Chapter 6 : Kedatangan tamu

1338 Words
Zeline dan Darren tidur di kamar terpisah. Hari-hari mereka lalui dalam diam. Keduanya tak pernah berbincang satu sama lain. Zeline sadar ia adalah menantu yang tak diinginkan di kediaman Mahaprana. Zeline terkadang ingin membantu memasak di dapur. Namun, Rossy, mama mertuanya melarang dengan wajah ketakutan ketika melihatnya. Akhirnya Zeline lebih sering mengurung diri di kamar gelap. Jika sarapan dan makan malam Zeline tidak ikut, ia keluar dari kamarnya setelah keluarga itu bubar. Zeline tahu keluarga Darren sebenarnya baik, terbukti mereka masih menyisakan banyak makanan untuknya setelah keluarga itu sarapan ataupun makan malam bersama. Keluarga Darren hanya enggan bertatapan langsung dengannya karena ketakutan. Zeline juga tidak berusaha mengubah penampilannya. Dia masih membiarkan rambut panjangnya menutupi mata dan jika keluar kamar menggunakan eyeshadow hitam. Bagi Zeline tinggal di rumah suaminya lebih nyaman daripada di rumah Haris, pamannya. Setidaknya dia tidak pernah disuruh-suruh dengan kasar seperti apa yang dilakukan Fenny serta sepupu-sepupunya selama ini. Sementara Darren sendiri memang selalu disibukkan dengan pekerjaan. Sesekali dia berpapasan dengan Zeline, dia tidak berusaha menegur dan istrinya itu pun sama. Darren sudah tahu tentang Fenny yang mengatakan Zeline penganut ilmu hitam dan Fenny menyarankan kepada kedua orang tuanya agar dia menceraikan Zeline dan menikah dengan Septya saat wanita itu pulang dari Aussie. Bukankah itu hal konyol, sudah jelas dirinya tidak suka hal-hal ribet melibatkan wanita, ia malah disuruh cerai dan nikah lagi dengan saudaranya Cintya, memang Fenny itu siapa seenak jidat menyuruhnya. Kalau dipikir selama menikah, Zeline juga tidak ada tanda-tanda penganut ilmu hitam. Memang dia suka mengurung diri di kamar, tapi kadang Darren melihat bahwa Zeline ingin membantu pekerjaan rumah, tapi orang tua dan ARTnya sendiri yang takut. Ingat kalau Darren tidak takut, tapi hanya merasa tidak nyaman dan kadang merinding. *** Hari ini tepat sebulan Zeline berganti status sebagai istri. Tidak ada perubahan yang berarti dan ia tetap lebih suka di kamar. Sekarang ia lebih aktif menulis n****+ horor karena lebih banyak waktu luang. Suara ketukan menghentikan kegiatan Zeline yang sedang mengetik naskah baru. Ia membuka pintu dan terlihat mama mertuanya berdiri di depan pintu dengan wajah sedikit menunduk. "Tante?" Zeline tak enak jika harus memanggil mama mertuanya, mama seperti Darren, sekali lagi dia ingat bahwa ia adalah menantu yang tak diinginkan. "Zeline ... nanti ada sepupu-sepupunya om Broto yang ikut makan malam. Kamu tidak usah keluar dulu ya sebelum mereka pamit." Rossy sebenarnya tak enak menyampaikan ini, tapi ia juga tidak ingin keluarga suaminya ketakutan, lalu Zeline juga akan digunjingkan diantara keluarga. "Baik, Tante." Zeline tampak tak masalah dengan keinginan mama mertuanya. Rossy mengangkat kepalanya menatap menantunya itu. Ia teringat perkataan Fenny, jika Zeline adalah wanita aneh, penganut ilmu hitam, menyukai hal-hal mistis. Jangan coba-coba mengusiknya. Nanti setelah putri pertama Fenny yaitu Septya kembali ke Indonesia, Darren bisa menceraikan Zeline dan menikahi Septya. Namun, perasaan Rossy sebagai ibu mengatakan bahwa menantunya tidak seburuk apa yang Fenny katakan, meski sebulan ini ia hanya memantau menantunya dari jauh karena takut. "Terima kasih, Nak." Untuk pertama kali Zeline mendengar panggilan 'Nak' tersematkan pada dirinya oleh sang mama mertua. Zeline membalas dengan anggukan dan tersenyum tipis. Rossy sedikit tertegun, sepertinya menantunya sangatlah cantik hanya saja penampilannya membuat orang lain ketakutan. Apalagi rambut lurus yang hampir sampai pinggang menutupi sebagian wajah perempuan itu dan bagian mata yang dikelilingi warna hitam itu sangat—menakutkan. *** Jam makan malam pun tiba, kediaman Mahaprana dikunjungi oleh sepupu-sepupu Broto. Rossy berulang kali menghubungi sang putra agar bisa makan malam di rumah. Namun, Darren meminta maaf karena ia benar-benar harus lembur di kantor. "Maaf ya, Bara, Abbas, Gandes, Gayatri, Darren tidak bisa ikut makan malam karena harus lembur. Kita bisa makan malam terlebih dahulu." Bara dan Abbas adalah sepupu jauh dari Broto, sedangkan Gandes dan Gayatri adalah istri-istri mereka. Bara dan Abbas tampak tersenyum memaklumi, tapi di dalam hati, keduanya bersorak gembira. Tidak ada Darren berarti tak ada yang menggagalkan rencana mereka. "Tidak apa-apa. Maklum anak muda biasanya lebih senang diluar entah kerja atau berkumpul dengan teman. Anak-anak kami juga, makanya tidak ada yang mau ikut." Bara membalas perkataan Broto. Putra-putrinya tidak mau ikut karena tak terlalu dekat dengan keluarga Broto. "Ya sudah silakan dimakan." Broto mempersilakan dan mereka mulai menyantap makan malam yang sudah disediakan. Disela makan mereka, Gandes, istri Bara membuka pembicaraan. "Kalau istrinya Darren ke mana ya? Kenapa tidak kelihatan?" "Zeline ada, hanya dia agak kurang enak badan, jadi lebih memilih di kamar." Rossy terpaksa berbohong. "Maaf ya Ros, istrinya Darren itu di undangan bernama Cintya, tapi kenapa saat pernikahan bernama Zeline?" Gayatri, istri dari Abbas ikut penasaran tentang istri Darren. "Awalnya memang akan menikah dengan Cintya, tapi mungkin tidak berjodoh akhirnya Darren menikah dengan Zeline." Rossy tak ingin memperjelas alasannya. "Zeline itu kenapa tampilannya seram sekali waktu resepsi pernikahan?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Gandes. Rossy memutar otak agar mereka menyudahi pembicaraan soal Zeline. "Itu konsep saja. Zeline itu penulis n****+ horor. Jadi, dia ingin berpenampilan begitu di acara pernikahannya agar tampak unik." Gandes dan Gayatri mengangguk paham. Rossy bersyukur keduanya tak menanyakan lebih lanjut. Ia terpaksa sedikit berbohong, untunglah ia tahu bahwa Zeline seorang penulis n****+ bergenre horor, misteri, dan thriller dari Fenny dan bibi dari Zeline itu mengatakan kalau hal inilah salah satu faktor yang membuat Zeline menjadi suka hal-hal mistis dan menganut ilmu hitam. Setelah menyelesaikan makan malam mereka mengobrol di ruang keluarga. Bara dan Abbas mulai melaksanakan rencananya. Keduanya berusaha membujuk Broto untuk berinvestasi di perusahaan travel milik mereka. "Kerugiannya menurutku terlalu besar." Broto tidak yakin. "Memang, tapi hasil pendapatan lebih besar pula." Abbas masih terus membujuk Broto. Dulu, Broto pernah berinvestasi dengan keduanya, tapi tak menghasilkan apapun. Dia malah mengalami kerugian, meski tidak terlalu besar bagi Broto. Sekarang apa Broto harus percaya dengan Bara dan Abbas lagi? Sementara Rossy juga diajak oleh Gandes dan Gayatri untuk menabung di koperasi yang dikelola keduanya. Rossy yang memang dasarnya lemah lembut dan mudah untuk mempercayai orang lain, ia mempertimbangkan positif tawaran itu. Di lain tempat, tepatnya di kamar gelap milik Zeline, wanita itu merasa tenggorokannya kering, ia haus dan lupa untuk menyediakan minum dalam kamarnya. "Aku haus, apa acara makan malamnya sudah selesai?" Zeline memutuskan untuk keluar kamar. Sebelumnya ia membersihkan eyeshadow hitam yang dipasang melingkari sekitar matanya. Melihat mama mertuanya tadi, ia berusaha untuk yakin bahwa di rumah ini tidak ada yang akan menindasnya sehingga tak perlu membuat orang-orang di kediaman Mahaprana takut padanya. Setelah mencuci muka. Zeline mencari ikat rambut, tapi ia tak menemukannya, sehingga ia menyelipkan rambut panjangnya di belakang telinga. Wanita itu lagi menutupi mata kiri dan sebagian wajahnya dengan rambut. Zeline berjalan pelan ke luar kamar. Ia dengar suara-suara obrolan di ruang keluarga. Berarti dia bisa leluasa ke dapur untuk mengambil air minum. Dia berjalan mengendap ke dapur. Ternyata ada Mbok Marni di sana yang sedang mencuci piring kotor. "Mbok ....” Zeline berusaha menyapa meski ia tahu semua ART di rumah ini takut padanya. Bukan hanya ART, satpam, tukang kebun, dan sopir pun sama. Mbok Marni menoleh ke sumber suara. Ia tertegun melihat nyonya mudanya dengan tampilan tak menyeramkan begitu cantik dan natural. Membuat wanita paruh baya itu tak merinding seperti biasa ketika melihat Zeline. "Non Zeline?" Mbok Marni malah terkesan bertanya mencoba memastikan wanita itu adalah Zeline. "Iya Mbok, aku mau ambil minum." Zeline mengambil gelas dan air minum di dispenser. "Astaga Non Zeline pasti juga lapar. Ini 'kan sudah hampir jam sembilan malam." Mbok Marni kasihan dengan Zeline karena ada tamu, nyonya mudanya itu mengurung diri di kamar. "Aku belum lapar, Mbok. Nanti saja makannya." Zeline bisa berbicara lebih nyaman sekarang tidak seperti saat ia mengenal orang baru. "Bagaimana kalau Mbok antarkan makanannya ke kamar?" Mbok Marni tidak tega kepada istri tuan mudanya itu. "Tidak perlu, terima kasih." Zeline tersenyum tipis merasakan perhatian itu. Dari kecil ia hanya mendapat perhatian hangat dari pamannya, meski itu sangat jarang karena pamannya sibuk. Mbok Marni terpana melihat Zeline. Nyonya mudanya ternyata orang yang cantik, baik, dan ramah. Berarti selama sebulan ia salah mengira. Zeline berpamitan untuk kembali ke kamarnya. Namun, pada saat ia ingin menuju lantai dua, matanya memperhatikan sepupu-sepupu dari papa mertuanya. "Aku melihat warna aura gelap dari mereka."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD