Airin malam itu berlari menuju kamarnya. Dia terisak di sana, sebab kedua orang tuanya dengan sepengetahuan dia dengan tega menelantarkannya bersama kakaknya saja. Tok! Tok! “Airin.” Zein mencoba memanggilnya. “Masuk, Kak. Nggak dikunci, kok.” Airin menjawab sembari memindah posisinya ke duduk. Zein pun membuka pintunya, kemudian masuk menghampiri adiknya yang saat ini matanya sembab. “Airin.” Zein melangkah semakin dekat dengan adiknya. Dia duduk tepat di dekat Airin dengan memaksakan senyumnya. “Nggak nyangka, ternyata sebegitu mudahnya Papa dan Mama meninggalkan kita. Ini demi kebaikan mereka semata? Atau kebaikan kita? Kenapa mereka nggak bertanya, apakah kita ingin ikut atau tetap tinggal di sini? Lalu, jika ada orang yang mencari mereka, lantas kita menjawab dengan alasan apa la