"Minggir."
Ucapan seseorang ini membuat Arsy menoleh malas, menatap perempuan berambut bob yang tengah menatapnya dengan songong. "Gak denger?" tanyanya. "Gue bilang minggir."
"Udah minggir aja kenapa sih." sahut gadis yang disebelahnya.
Arsy menghembuskan nafasnya kasar, lalu gadis itu berdiri. "Kasih gue alasan untuk gue pindah dari meja ini." ucapnya dengan santai.
Via memegang tangan Arsy. "Udah, Sy."
"Diem deh." sahut Via.
Perempuan berambut bob itu semakin menunjukkan wajah songongnya. "Karena ini meja gue. Puas? Sekarang lo minggir atau gur main kasar."
"Meja lo?" tanya Arsy. "Lo yang beli? Lo yang bikin? Coba gue tanya kepala sekolah kalo emang ini meja lo."
Alin, gadis berambut bob itu membulatkan matanya terkejut. Ini kali pertamanya Arsy berani kepadanya. "Lo berani sama gue?" Alin maju selangkah.
"Udah deh, Lin, gak usah cari masalah." sahut Daren yang masih tampak santai. "Tinggal cari meja lain aja napa sih."
"Kok lo belain dia sih, babe? Belain gue dong."
"Kenapa gue harus takut sama lo? Lo bahkan bukan ironman yang suka bawa besi kemana-mana." ujar Arsy.
"Lo—" Alin menunjuk Arsy.
"Diem!" Daren menggebrak meja. "Kalian ngerti etika gak sih? Kalo di meja makan itu gak boleh ada yang bicara." ujarnya. "Arsy, lo duduk dan lanjutin makan lo." Daren menatap Alin. "Lo juga duduk kalo lo mau duduk disini, gak usah ngaku-ngaju ini meja lo. Kalo gak mau disini, lo bisa cari meja lain, jangan ganggu gue makan."
Alin menatap Daren kesal. Alin itu adalah mantan pacar Daren, namun mereka putus karena Alin terlalu cemburu Daren terlalu dekat dengan kedua temannya, apalagi Arsy. Tetapi Alin masih mempunyai perasaan kepada Daren, padahal yang memutuskan hubungan mereka adalah Alin sendiri. Awalnya Alin mengatakan putus hanya untuk menggertak saja, tetapi Daren malah beranggapan lain dan mengiyakan.
Alin menendang kaki meja, membuat meja itu bergeser sedikit, kemudian pergi bersama kedua temannya.
"Lo berani banget tadi sama dia." ucap Via kepada Arsy.
"Kalo didiemin mulu, lama-lama makin ngelunjak." sahut Arsy.
"Pasti dia masih marah sama lo karena dia putus sama Daren." ucap Via.
"Aneh. Dia yang mutusin malah nyalahin gue. Susah emang jadi cewek cantik."
"Gue-nya yang terlalu ganteng." sahut Daren.
Arsy dan Via memasang ekspresi ingin muntah saat mendengar celetukan Daren.
*****
"Siapa sih?" tanya Daniel yang baru saja datang dengan semangkuk bakso ditangannya.
"Itu Alin anak IPS sama Arsy." jawab Floria tanpa menolehkan kepalanya.
"Arsy?" tanya Daniel lagi sambil mengaduk baksonya.
Floria mengangguk. "Anak kelas aku, yang temennya si Daren."
"Oh. Kenapa lagi si Alin, perasaan dari dulu nyari ribut mulu tuh cewek."
"Aku denger sih, Arsy sama temen-temennya duduk di meja yang biasanya Alin sama temen-temennya duduk disana. Terus Arsy ngelawan. Keren banget. Biasanya dia gak pernah ngerespon setiap Alin berulah. Dulu juga gitu." ujar Floria.
"Yang gosip kalo Alin putus sama Daren gara-gara orang ketiga itu?" tanya Daniel.
Floria mengangguk. "Alin nyalain Arsy kalo dia putus sama Daren itu gara-gara Arsy, padahal dia sendiri yang mutusin waktu itu."
"Tau banget sih kamu." Daniel terkekeh.
"Tau dong. Aku kan sekelas sama mereka, masa gak tau." sahut Floria tanpa menoleh.
Daniel diam. Cowok itu memperhatikan Floria dari samping. Memperhatikan seorang Floria Zizalya yang selalu menarik dimatanya.
Sayang sekali Daniel tidak satu kelas dengan Floria. Entah keberuntungan atau memang otaknya yang masuk kedalam kategori cerdas, Daniel sejak kelas sepuluh duduk dikelas IPA 1, sedangkan Floria berada dikelas IPA 2. Terkadang ia sendiri heran, ia merasa tidak secerdas Apip, teman sekelasnya, ia hanya pintar dalam bermain basket, pikirnya.
Daniel tersenyum ketika pertama kali ia kenal Floria, saat Ia mengantarkan Floria pulang. Kala itu hari sudah sore, Floria baru selesai dengan eskulnya, begitupun dengan Daniel.
Daniel melihat Floria yang duduk didepan halte sendirian, wajahnya terlihat gelisah, entah kenapa Daniel sendiri tidak tau. Entah dorongan dari mana, Daniel menghampiri Floria dan menawarkan gadis itu tumpangan. Awalnya Floria menolak karena tidak enak, namun Daniel terus memaksa dan dia juga bilang bahwa susah mencari taksi jika sudah mau magrib seperti ini. Alhasil mau tidak mau, Floria menerima tawaran itu. Floria yang awalnya hanya mengenal Daniel sebatas nama saja merasa takut dan was-was.
Setelah kejadian itu, Daniel dan Floria menjadi kian dekat. Hingga sebulan kemudian, Daniel menyatakan perasaannya kepada Floria yang langsung diterima oleh Floria.
Daniel masih mengingat kejadian itu. Kejadian gak tak akan pernah dilupakan olehnya sampai kapanpun. Karna Floria adalah miliknya.
"Ngapain senyum-senyum sendiri?" selidik Floria.
Daniel tersadar dari lamunannya. Ia tersenyum lagi, tablo. "Lagi menikmati ciptaan Tuhan."
Floria mengerutkan keningnya. "Aneh."
"Flo, kamu cantik deh. Jadi makin cinta." ucap Daniel dengan tampang tablo.
Pipi Floria bersemu. "Jangan gitu, Dan, malu tau." sahut Floria.
"Gak papa dong. Biar semua anak-anak tau kalo kamu itu pacar aku." ujar Daniel santai.
Floria memutar bola matanya malas. "Daniel, ini sekolahan ih."
"Emang siapa yang bilang Tanah Abang?" tanya Daniel sok polos.
Floria mencebikkan bibirnya kesal, apalagi saat Daniel bergeres posisi duduk agar lebih dekat dengannya.
"Sanaan, Daniel." Floria mendorong bahu Daniel.
"Mojok bentar, Flo." sahut Daniel santai.
"Sana atau aku marah." ancam Floria.
"Iya, iya." Daniel kembali menggeser posisi duduknya sedikit menjauhi Floria.
Floria kembali melanjutkan makannya, begitu juga dengan Daniel.
"Flo?" panggil Daniel.
"Apa?"
"Nanti kita jalan yuk?" ajak Daniel.
"Hujan Daniel." ucap Floria.
"Nanti juga reda."
Floria nampak berpikir sejenak, lalu ia mengangguk. "Yaudah deh."
"Yaudah nanti aku jemput kamu ke kelas." ucap Daniel.
"Gak usah. Kamu nunggu diparkiran aja."
"Beneran nih?" tanya Daniel memastikan.
"Iya. Kaya dari kelas ke parkiran jauh aja. Aku juga gak bakalan diculik kalo kalo jalan di koridor." ujar Floria sambil terkekeh.
Daniel tertawa pelan, mengacak gemas rambut pacarnya itu. "Gemes banget sih. Nikah yuk?"
"Heh," Floria menoleh ke sekitar. "Kalo ngomong itu ya."
"Aku serius. Gak papa dong asalkan gak ketahuan sama pihak sekolah."
Floria memutar bola matanya malas. "Udah deh jangan ngaco."
Daniel menyengir. Lagi-lagi tampangnya tablo.
*****
"Kalian jangan dulu pulang ya. Temenin gue latihan basket dulu." ucap Daren.
"Kita kan bimbel, Dan." sahut Via sambil membereskan buku-bukunya. "Sy, lo bimbel kan hari ini?" tanya Via.
Via memang mengikuti bimbel sama dengannya. Arsy juga awalnya ikutan bimbel karena Via yang mengajaknya. Pikir Arsy mungkin lebih baik ia ikut bimbel untuk mengisi waktu kosong setelah pulang sekolah jika ia tidak ada eskul, dari pada ia harus berdiam diri dikamar sampai waktu makan malam tiba.
"Gue izin dulu ya. Ada acara keluarga." kata Arsy sambil memasukan buku-bukunya.
Via merenyitkan dahinya. "Acara keluarga? Tumben-tumbenan, Sy."
"Acara apaan? Kita boleh ikutan?" tanya Daren.
"Keluarga, Dar, keluarga." sahut Via malas.
"Kita kan juga keluarganya." sahut Daren.
"Mana mau keluarga Arsy punya anggota keluarga kaya lo. Yang ada lo malah di depak dari daftar keluarga." ujar Via membuat Daren mencebikkan bibirnya kesal.
Arsy tersenyum mendengar perdebatan kecil mereka. "Gue gak tau. Tadi bokap gue pesen kalo gue harus cepet-cepet balik. Kayanya emang ada acara keluarga." jelas Arsy. "Udah ya, gue duluan. Bye." ucapnya lalu ia keluar dari kelas, meninggalkan Via yang masih harus membersihkan kelas dan Daren yang harus latihan basket.
*****