#4 Sebelum Habis, Masa Gadis

1376 Words
Seminggu setelah acara lamaran dadakan bak tahu bulat itu. Baik Naifah maupun Praka Yudan masih belum ada kemajuan dalam hal interaksi. Praka Yudan sendiri malah lebih asyik dan sangat gencar mendekatkan dirinya dengan kedua orang tua Naifah, dari pada calon istrinya. Sedangkan, sang calon istri? Tentu saja wanita itu bergengsi high! Masih tetap membisu saat sesekali berpapasan, dan enggan untuk menghubungi sang praka terlebih dahulu. Malam ini, Naifah dan Erlin sudah lelah berkeliling pusat perbelanjaan. Stand alat make up pastinya. Keduanya kini tengah asyik bermain dengan ponsel masing-masing, dengan seporsi pizza yang masih hangat di depannya. "Nai-Nai?" Naifah melirik sekilas, dan kembali fokus pada ponselnya. "Muleh saiki ya?" (Pulang sekarang ya?) Naifah mengerutkan alisnya. Menatap heran pada Erlin yang tiba-tiba saja mengajukan sebuah pertanyaan yang menurutnya tidak masuk akal itu. Ah, bukan pertanyaan. Dari nada bicaranya lebih mendominasi pada ajakan! "Kenapa sih Mbak? Buru-buru banget! Ini baru jam tujuh lhooo.." kesal Naifah lalu menyeruput jus avokadnya. Tiba-tiba saja Erlin bangkit dari duduknya. Menyambar tas serempang miliknya. Berjalan ke meja kasir. Entah, berbicara apa ibu satu anak itu. Hingga ia kembali lagi ke mejanya dengan Naifah, bersama seorang karyawan. Mbak-mbak pelayan itu membungkus pizza dengan anggunnya. "Mbak!?" "Anakku nangis. Ayo muleh!" (Anakku menangis. Ayo pulang!) Naifah tidak bisa lagi membantah jika ini tentang Elyas--anak Erlin. Rasa kesal Naifah semakin menjadi ketika ia mengetahui sebuah mobil yang tidak asing baginya. "Mbak? Aku ikut ke rumah Mbak ya? Aku kangen main sama Elyas." Dengan cepat Erlin menggeleng. Wanita itu turun dari mobilnya. "Ayo buruan! Aku buru-buru Nai," ucap Erlin setelah membukakan pintu untuk Naifah. Ini bukan sesuatu yang spesial, malah lebih tepatnya..ini merupakan pengusiran secara halus tanpa mengurangi hormat! Naifah pun menghentakkan kakinya, kesal! Ia memasuki pintu gerbang rumahnya yang sudah terbuka itu. Mengucap salam, lalu memasuki rumah yang pintunya sudah terbuka. "Nduk.." Panggilan halus ibu. Astaga! Saat ini juga Naifah ingin rasanya pingsan berdiri. Gadis itu pun mundur beberapa langkah lalu menoleh. Mengumbar senyum manis paksaannya, "dalem Ibu?" (Dalem : jawaban ketika dipanggil/ "iya") "Duduk." Naifah pun dengan raut wajah kesalnya, menurut. Mendudukkan dirinya di samping sang ibu. Membuang muka, seakan enggan menatap lelaki yang duduk di depan ibu. "Silahkan Le.." Praka Yudan tersenyum pada ibu, Naifah jelas melihatnya. Gadis itu sempat melirik sekilas. "Nai, saya ingin mengajak kamu untuk menonton film di bioskop. Apa kamu bersedia?" Mendengar pertanyaan yang dilayangkan Praka Yudan padanya, Naifah merasa sedang duduk dan diinterogasi tentang sebuah tindak kejahatan. Mengapa bisa ia se-formal itu? Tidak ada romantis-romantisnya! Memang umur berpengaruh di sini. Baiklah.. "Nai, ditanya tuh!" Ibu menyenggol Naifah. Naifah pun dengan malas mengangguk dan bersedia pergi bermalam mingguan dengan calon suaminya. Ya, calon suaminya. Jika kalian berpikir menonton film horror itu akan membuat Naifah berjingkat dan memeluk lengan sang praka ketika ketakutan, hoho kalian salah besar! Di saat Naifah ketakutan gadis itu hanya memejamkan matanya, menahan dirinya agar tidak memeluk lengan Praka Yudan walau pun backsong film horror itu membuat jantungnya serasa copot. "Nai, mari makan-" "Bapak? Tidak bisa ya kalau bapak itu bicaranya santai saja. Maksud saya, tidak usah terlalu formal begitu. Saya merasa seperti sedang jalan bersama presiden!" Naifah meluapkan kekesalannya, ketika mereka berjalan berdampingan. Praka Yudan terkekeh pelan. See! Bukannya kesal karena dihakimi oleh Naifah, lelaki itu malah tertawa. Naifah merasa ia sudah jatuh harga dirinya. "Maaf, Nai. Baiklah. Kamu yang minta untuk tidak berbicara formal kan? Tetapi, kenapa kamu masih saja menggunakan saya-sayaan.." Naifah termakan omongannya sendiri. Benar kata orang, mengacalah terlebih dahulu baru mencela. Dan, Naifah melupakan itu. "..jadi, mulai sekarang biasakan aku-kamuan. Bisa?" Naifah seakan terhipnotis dan mengangguk dengan bodohnya. Praka Yudan mengajak Naifah untuk makan di tempat makanan cepat saji. Lelaki itu memesan dua nasi lengkap dengan ayam serta saus-nya, tak lupa kentang goreng dan minumannya. "Kenapa bapak pesenin saya minuman s**u dan ice cream ini!? Memangnya saya anak kecil apa!?" Naifah mengerucutkan bibirnya. Kesal sekali! Kan ia juga ingin soda seperti yang Praka Yudan pesan. "Kenapa bapak diam saja?" "Kamu tidak menerapkan perintahku. Belajarlah menuruti perintah calon suami. Sebelum menjadi seorang istri yang SAH untukku," lelaki itu memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Naifah akhirnya mengalah, "ya, aku minta maaf Pak." "Nggak bisa ya panggil Abang atau namaku saja?" Naifah menahan tawanya ketika lelaki itu mengutarakan pertanyaan yang menurut Naifah menggelikan. Naifah menjawab, "bapak? Bapak nggak sadar apa dengan USIA bapak?" Gadis itu sengaja memberi penekanan pada kata USIA. Setelah mendengar jawaban Naifah, Praka Yudan memilih diam. Jujur saja ia tersinggung. Memangnya ada masalah dengan usianya yang sudah dua sembilan tahun? Bukankah seharusnya wanita menyukai lelaki yang lebih tua di atasnya. Sepanjang perjalanan pulang pun Praka Yudan tidak banyak bicara. Hanya sesekali menanggapi ocehan Naifah yang sedang menonton video make up di Youtube. "Bapak? Bapak marah sama aku?" Praka Yudan memberhentikan mobilnya tepat di depan pintu gerbang rumah Naifah. Lelaki itu menoleh sebentar lalu berkata, "makasih karena tidak menolak ajakanku. Habis ini aku naik jaga. Selamat malam." Naifah tahu betul jika itu merupakan usiran halus. Oke fine! Naifah turun dari mobil setelah raut wajah judes dan balasan ucapan selamat malam ketus ia lontarkan. Menutup pintu mobil dengan sedikit kasar, Naifah mendapat pelototan dari mata elang Praka Yudan. Errrr..mengerikan. Naifah segera melarikan diri, berjalan cepat melewati gerbang rumahnya. Gadis itu memegangi dadanya, "bisa ya seseram itu? Errrrrr.. dasar bapak-bapak!" Masuk ke dalam rumah, Naifah mendapati tatapan sumringah penuh dengan kebahagiaan milik kedua orang tuanya. "Gimana Nduk? Sukses pacarannya?" Tanya bapak kembali fokus menonton TV. "Astagfirullah Bapak! Pacaran itu dosa," "Halah! Sama calon suami sendiri, nggak apa-apa. Toh, setelah selesai mengurus pengajuan nikah kalian resmi menjadi sepasang kekasih halal dan hilang kata 'calon'nya!" Sahut ibu dengan mengibaskan tangan kanannya di depan wajah. Gadis itu tidak lagi menanggapi ucapan kedua orang tuanya. Ia memilih segera beranjak, memasuki kamarnya. Membersihkan diri sejenak lalu beristirahat. Rupanya, rencana yang ia susun menuju kegiatan istirahat itu gagal. Ponselnya bergetar sedari tadi. Sambil menguap dan menutupi mulutnya, tangan yang satunya ia gunakan untuk meraih ponsel yang ada meja kecil samping tempat tidurnya. "Ada apa sih Mbak? Malam-malam telfon?" "Judes banget! Awas kamu ya..." Naifah menggaruk kepalanya, menyilakan rambutnya ke belakang. Mengapa hari ini orang-orang terkesan begitu menyebalkan!? "Ada apa Mbak Erlin? Kangen sama Nai ya?" Terdengar helaan napas di seberang sana, "maaf soal tadi Dik. Mbak bohong soal Elyas yang menangis. Mbak ini tiba-tiba tadi dapat DM dari calonmu-" "Bapak!?" "Iya! Dia nyuruh Mbak dengan hormat untuk segera memulangkan kamu. Cieeeee..yang habis kencan!" Naifah menepuk keras dahinya. Kencan!? Astagfirullah, kegiatannya bersama Praka Yudan tadi lebih afdal disebut dengan perjalanan kekusyukan menata hati. Bagaimana tidak!? Hanya ada keheningan yang hadir mengisi keduanya. "Terima kasih atas penyiksaan batinnya Mbak! Nai ingin menjadi penghuni Mars sekarang juga!" "Lohh!? Apa sih maksudmu? Bukannya kamu senang?" Naifah ingin sekali membenturkan kepalanya ke tembok sekarang juga, "senang dari Hongkong!! Dia itu menyebalkan Mbak. Bicaranya SOK FORMAL, dingin, pemarah. Iya kalau marahnya ngomel-ngomel mah bisa di sumpal mulutnya! Tetapi, dia marahnya DIAM. Dan, Nai? Nai bisa apa selain mengikuti alur keheningan bak orang kebelet puppp itu," adu Naifah dengan segala kekesalannya. Sedangkan, Erlin hanya terkekeh pelan mendengarnya. "Jangan terlalu kesal dan benci! Lama-lama cinta hloo nanti," Naifah melotot seketika. Ia mengelus perutnya yang rata itu dan berkata, "Amit-amit jabang bayi Mbak-Mbak!" Obrolan keduanya usai, saat tangisan Elyas terdengar. Naifah yakin jika anak Erlin menangis karena terbangun dari tidurnya. Naifah pun meletakkan kembali ponselnya. Hendak menarik selimut, sebelum sebuah notifikasi membuatnya mengurungkan niat. . Bapak Yudan Kenapa masih online? Tidur. Naifah ingin sekali memencet pilihan "blokir" pada kontak Praka Yudan. Seenaknya menyuruh Naifah, memangnya dia siapa!? Naifah menelan ludahnya sendiri ketika menyadari status dan posisi Praka Yudan yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Oke! Mari bersikap manis pada bapak ini. Naifah Siap, Bapak. Aku tidur. Bapak Yudan Aku baru tahu kalau orang tidur bisa balas WA.  Kamu bisa masuk On The Spot. Dengan topik "7 keunikan wanita" Tanpa sadar Naifah tertawa pelan membaca pesan calon suaminya. Ah, bapak! Bisa saja. Naifah Bapak juga bisa masuk On The Spot. Dengan topik "7 sikap menyebalkan TENTARA" SELAMAT MALAM. Naifah yakin jika dua kalimat terakhirnya berhasil menyentil Praka Yudan. Mengingat pengusiran halusnya tadi ketika Naifah tidak kunjung keluar dari mobilnya. Obrolan itu selesai. Dan, hanya meninggalkan centang dua biru di ponsel Naifah.  Gadis itu pun tidak peduli. Ia memilih tidur. Mengarungi mimpinya yang sempat tertunda karena gangguan yang berasal dari benda pipih canggihnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD