Ditengah terik matahari yang menyorot bumi, segerombolan laki-laki yang tengah berebut si kulit bundar berwarna orange, seakan mereka tidak takut kulit mereka terbakar oleh sinar matahari. Panasnya matahari yang menyoroti bumi dan menghantam tubuh mereka, justru membuat semangat mereka terbakar.
Seorang cowok yang memakai seragam basket dengan nama Daniel Andhika yang bernomor punggung 10 itu menepi ke pinggir lapangan, menghampiri seorang gadis yang tengah memegang botol air mineral dan tersenyum kearahnya.
Gadis itu menyodorkan menyodorkan botol air mineral tersebut yang langsung diterima oleh Daniel, lalu cowok itu tersenyum sebagai tanda terima kasihnya.
Dia Floria, pacarnya.
"Masih lama gak?" tanya Floria.
Daniel membuka loockscreen ponselnya, melihat jam yang ditunjukkan oleh benda pipih berwarna hitam tersebut. "Kenapa? Mau pulang sekarang?" tanyanya.
Floria mengangguk. "Udah gerah banget. Abisnya panas." ujarnya sambil mengipas-ngipas lehernya dengan tangan.
Daniel terkekeh pelan. "Sebentar ya, aku izin dulu sama Pak Doni buat nganterin kamu." ujar Daniel.
"Eh, kalo masih lama gak papa."
"Udah, lagian juga sebentar lagi selesai." ujar Daniel lalu meninggalkan Floria, menghampiri Pak Doni yang merupakan pelatih eskul basket disekolahnya.
Floria memperhatikan Daniel yang tengah berbicara dengan Pak Doni. Matanya menyipit karena silau akan matahari. Tak lama Daniel kembali. "Yuk." ajaknya.
"Boleh?" tanya gadis itu.
"Iyalah." ujarnya sambil terkekeh.
"Yaudah." katanya sambil berdiri dan meraih tasnya.
Daniel menyampirkan tasnya dibahu kirinya, tangan kanannya menggandeng tangan Floria.
Sekolah sudah sepi. Di koridor juga hanya terdapat beberapa siswi yang tengah berfoto dengan menggunakan camera kecil yang memakai tongsis, yang mempuyai efek foto cembung seperti yang sering Daniel lihat di i********: atau beberapa teman-temannya, juga ada seorang perempuan yang tengah duduk didepan kelas sambil membaca sebuah buku. Dan sebagiannya lagi mungkin sedang mengikuti eskul hari ini.
Sesampainya di parkiran, Daniel menyerahkan helm kepada Floria.
"Jangan peluk-peluk ya." perintah Daniel.
Floria menaikkan satu alisnya. "Kenapa?"
"Aku keringetan. Nanti bau." ujarnya sambil terkekeh.
Floria tertawa pelan kemudian mengangguk.
Daniel menarik kedua sudut bibirnya. Mengulurkan tangannya membantu Floria naik ke motornya. "Siap princess?" tanya Daniel dibalik helm full facenya.
"Siap captain." jawab Faloria.
Daniel tertawa pelan kemudian melajukan motornya menjauhi area SMA Harapan.
"Mau langsung pulang atau mau makan dulu?" tanya Daniel dengan sedikit berteriak.
Floria sedikit mencondongkan tubuhnya. "Pulang aja, biar kamu bisa langsung pulang dan istrirahat juga."
"Yakin?"
"Iya." ucap Floria.
"Yaudah. Pegangan, Yang, aku mau ngebut." teriak Daniel lagi.
Floria memukul bahu Daniel pelan. "Jangan ngebut, ih, gak dikejar setan juga."
"Biar cepet sampe ke KUA-nya." sahut Daniel.
Floria merenyitkan dahinya bingung. "Kok KUA sih? Kan mau pulang."
"Oh iya, maaf lupa, Yang, abisnya gak sabar pengen halalin kamu." kata Daniel.
Floria tersenyum, pipinya bersemu merah. Daniel selalu saja bisa membuat dirirnya tertawa dengan gombalan recehnya. Kali ini, Floria membiarkan keringat Daniel menempel ditubuhnya, gadis itu memeluk Daniel.
"Kata aku jangan peluk, juga." sahut Daniel.
"Biarin, aku lagi seneng." kata Floria.
"Seneng kenapa?" tanya Daniel
"Seneng karena kamu mau halalin aku."
*****
Seakan tak tergangu oleh suara teriakan para cewek-cewek yang berdiri dipinggir lapangan basket yang sedang melihat kegiatan latihan sekumpulan cowok-cowok yang tengah berebut bola agar bisa mencetak point, gadis berambut panjang itu membuka halaman demi halaman n****+ bergenre romance yang sedang dibacanya sekarang.
Arsy mengelipkan rambutnya kebelakang telinga agar tidak mengahalangi pandangannya pada sebuah n****+ yang ada dipangkuannya, sesekali melirikan matanya kearah lapangan basket.
Arsy sengaja pulang lebih lambat sekarang. Selain karena ia tidak ada jadwal bimbel, ia juga ingin melihat kegiatan latihan basket sekarang.
Sahabatnya, Via sudah pulang dijemput oleh Papanya.
Silviana Agretta adalah sahabatnya sejak masuk SMA. Bisa dibilang Via adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengannya. Bukan, bukan satu-satunya, nyatanya ada seorang lagi yang memang menjadi sahabatnya sekarang.
Dia Daren Achzia, seseorang yang tengah berjalan menghampirinya saat ini, kemudian cowok itu duduk disampingnya.
"Kenapa belum pulang?" tanya Daren sambil mengelap keringat dilehernya menggunakan handuk kecil berwarna biru tua.
"Gak papa. Pengen aja." jawab Arsy.
"Nungguin gue ya?"
"Idih."
"Halah pura-pura. Bilang aja pengen pulang bareng kan?" tebak Daren.
"Enggak. Gue cuma males aja pulang awal-awal." sahut Arsy.
Mata Arsy menatap lurus kelapangan. Bukan melihat beberapa anak basket yang masih bermain. Matanya menyipit, lalu bibirnya menyunggingkan senyum ketika salah satu dari beberapa anak basket itu memasukkan bola kedalam ring.
"Gue anterin pulang yuk." ajak Daren.
Arsy menoleh. "Apa?" tanyanya yang sepertinya tidak menyimak pertanyaan Daren barusan.
"Gue anterin pulang ayo. Budeg."
Arsy memukul kepala Daren dengan novelnya. "Sembarangan aja kalo ngomong."
"Aw.. Sakit Sy." ringis Daren sambil mengusap-ngusap jidatnya.
"Bodo." ketus Arsy. Kemudian gadis itu mengambil tasnya dan berjalan meninggalkan Daren yang masih mengusap-ngusap kepalanya sambil meraih tas dan botol minumnya.
"Tungguin lah." ucap Daren.
"Manja." cibir Arsy.
Sesampainya diparkiran, Arsy langsung mengambil helm yang ada diatas motor Daren, tanpa menunggu sang empunya motor untuk memberinya izin.
"Ayo naik."
Arsy berpegangan pada tangan Daren agar membantunya untuk naik.
"Jangan peluk gue." ujar Daren.
Arsy memukul bahu Daren pelan. "Siapa juga yang mau meluk lo. Najis. Bau."
Daren tertawa dibalik helmnya sambil melajukan motornya. Siap membelah jalanan ibu kota yang selalu banjir oleh kendaraan. Daren melajukan motornya keluar dari gerbang. "Sy, kita makan dulu ya." ucap Daren.
"Enggak, ah."
"Gue laper. Tega banget sih lo biarin gue kelaperan." sahut Daren.
Arsy mendengus sebal. "Tapi lo traktir gue ya?"
"Mencari kesempatan dalam kesempitan." cibir Daren.
"Yaudah, gak usah makan aja." ucap Arsy.
Daren menepikan motornya dipinggir jalan, tepat didepan gerobak bakso. Cowok itu melepas helm-nya. "Yang bawa motor gue ya, jadi terserah gue. Pilih aja, mau makan dulu apa pulang jalan kaki." ujarnya.
"Jahat banget sih sama sahabat sendiri disuruh jalan kaki." rajuk Arsy. "Gue bilangin Via ya biar lo gak dikasih sarapan lagi." ancam Arsy.
Memang, beberapa minggu terakhir ini Via sedang senang-senangnya membawakan mereka sarapan ke sekolah, memakannya bersama sebelum masuk.
Kali ini Daren yang mendengus. "Aduan lo, ah. Yaudah gue traktir."
Arsy turun dari motor Daren, menepuk bahu cowok itu beberapa kali lalu melepas helm-nya. "Gitu dong. Baru ganteng." katanya lalu menghampiri penjual bakso dan memesan.
"Gratisan aja baru muji ganteng." cibir Daren lagi.
*****