one night
Was more than just right
I didn't leave you cause I was all through
Oh I was overwhelmed, and frankly scared as hell
Because I really fell for you
Oh I swear to you
I'll be there for you
This is not a drive by
Just a shy guy looking for a two ply
Hefty bag to hold my love
When you move me everything is groovy
They don't like it sue me
Mm the way you do me
Oh I swear to you
I'll be there for you
This is not a drive by
On the upside of a downward spiral
My love for you went viral
And I loved you every mile you drove away
But now here you are again
So let's skip the "how you been" and
Get down to the "more than friends" at last
Oh but that one night
Is still the highlight
I didn't need you until I came to
and I was overwhelmed, and frankly scared as hell
Because I really fell for you
Oh I swear to you
I'll be there for you
This is not a drive by
Lagu Train – Drive By terus aku dengarkan di I-pod. Rasanya kalo denger lagu ini galau ku hilang.
Rasya.. bagaimana caranya aku bisa mendapatkanmu?
Mendapatkanmu aja susah karena ada Angelo.
Oh.. Rasya, asal kau tahu Raka cinta banget sama Rasya.
Bagaimana caramu agar kamu bisa melupakan Angelo dan kembali padaku?
Alamak… kok jadi galau gini sih? Rasya… kamunya pake pelet apa, sih?
“Doooorr… “ suaranya mengagetkanku. Aku melihat ternyata si Nando sedang menyeringai. “ngelamun aja loe, kenapa? Masih gak direstui sama Mami loe?”
Aku mengangguk, “iya, Mami gak pernah ngijinin aku sama si Rasya” jawabku sedih.
“Ahahahaha…. Galau nih ye.. gimana kalo fans-fans loe pada tau kalo loe lagi galau?” tanyanya ngejek.
“Bising loe ah,” sungutku sebal.
Dan orang yang gak ku harapkan pun kini datang, siapalagi kalo bukan si titisan badut ancol?
“Raka…. My honey, bunny, sweety” panggilnya centil.
Oh Tuhan, ini sih namanya bencana, kenapa harus datangnya si Nara, sih? Coba yang datang si Rasya. Ah itu sih maunya aku.
Aku memandangnya bosan, “apalagi sih Nara?”
“Kok kamu gitu banget sih, babe. Aku ini’kan pacarmu” ucapnya sambil memelukku.
Arrgghhh…. Sialan!! Aku asingkan juga dia ke ujung kulon biar gak bisa nempel-nempel ke aku lagi, bah.. dia udah kayak cicak nempel di dinding aja.
“Nara… please lepasin” ucapku sambil berusaha melepaskan pelukkannya.
“Gak mau, Rak. Aku maunya peluk kamu, habisnya aku kangen banget sih” ucapnya manja dalam dekapanku.
Kini si Nando malah cekikkan gak jelas. Dia sahabatku atau bukan, sih? Harusnya bantu’in aku dong ngejauhin aku dari titisan badut ancol ini.
Saat aku berusaha melepaskan pelukannya si Nara, malah aku melihat Diva bersama dayang-dayangnya menatap Nara dengan marah. Wadduuhh… gawat, datang satu tumbuh seribu… oh Mami… kenapa anakmu ini dikelilingi cewek-cewek aneh bin gaje gini sih? Bisa gak sih, hidupku ini tentram, damai, dan aman oh Tuhan…? Kalau bisa aku melempar mereka ke planet Pluto, aku akan melempar mereka secepatnya.
Diva menatapku tajam, “Rakaaaa!!!” panggilnya seraya menghentakkan kakinya. Wadduuh… gawaat bin darurat ini. Aku memejamkan mata sambil bergumam ‘sim salabim hilangkan aku oh Aladdin’ saat aku membuka mata, malah aku bukan hilang, yang ada si Diva main jambak-jambakkan sama Nara, sedangkan dayang-dayangnya Diva menatapku mupeng.
“Enak aja loe, Raka milikku”
“Hih… loe bukan milik Raka tapi milik monyet yang ada di hutan tropis”
“Eh, sembarangan! Loe nya aja kali yang kecentilan deket-deket si Raka”
Aku menatap Nando meminta bantuannya, malah dia sudah lambai-lambai kearahku. Aarrrgghh…. Sialll!!
Kini Diva dan Nara bukannya main jambak-jambakkan. Malah sekarang main cakar-cakaran layaknya kucing rumahan versus kucing garong. Lha, kok jadi ngelantur gini, sih? Tapi aku serius, liat deh rambutnya Diva sama si Nara udah kayak singa. Hih… mengerikan.
Dayang-dayangnya Diva bukannya membantu Diva yang berantem sama Nara, malah mereka mendukungnya ala gaya cheerleaders.
“C’mon fight, c’mon fight. “ ucap dayang-dayangnya Diva berkali-kali sambil mengerling centil menatapku.
Oh, Tuhaaann… mengapa aku dikelilingi gadis gila?
“Eh… stoooopp…” leraiku.
Mereka berdua pun berhenti bertengkar begitupun dayang-dayangnya Diva berhenti bersorak.
“Kalian ini apa-apaan sih? Tingkah kalian kayak anak kecil tau gak! Udah ah, gue bosan liat tingkah kalian berantem mulu kerjaannya” lanjutku lagi seraya berlalu dari cewek-cewek gila itu. Geezz…
♥♥♥
Kini aku sedang menunggu Andira pulang sekolah, karena aku datangnya kecepatan lebih baik nunggu Dira di kantin sekolah sambil mencomot mie ayam bakso. Saat lagi enak-enaknya menikmati mie ayam, tiba-tiba ada yang menepuk bahu kananku. Ah.. Kakekku tersayang..
“Selamat siang cucuku…” sapanya seraya duduk berhadapan denganku.
“Selamat siang, Kek” ucapku ramah, “Kakek gak makan?” tanyaku.
Kakek tersenyum, “udah pesan barusan” ucapnya.
Aku mengangguk sambil memakan bakso-ku dengan lahap.
“By the way, si Fariz masih ganggu dia gak?” Tanya Kakek.
Aku menggeleng tidak tahu, “entahlah, Kek. Dira galau terus. Dikamar pasti dengernya lagu galau melulu, bosan Raka dengernya” ujarku bersungut-sungut dan melanjutkan makan baksoku.
Kakek tertawa, “biasa, lah, Rak. Namanya juga adek kamu masih ABG labil, bertindak dewasa tapi pikirannya masih kekanak-kanakkan” ucap Kakek bijak.
“Bwener, twuh, Kek. Bwilangnya awja tawu cowok, swekwali dwi swakitin wlangsung mwewek” balasku dengan mulut penuh mie ayam.
Kakek mengernyit bingung apa yang di ucapkan olehku, beliau tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
“Raka, Raka. Kalau makan ditelen dulu baru ngomong” sarannya.
Aku nyengir kuda setelah itu meminum es teh manis, dan pesanan Kakek pun telah datang. Suasana pun menjadi hening, aku dan Kakek menikmati makanan kami. Tak terasa ternyata bel sekolah Andira pun berbunyi, seperti biasa anak-anak langsung berhamburan keluar dari kandangnya bak anak ayam dikurung sepuluh tahun. Ahahaha…
Makananku dan Kakek pun habis, malah Andira belum keluar kelasnya kini kantin yang sepi menjadi ramai. Mereka ramai bukan membeli sesuatu atau makanan atau apalah itu. Malah, saat ini yang mereka fokuskan adalah aku. Hehe.. bukannya geer lho, ya. Sekarang anak cewek-ceweknya pada membuat lingkaran, aku dan Kakek kini merasa di kelilingi para cewek…
“Itu abangnya, Dira’kan?”
“Masa’sih?” Tanya yang satu lagi.
Aku tak memperdulikan mereka yang berbisik-bisik dan menatapku dengan mupeng, kini aku sibuk dengan gadget ku.
“iya, tau. Kamu sih kemarin gak masuk,”
Apa mereka tidak tahu kalau dihadapanku ada kepala sekolah mereka? Ck. Ini namanya Raka effect. Satu wanita datang, tumbuhlah seribu wanita yang mendekat padaku tanpa tahu disekitar mereka bahwa ada kepala sekolah yang menatap mereka tajam. Ahaha..
“Wuiiihh… alamak gantengnya, ckckck… hebat ya Andira punya abang yang begitu menawan”
“Iya, udah ganteng, manis, liat deh lagi sibuk sama gadget aja ganteng, gimana kalo lagi tidur, ya?”
Dan blablabla….
Tiba-tiba terdengar suara teriak yang pastinya terdengar seantero sekolah, malah para wanita yang ngerubuni aku sama Kakek bukannya memalingkan keasal suara teriak tersebut, malah masih menatapku seakan-akan aku adalah santapannya. Ck.
“Ahh… AKU BENCI KAU, FARIZ! PERGI KAU SETAN, IBLIS, JIN! AKU MUAK MELIHAT KAU KARENA AKU ADALAH TARUHAN KAU! DASAR KAU MANUSIA SETENGAH IBLIS! DAN JANGAN PERNAH GANGGUIN HIDUPKU LAGI! HIKS…. “ makinya dengan diiringi suara tangisan, ya Tuhan, itu suara Andira.
Dengan sigap aku berlari meninggalkan Kakek beserta para kerumunan wanita-wanita itu. Dan di lapangan basket aku melihat Fariz dan Andira. Eh,… kok Fariz malah setengah jongkok sambil memegang jari Dira? Huaa.. tidak boleh, Dira masih kecil buat jadi istrinya kunyuk satu itu.
“Andira, ma’af . aku khilaf, dan aku mau kita mengulang lagi.” Pintanya memelas.
Enak aja, udah disakitin malah minta ngulang kembali? Seenak udelnya aja, dikira gak sakit apa?!
“Diraaa…!!” panggilku dingin.
Mereka berdua menoleh kearahku, Dira yang kulihat sangat berbeda dengan sekarang. Biasannya dia tampak ceria, dan kini, malah dia selalu bersedih karena Fariz.
Aku melangkah kearah mereka berdua, “pergi dari hadapan gue, sekarang!” perintahku ke Fariz tanpa menatapnya.
Aku mendengar derap langkah kaki menjauh dari aku dan Dira. Tiba-tiba Andira langsung memelukku.
“Aku gak kuat, Kak. Aku masih sayang, masih cinta. Tapi mengingat dia yang menjadikan Dira sebagai taruhannya, Dira gak sanggup untuk memaafkannya” ucap Dira terisak sambil memelukku erat.
Kupeluk Dira, ku benamkan wajahku dalam puncak kepalanya, “Kalau kamu nggak sanggup, jangan pernah mencoba memaafkanya, jika kamu memaafkannya sama saja kamu yang bodoh karena memberi dia kesempatan kedua, dan Kakak tidak menyetujuinnya” ujarku dengan hati yang dongkol.
Setelah berpelukan layaknya teletubbies, aku dan Dira pamitan sama Kakek setelah itu kami kembali kedalam mobil, tiba di parkiran, Dira memelukku, “Makasih ya Kak, sudah menjadi Kakak yang terbaik buat Dira” ucapnya.
Aku mencium keningnya, “Iya adekku, kan kamu adik Kakak satu-satunya yang Kakak sayang” ucapku tulus seraya mencubit kedua pipinnya.
“ugh… sakiitt” ringisnya sambil memegang kedua pipinya.
“Hiiiyyaaaaa….. Kakaknya Dira romantis, ih…” teriak seseorang yang dibelakang kami.
Aku dan Dira sontak menoleh kearah asal suara tersebut. Ternyata cewek-cewek yang dikantin pada ngebuntutin aku dari belakang. Oh, ya Allah, kenapa sih aku dikejer-kejer sama perempuan aneh kayak begitu? Mendingan dikejer sama Rasya lagi.
Tiba-tiba terdengar suara orang jatuh. Ternyata mereka sama-sama jatuh. Ckckck.. biasalah Raka effect ahaha.. narsis.
Dira tertawa melihat tingkah ajaib kawan-kawannya, aku menggelengkan kepala seraya memijit pelipisku. Ternyata dikejer cewek gila bikin pusing kepala. Cepat-cepat aku membukakan pintu kemudi agar Andira cepat masuk, dan karena Dira tahu situasi yang aneh ia pun masuk kedalam mobil. Aku pun masuk kedalam mobil setelah Andira.
Ya Tuhan… kenapa aku selalu dikejer cewek aneh bin gila gini sih? Pertama Nara, kedua Diva bersama dayang-dayangnya. Nah, yang ketiga cewek aneh di sekolah Dira. Teruss siapa lagi selain mereka yang mengganggu hidupku selanjutnya? Arrgghh… aku harap selanjutnya adalah Rasya.
Oh, Rasya ku…