Bagian 11

1020 Words
Sampai di dalam kamar, Noah langsung melepaskan genggaman tangan Eve dari pergelangan tangannya. Raut wajah Noah nampak gusar. Pikirannya sekarang kacau. "Eve ... lo apa - apaan, sih? Kenapa jadi gue harus pergi dari sini? Terus kalau nggak tinggal di sini, gue mau tinggal di mana? Di sini kost paling murah. Nggak ada lagi yang lebih murah. Harga paling murah aja aku nggak mampu. Masih sering nunggak. Gimana dengan kost yang lebih mahal?" Noah tampak benar - benar frustrasi. Ia padahal selalu baik pada Bu Miyati supaya wanita itu tidak mengusirnya saat ia menunggak. Tapi Eve dengan begitu mudahnya -- sekali lagi -- menghancurkan segala usaha yang telah ia coba lakukan sejauh ini. Eve masih terdiam. Ia sendiri sebenarnya juga bingung kenapa ia bisa menjadi begitu emosional. Ia juga memahami reaksi Noah itu. Wajar bila Noah menjadi khawatir. Karena selain kehilangan pekerjaan, ia juga telah kehilangan tempat tinggal. Dan itu semua karena Eve. Eve menyesal. Tapi sekali lagi Eve bukan tipe orang yang lepas tanggung jawab. Ia akan bertanggung jawab atas hal tal menyenangkan yang terjadi pada Noah -- sekali lagi. "Noah ... lo sadar nggak sih? Jelas aja kost ini harganya murah. Orang tempatnya aja udah nggak layak huni. Lo tenang aja ... lo nggak akan kehilangan tempat tinggal. Gue jamin, lo bakal tetep punya tempat tinggal. Dan pastinya lebih layak dari pada tempat kost ini." Noah menatap Eve. "Maksud lo gimana? Tempat tinggal yang lebih layak? Gimana mungkin? Gue udah nggak punya duit sama sekali. Dan lo sendiri, gue masih mau nyari kerja!" "Udah, lo tenang aja. Kita beresin dulu semua barang lo. Habis itu kita langsung pindah." Noah tak mengerti jalan pikiran Eve. Tapi karena memang sudah mengundurkan diri dari rumah kost ini. Maka Noah memang harus segera pergi. ~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ Barang - barang Noah tidak banyak. Semua muat diletakkan dalam satu tas tenteng besar, ditambah satu tas ransel. Sementara kompor dan gas dibawa sendiri tanpa wadah. "Sayangnya kost ini di gang kecil. Mobil gue jadi nggak bisa masuk. Ya terpaksa jalan angkut ini semua." Eve mengungkapkan kebenaran. Tapi karena Noah masih kesal padanya, segala hal yang dilakukan dan dikatakan oleh Eve jadi salah semua. Noah hanya langsung menyangklong tas ranselnya. Tangan kanannya membawa kompor. Sentara tangan kirinya membawa tabung gas. Yang otomatis membuat Eve harus membantu membawa tas tenteng dan juga rantangnya sendiri. Perjalanan menuju jalan utama terasa begitu berat karena mereka membawa beban. Noah nampak sedih, karena ia harus pergi meninggalkan tempat tinggalnya. Jelek - jelek begitu, banyak kenangan terjadi di sana. Tak ingin semakin merasa sedih, Noah enggan menengok ke belakang. Menengok pada tempat yang pernah menjadi saksi biksu rentetan perjuangannya. Sampai di jalan utama, Eve langsung meletakkan barang yang dibawanya di pinggir jalan begitu saja. Ia sibuk merogoh tas selempang kecilnya untuk mengambil kunci mobil. Eve langsung membuka pintu bagasi ketika akhirnya menemukan kunci itu. Baik Eve atau pun Noah langsung berbondong - bondong memasukkan semua barang bawaan mereka ke sana. Tak ingin membuang waktu, keduanya juga segera masuk ke mobil setelahnya. Eve di kursi kemudi. Sementara Noah di sebelahnya, di kursi penumpang. Itu karena Noah memang tidak bisa mengendarai mobil. Perjalanan pun dimulai. Sudah lima menit mobil itu melaju, namun dua insan itu masih terdiam, belum ada yang memulai pembicaraan. Eve sesekali melirik Noah. Membagi konsentrasi antara menyetir dan juga memperhatikan air muka Noah. Mengira - ngira apakah Noah sudah bisa diajak ngobrol atau belum. Atau justru Noah akan kembali meluapkan emosi saat Eve mulai bicara. Namun ternyata ekspresi wajah Noah begitu sulit ditebak. Dari pada meraba - raba ... Eve lebih baik mencoba. Dengan mempertimbangkan segala risiko yang mengikuti. "Ehm ... Noah ... buat nari Rojek lo bukannya punya motor, ya? Terus ... kenapa tadi motor lo nggak ada?" Saking bingung bagaimana harus memulai pembicaraan, Eve malah menanyakan hal yang membuatnya penasaran sejak sampai di kamar kost Noah. Apakah sang mantan driver Rojek itu sudah menjual motornya untuk bertahan hidup? Noah langsung menatap Eve jengah. Sejak tadi Eve selalu bicara tidak jelas. Dan setiap kata yang keluar dari mulut Eve sangat lah mengesalkan. "Itu bukan motor gue. Gue cuman nyewa. Duit dari mana buat nyicil motor, hah?" Dari jawaban Noah itu, sudah terdengar dan terlihat jelas ... bahwa Noah memang masih marah. Namun berita baiknya, sudah lumayan bisa diajak bicara. "Oalah ... kirain itu motor lo sendiri." Eve lanjut bicara. "Ya bukan lah." Eve langsung tersenyum karena Noah terus menyahut setiap ucapannya meski dengan begitu ketusnya. "Terus ini lo mau bawa gue ke mana?" Wah ... kali ini Noah malah memulai pembicaraan duluan. "Udah tenang aja. Nanti lo juga bakal tahu sendiri." Eve cekikikan seolah - olah sedang mempersiapkan surprise untuk orang tersayang. Padahal sebenarnya, jauh di dalam hati Eve, ia juga masih bingung akan membawa Noah ke mana. Eve begitu kebingungan. Ingin minta tolong pada siapa? Sementara Eve sangat takut jika orang yang ia mintai tolong berakhir menjadi cepu yang suka melapor pada ayahnya. Karena Eve yang masih terus galau akan membawa Noah ke mana, cewek itu kini juga hanya diam. Berpikir ... berpikir ... terus berpikir .... Namun urung jua menemukan solusi. Bagaimana ini? Kalau Eve terus terang pada Noah jika ia tidak tahu harus membawanya ke mana, Noah bisa makin marah besar padanya. Bahkan mungkin akan jauh lebih marah dari sebelumnya. Akibat kebingungan itu, Eve melajukan mobil tak tentu arah. Ia terkesan berputar - putar, yang mulai menarik kecurigaan Noah. "Lo dari tadi muter - muter terus? Sebenernya lo mau bawa gue ke mana? Jangan - jangan lo sebenarnya juga masih bingung mau bawa gue ke mana. Ngaku lo!" Eve langsung tak terima. "Enak aja ... sembarangan kalau ngomong. Gue udah tahu kali mau bawa lo ke mana!" Eve langsung menjawab. "Emang lo mau bawa gue ke mana? Kenapa dari tadi muter - muter terus?"  "Muter - muter gimana? Nggak lah. Perasaan lo doang tuh. Bentar lagi kita udah mau nyampe!" Setelah mengatakan itu, Eve langsung menyesal tiada akhir. Aduh ... bagaimana ini. Astaga ... bisa gawat kalau ia tak kunjung mendapatkan keputusan.  Ia harus membawa Noah ke mana? ~~~ Sepasang Sayap Untukmu - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ -- T B C --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD