bc

Serpihan Hati Yang Retak

book_age16+
2.0K
FOLLOW
13.2K
READ
love-triangle
love after marriage
goodgirl
independent
drama
female lead
tortured
affair
polygamy
wife
like
intro-logo
Blurb

Kisah dari seorang wanita cantik berusia 25 tahun, keturunan Arab yang bernama Khodijah Al-Hanafiyyah. Pernikahannya bersama suami yang ia cintai sejak SMA itu harus ternoda oleh penghianatan suaminya yang memiliki wanita idaman lain.

Fahri Hamzah pria berusia 25 tahun. Berkulit sawo matang, hidung mancung, alis tebal menyambung dan berjambang tipis. Demi Fahri, ia rela menolak calon suami yang dipilihkan ayahnya. Dan demi Fahri pula, Khodijah berjanji tidak akan mengeluh dan tidak akan meminta bantuan bila nanti kehidupannya bersama sang suami mengalami kesulitan.

Apa yang dilakukan oleh suaminya membuat Khodijah terluka sangat dalam. Ia kecewa, ternyata pria yang ia perjuangkan selama ini menghianatinya dengan wanita lain.

Tapi, alih alih terpuruk. Khodijah justru bangkit, ia membuka usaha kuliner karena tidak mau menerima nafkah sepeser pun dari suaminya.

Awalnya Khodijah bertahan, ia mencoba menerima demi anak semata wayangnya, Yusuf. Tapi, di tengah perjalanan menuju ikhlas, ia tidak tahan dan meminta pisah.

Menjadi janda beranak satu membuat sebagian orang memandang sebelah mata, tak terkecuali orang tua dari pria yang menyukainya.

Akankah Khodijah mendapat kebahagiannya, setelah cobaan yang datang bertubi-tubi.

Apakah pada akhirnya ia akan menemukan seorang imam pengganti yang bisa menuntunnya hingga ke Jannah, atau justru kembali kepada Fahri cinta pertamanya.

chap-preview
Free preview
Part 1 Pernikahan.
"Tega kamu Mas!" Sepenggal kalimat kekecewaan yang terucap dari seorang istri yang baru saja menghadiri pesta pernikahan mewah di sebuah hotel. "Tolong jangan ribut di sini, pulanglah, nanti aku jelaskan di rumah." Raut wajah Fahri mengguratkan rasa malu, takut dan juga terkejut. Ia tidak menyangka, istrinya yang bernama Khodijah mengetahui pernikahan keduanya bersama seorang janda berusia 40 tahun. "Apa kurangnya aku Mas. Selama ini aku menjadi istri yang baik, aku diam di rumah sesuai permintaanmu. Aku melayanimu siang dan malam. Tapi begini balasanmu!" bentak Khodijah sembari berurai air mata. Wanita yang baru saja dinikahi Fahri tampak tidak iba sedikit pun. Ia menggandeng mesra suami hasil rampasan, tidak peduli di hadapannya ada istri sah dari Fahri. "Tinggalkan dia, Mas. Pulanglah ke rumah. Aku akan memaafkanmu, asalkan Mas menceraikan dia," ujar Khodijah. Ingin sekali ia mencabik-cabik wanita di sisi Fahri. Namun, ia sedang menggendong bocah laki-laki yang berusia 1.5 tahun. Anak itu bernama Yusuf, buah hati bersama suami tercinta, Fahri Hamzah. "Hei. Sudah selesai bicaramu. Asal kamu tahu, selama ini gue yang menghidupi keluarga kamu. Baju, sufor anak dan semua kebutuhan rumah tangga, saya yang mencukupi!" "Apa maksud Tante?" "Asal kau tahu ya, Fahri setahun jadi piaraan saya. Catat di otak, Fahri piaraan saya! Saya yang menolongnya, saya jadikan dia piaraan." "Kamu bohong!" teriak Khodijah. Netra cokelat itu langsung menatap tajam wajah Fahri yang tertunduk malu, meminta penjelasan soal ucapan wanita yang bernama Jennifer. "Mas. Apa itu benar!" "Dijah, nanti mas jelaskan di rumah. Sekarang pulanglah." "Jawab aku, Mas!" "Aku mohon pulanglah, kasihan anak kita sedari tadi menangis. Aku mohon Dijah, malu dilihat orang banyak." "Aku tidak peduli dengan penilaian orang. Aku hanya butuh penjelasanmu!" "Beritahu saja Fahri. Untuk apa ditutupi. Katakan, bahwa selama setahun ini kau bersamaku. Lagi pula, istrimu tidak tahu diri. Sudah dinafkahi tapi bertingkah!" Ingin sekali Khodijah merobek mulut berbisa Jenifer. Bagaimana bisa wanita itu berkata santai seperti itu, seolah-olah yang ia ucapkan sebuah lelucon. "Pulanglah Dijah, tunggu aku di rumah. Secepatnya aku pulang ya, kumohon." Fahri mengatupkan kedua tangan, memohon supaya istrinya menuruti perintahnya. "Sudahlah, ayo kita pergi dari sini." Jennifer berjalan lebih dulu, tangan kirinya menarik lengan suaminya yang masih berdiri mematung di hadapan Khodijah. "Mas pergi dulu ya, tolong jaga anak kita baik-baik. Besok mas pulang," ucap Fahri sambil berlalu dari hadapan Khodijah. "Mas, jangan pergi!" Khodijah berbalik badan. Ia berusaha mengejar Fahri bersama madunya itu, tapi beberapa pria berbadan tegap menghadang tepat di depan Khodijah. Suara tangis bocah laki-laki meraung-raung. Anak itu ingin di gendong ayahnya, namun sang ayah pergi begitu saja. "Mbak. Jangan membuat onar!" bentak salah satu pria yang menghadang Khodijah. "Minggir! Kenapa kalian menghalangi jalan saya. Saya ingin mengejar suami saya!" teriaknya. "Mbak. Jangan memaksa saya untuk berbuat kasar!" Pria-pria yang berjumlah lima orang itu terus menghadang gerak kaki Khodijah, membuatnya hanya bisa berteriak memanggil Fahri. "Mbak, istighfar. Tenangkan dirimu, ayo duduk di sana." Beberapa undangan mendekat, terutama ibu-ibu yang merasa iba pada Khodijah, salah seorang ibu memintanya untuk duduk dan memberi air mineral kemasan. "Sabar ya Nak," ucap ibu itu sambil mengelus punggung Khodijah yang terus-menerus menangis pilu. Dalam keadaan menangis, Dijah memberi Yusuf minum untuk menghentikan tangisan. Setelah bisa menguasai diri, ia pergi dari ballroom hotel itu untuk kembali ke rumah. di dalam taksi online, ia menangis terisak. Tak peduli dengan lirikan yang beberapa kali dilayangkan oleh sang supir melalui kaca di atasnya. Setiap ia teringat kejadian tadi, hatinya terenyuh, rasanya sakit. Dijah menciumi pipi Yusuf yang sedang tertidur lelap dalam dekapan. Betapa bodoh, ia bisa tertipu oleh suaminya. Khodijah pikir Fahri suami yang baik, Soleh dan juga imam yang bisa membawa hingga ke Jannah. Namun, perkataan Jennifer membuat hatinya tercabik. Benarkah suaminya piaraan wanita itu. Karena bila melihat Fahri yang tak pernah meninggalkan salat lima waktu rasanya mustahil. Ucapan Jennifer bagai belati yang menusuk tepat di jantung, sakit namun tak berdarah. Dijah menggelengkan kepala beberapa kali. Dia masih tidak percaya, pria yang ia kenal selama sembilan tahun itu tega menikah lagi dengan seorang janda hanya demi harta. Ia menghela napas dalam, susah payah ia menelan salivanya sendiri. Kepala pun terasa berat. Semakin ia mencerna semua kejadian, kepalanya terasa sakit, beriringan dengan hati yang berdenyut nyeri. Astaghfirullah hal azim ... astaghfirullah ya Allah. Ampuni aku. Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah sederhana tanpa pagar. Si supir menoleh ke belakang seraya berkata, "Maaf Mbak, sudah sampai." "Astaghfirullah. Iya Mas, maaf ya saya melamun." Khodijah membayar tarif sesuai aplikasi, setelah itu ia keluar dari mobil. Wajahnya lesu saat memasuki rumah. Ia mengambil kunci dari dalam tas, lalu membuka pintu. Assalamualaikum .... Dijah mengunci pintu rumahnya, ia menyandar sebentar di belakang pintu. Cairan bening kembali bercucuran deras di pipi. Bahkan cairan bening itu jatuh di pipi Yusuf. Bunda minta maaf ya Nak, Yusuf harus melihat pertikaian bunda dan ayah. Insya Allah, kita kuat ya Nak. Sempat terpikir sekilas untuk pergi dari rumah ini dan kembali ke rumah orang tuanya, tapi ...ia teringat bahwa ayah dan ibunya dulu sangat tidak merestui hubungannya dengan Fahri. Ia pernah berujar kepada kedua orangtuanya, apa pun yang terjadi dalam pernikahan nanti, ia akan menanggung konsekuensi seorang diri karena telah memilih Fahri. Mungkin, insting sebagai orang tua bisa melihat bahwa Fahri bukan pria yang baik untuk mendampingi anak gadisnya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Fahri. Ia pria yang rajin beribadah, sejak SMA mereka memadu kasih hingga akhirnya memutuskan menikah 3 tahun silam. Selama berpacaran, tidak sekali pun Fahri berbuat senonoh kepada Khodijah, ia sopan, dan sangat menghormati Khodijah. Entah apa yang merasuki pria itu, mengapa ia mengambil jalan pintas menikahi tante-tante hanya demi gemerlap dunia. Semakin Khodijah larut dalam pemikirannya, ia selalu menemukan jalan buntu. Puas menangis, ia melangkah ke kamar. Merebahkan putra semata wayangnya di kasur. Karena lelah, sang anak tampak tidak bergeming ketika tubuh kecil itu berada di kasur, tidak seperti biasanya, ia akan terbangun dan menangis. Khodijah memandangi bingkai foto yang terpajang di dinding kamar, sebuah foto pernikahan antara dirinya dan Fahri. Kala itu, mereka berdua sangat bahagia karena setelah perjuangan yang panjang, orang tua Khodijah merestui hubungan mereka berdua. Suara Isak tangis kembali terdengar, suaranya menggema di ruangan berukuran 3x4 itu. Tubuh Khodijah merosot turun, bersimpuh di lantai keramik berwarna putih. Kenapa Mas, kenapa begini? Astaghfirullah. Aku tidak percaya kamu melakukan ini pada pernikahan kita. Hiks .... Suara adzan isya berkumandang melalui pengeras suara masjid. Perlahan Dijah menyeka air matanya, ia juga membuka hijab lebar berwarna hitam yang ia kenakan. Khodijah bangkit dengan tubuh yang lemas, ia berjalan gontai menuju kamar mandi. Usai membersihkan diri, ia mengambil wudhu lalu melaksanakan sholat sunah dua rakaat sebelum isya dilanjutkan dengan salat isya dan salat dua rakaat setelahnya. Cairan bening terus menerus menggenangi pipi, ia begitu khusuk beribadah. Setiap lafaz yang terucap dari mulut, terasa sedang curhat dengan seseorang. Terasa pilu dan menyayat hati. Saat sedang berdoa, ia menoleh ke arah ranjang. Melihat Yusuf yang masih tertidur lelap. Apa yang akan ia lakukan ke depan, haruskah ia berpisah? Namun, bagaimana dengan kedua orangtuanya, orang tua Fahri, terutama ayah mertua yang mempunyai penyakit hipertensi. Haruskah ia mengecewakan mereka semua. Ia juga teringat kembali perkataannya yang akan menanggung apa pun resiko yang akan terjadi selama mereka membina rumah tangga. Khodijah melepas mukena yang masih dikenakan. Dia teringat belum memberi Yusuf makan sejak siang tadi, anak itu hanya diberi s**u formula saja sesaat dan sebelum ia melabrak suaminya. Dari mana Khodijah tahu soal pernikahan itu. Semua berawal dua hari lalu. Khodijah sedang mencari pena untuk mencatat belanjaan Namun, puas mencari ia tidak menemukan pena tersebut. Hatinya memerintahkan untuk mencari di tas kerja milik Fahri. Khodijah mencari pena tersebut di setiap ruang sekat di dalam tas itu, sampai tak sengaja tangannya menyentuh kertas undangan pernikahan berwarna ungu. Khodijah menyukai warna dan motif undangan yang terlihat mewah itu. Ia mengambil kertas tebal itu lalu membaca nama calon mempelai yang tertera di sana, Fahri Hamzah dan Jennifer Anastasia. Ia pikir, nama yang tertera hanya kebetulan sama dengan suaminya. Namun, saat ia melihat sebuah foto calon pengantin, netra bulat itu terbelalak. Tangannya bergetar dan napas menjadi sesak. Khodijah mencoba bersikap biasa di depan suaminya, meskipun hatinya hancur berkeping keping. Keesokan pagi, secara mendadak Fahri mohon izin untuk dinas luar kota. Ia berdalih, bosnya di kantor baru saja menghubungi, meminta ia untuk ikut memantau proyek di kota kembang Bandung. Seingat Khodijah, sejak ia bangun tidur tidak terdengar suara dering ponsel milik Fahri. Sudah bisa dipastikan ia berbohong. Supaya Fahri tidak curiga, Khodijah mengizinkan suaminya pergi dinas selama dua hari. Saat Fahri pergi, Dijah menjatuhkan diri di lantai dan menangis histeris. Dia juga menguatkan diri untuk datang ke resepsi itu keesokan harinya. Di kertas undangan hanya tertera tanggal resepsi, sedangkan untuk tanggal pernikahan, hanya tertulis sudah menikah beberapa bulan lalu. Hari ini, dengan langkah gemetar, ia memasuki ballroom hotel mewah tersebut. Di depan pintu masuk, para penyambut tamu meminta undangan yang wajib dibawa para undangan. Dan untungnya Khodijah membawa serta undangan tersebut. Saat ia memasuki ballroom, pasangan pengantin baru saja turun dari pelaminan. Mereka berdua berjalan menuju pintu keluar. Fahri dan Khodijah sama sama terkejut saat keduanya bertemu secara berhadapan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook