Ajakan Makan Siang Bersama

1565 Words
Sinta mendadak kebingungan saat salah satu klien baru D‘Moon Boutique tiba-tiba datang lagi hari ini. Padahal, kemarin sudah datang ke butik. Bahkan datang langsung bersamaan dengan kembalinya Kaluna dari istirahat makan siang. "Mohon ditunggu sebentar ya Pak, Mbak Kaluna sedang ada tamu di dalam." ujar Sinta ramah. "Iya Mbak, saya tunggu sampai kapan pun kalau yang ditunggu itu Kaluna." Sinta yang mendengar jawaban tersebut sontak melebarkan pupil matanya. Jujur saja, agak terkejut dengan balasan pria itu. "Bercanda Mbak." lanjut Jagat saat melihat wajah kebingungan Sinta. "Ngomong-ngomong, siapa tamunya Mbak? Klien juga?" "Bukan Pak. Itu sebenarnya yang datang kakaknya Mbak Kaluna. Mamanya adek Citra," "Citra keponakannya Luna?" tanya Jagat memastikan dan dia mengangguk paham saat Sinta mengiyakan pertanyaannya. "Sudah dari tadi datangnya?" "Sekitar setengah jam yang lalu sih sepertinya Pak." jawab Sinta jujur. Lalu kemudian dia balik bertanya, "Emang kenapa ya, Pak Jagat?" Jagat lantas menggelengkan kepalanya, "nggak kenapa-kenapa kok Mbak. Tapi, Mbak tau nggak ya mereka ada urusan apa? Maaf, setengah jam di dalam ruangan ngapain aja ya? Lumayan lama loh." "Duh, ya saya tidak tau Pak. Kan itu privasi Mbak Luna dan kakaknya. Tidak tau juga di dalam mereka sedang membahas apa." "Ya benar juga. Maaf ya Mbak, saya suka penasaran soalnya. Apalagi sudah tidak sabar ingin bertemu Luna lagi." "Ternyata benar ya apa kata Mbak Luna tentang Papanya Keyra ini." "Loh, Mbak ini jadi tau juga kalau saya Papanya Keyra ya?" "Ya, tau. Dari Mbak Luna," "Oh iya yang tadi apa maksudnya ya Mbak? Benar gimana yang dimaksud kata Luna tadi?" Sinta lantas tertawa kecil dan menyahut, "itu, kata Mbak Luna kalau Pak Jagat ini maaf, banyak ngomongnya. Terus juga suka banyak nanya udah kayak wartawan infotainment aja. Jadinya percaya deh saya sekarang kalau apa yang dibilang Mbak Luna soal Pak Jagat itu benar." "Oh, Luna jadi bilang gitu Mbak?" "Iya Pak, dari kemarin selalu cerita kalau Pak Jagat suka banget ngomong seperti tidak ada remnya sama sekali. Loss, ngomong terus katanya." Mendengar itu, Jagat justru tersenyum. Bagaimana tidak? Diam-diam ternyata Kaluna suka membicarakannya pada karyawannya. Anehnya, Jagat jadi suka saat mengetahui fakta tersebut. "Duh, maaf ya Pak, saya malah ngomongin ini ke Pak Jagat. Jangan bilang-bilang ke Mbak Luna ya Pak," "Tenang, saya—" ucapan Jagat terputus saat tiba-tiba saja terdengar suara ribut-ribut di dekat tangga. Jagat dan juga Sinta sontak menoleh dengan cepat ke arah tangga. Benar saja, ada Kaluna dan kakaknya yang sudah berdiri di dekat tangga dengan mulut yang saling beradu. Namun, Kaluna yang lebih banyak diamnya serta kelihatan lebih tenang. Sedangkan Milana yang meledak-ledak seperti biasanya. "Capek gue sama lo yang nggak ngerti-ngerti juga Lun! Gue butuh dan lo orang yang bisa gue mintain bantuan malah kayak gini!" "Mbak, kalau lo minta bantuan ya harusnya lebih ngotak sedikitlah Mbak. Gue nggak bisa minjemin lo segitu banyaknya buat hal yang nggak jelas." Milana sontak mendecih keras, "kurang jelas apa sih Lun? Gue udah jelasin sedetail mungkin tadi ke lo. Kenapa jadi meragukan gini sih? Lo takut kalau uangnya nggak gue ganti?" "Kalau iya kenapa? Uang yang mau lo pinjem nggak sedikit Mbak. Gue juga nggak yakin lo bisa bayar nantinya. Lagian apa yang lo jelasin tadi beneran aneh dan nggak masuk akal. Jelas gue nggak mau minjemin. Yang mau lo pinjem juga nggak sedikit." "Lo perhitungan banget ya Lun sama kakak lo sendiri? Heran gue kenapa orang kayak lo justru bisa sesukses ini. Padahal lo pelit dan perhitungan banget sama saudara sendiri." "Oh ya jelas dong, gue sukses juga atas usaha gue sendiri. Jatuh bangun dari awal nggak ada yang ngedukung. Sekarang lo ngatain gue pelit dan perhitungan Mbak? Wajar dong? Uang juga uang gue kok." "Lo emang ciri-ciri orang yang nggak tau diri Lun! Orang-orang bakalan cap lo sebagai saudara yang egois! Nggak mau bantu saudara sendiri yang lagi butuh. Lo lagi di atas aja belagu banget ya? Pantes udah hampir kepala tiga tapi nggak ada cowok yang betah sama lo!" "Jelas ngga ada yang betah. Karena gue terlalu sempurna, makanya semua cowok pada insecure duluan kalau mau deketin gue." sahut Kaluna santai. Bahkan masih bisa begitu percaya diri dalam menjawabnya. Diam-diam sudut bibir Jagat terangkat. Ada seringaian tipis di sana. Lalu senyuman penuh bangga muncul karena Jagat benar-benar suka pada rasa percaya diri Kaluna. Bahkan dia tidak expect jika Kaluna bisa sesantai itu dalam membalas setiap perkataan yang kakaknya lontarkan. "Dan satu lagi Mbak, emangnya lo nggak malu sampai segininya cuma gara-gara nggak gue kasih pinjeman uang? Lo lupa sama omongan lo 7 tahun yang lalu Mbak? Saat gue baru lulus dan lagi coba buat ngerintis usaha, lo ngatain gue tukang ngimpi. Lo ngatain gue kalau gue ntar mentok-mentok cuma jadi tukang jahit di rumah. Sekolah tinggi-tinggi nggak ada gunanya. Gue ingetin kalau lo lupa Mbak! Sekarang lo marah-marah dan ngatain gue sesuka hati lo tanpa tau malu. Harusnya sih malu ya, masa mau minjem uang ke orang yang dulu dikatain nggak bakal sukses?" Milana total bungkam begitu Kaluna mengungkapkan semuanya. Bahkan sepertinya Milana sudah lupa jika mulut tajamnya pernah melukai sang adik. Karena sudah kepalang malu, Milana berakhir pergi dari sana dengan raut wajah kesal. Sementara itu, Kaluna juga buru-buru menaiki tangga dan kembali ke ruangannya. Tidak biasanya dia bertengkar di depan para karyawannya. Dan sekarang dia malu sebab semua orang melihat betapa kacaunya hubungan kakak beradik ini. "Pak Jagat, mohon maaf sebelumnya. Tapi, sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk menemui Mbak Kaluna. Bagaimana kalau konsultasi soal gaunnya dijadwal ulang saja? Mana tau pasangan Pak Jagat bisa di ajak ke butik, jadi bisa sekalian di ukur nanti." "Pasangan? Saya nggak punya pasangan Mbak. Mamanya Keyra saja nggak ada." Sinta sontak membulatkan matanya. Dia benar-benar tidak tau. "Lah, la terus Pak Jagat pesan gaun untuk siapa?" "Untuk—" "Untuk adiknya atau ibunya ya?" "Bukan kok Mbak, tapi untuk anak saya." "Hah?" "Kok hah?" "Ya kaget saya Pak. Berarti mau buat gaun untuk Keyra?" tanya Sinta memastikan dan Jagat mengangguk mengiyakan. "Waduh, Mbak Kaluna pasti salah paham deh Pak. Di butik ini tidak melayani pembuatan gaun anak, Pak Jagat. Butik ini khusus untuk orang dewasa." "Justru itu Mbak, Luna sudah tau kalau saya mau pesan gaun untuk anak saya. Makanya saya kemari mau ketemu Luna buat ngasih ini. Contoh gaun milik anak saya. Buat dilihat ukurannya saja sih. Kan Keyra lagi sekolah ini, jadi nggak bisa saya ajak ke sini." Mendengar penjelasan pria itu, Sinta kembali dibuat terkaget-kaget. Pasalnya dari awal butik tersebut sama sekali tidak pernah menerima pembuatan gaun untuk anak-anak. Sinta tau betul bagaimana sifat Kaluna yang tidak mudah untuk dipaksa. Bahkan akan sangat sulit untuk membujuk seorang Kaluna agar merubah prinsipnya. Tapi mendengar pengakuan dari Jagat yang mengatakan bahwa Kaluna mengiyakan untuk membuat gaun anak-anak, tentu Sinta jadi penasaran bagaimana caranya seorang Jagat meluluhkan Kaluna yang terkenal susah itu? "Kenapa Mbak? Kaget ya?" Sinta mengangguk, "banget Pak, kok bisa? Biasanya Mbak Luna paling susah. Kalau pun dipaksa pasti tidak mau dan Mbak Luna jadi risih. Akhirnya ya lebih milih untuk di cancel saja." "Berarti saya lagi beruntung Mbak." balas Jagat sambil tersenyum. "Ya—" "Saya boleh ke ruangan Kaluna sekarang?" sela Jagat bertanya. "Pak, apa tidak sebaiknya besok saja? Tadi kan Pak Jagat lihat sendiri kalau Mbak Luna baru saja ada masalah dengan kakaknya. Kayaknya Mbak Luna butuh waktu untuk sendiri." "Justru itu, saya harus nemuin Luna. Dia pasti butuh teman." "Tapi—" "Boleh kan Mbak? Saya janji akan langsung pergi kalau seandainya Luna usir saya." Tidak ada pilihan lain selain mengizinkan Jagat untuk pergi ke ruangan Kaluna. Sinta lantas mengiyakan dan setuju dengan apa yang Jagat ucapkan barusan. Maka dari itu, Jagat tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Pria itu bergegas naik menuju ke ruangan Kaluna. Tepat saat sampai di depan ruangan Kaluna, Jagat lebih dulu mengetuk pintunya. Menunggu sampai suara Kaluna mempersilahkan untuk masuk terdengar. Jagat tersenyum saat mendengar suara Kaluna yang memintanya untuk masuk. Terlihat sekali jika Kaluna sedikit terkejut melihat presensi Jagat saat ini. "Sesuai yang saya sampaikan tadi malam, kalau hari ini saya datang ke sini buat nunjukin gaun punya Keyra. Saya nggak paham soal ukuran, Luna." "Ditinggal saja nggak masalah kan? Mau saya kerjain nanti setelah makan siang." Jagat lantas mengangguk, "nggak perlu terburu-buru, Luna. Santai saja kalau ngerjain gaun buat anak saya." "Kalau terlalu santai ya gimana cepat selesainya?" "Lama nggak masalah, Luna." jawab Jagat dan Kaluna melempar punggungnya pada kepala kursi. "Mau makan siang di mana?" Kaluna mengedikkan bahunya tidak tau, "belum tau." "Mau makan siang bareng? Jam segini kayaknya enak deh makan soto Lamongan. Udah pernah coba belum?" "Belum sih, emangnya ada yang jual di Jakarta?" "Ada, Luna. Tapi di pinggiran jalan gitu, gimana? Mau nggak?" "Enak?" Jagat terkekeh pelan dan mengangguk. "Enak kok, kalau nggak enak nggak bakalan jadi langganan keluarga saya." "Sekeluarga suka soto?" "Iya, Luna. Jadinya ini gimana? Mau nggak saya ajakin makan soto? Enak loh siang-siang begini makan soto, seger." "Boleh deh, saya juga lagi males mikir mau makan apa siang ini." "Ya sudah, ayo." "Pakai mobil saya saja," ujar Kaluna tiba-tiba dan Jagat cukup terkejut mendengarnya. Padahal biasanya wanita yang selalu mengatakan untuk pakai mobil sang pria saja. "Kenapa? Nggak mau ya? Ya udah, pakai mobil sendiri-sendiri aja." "Saya kan belum jawab, Luna." sahut Jagat buru-buru. Lalu kembali melanjutkan, "ya sudah pakai mobil Luna saja. Mana kuncinya? Biar saya yang bawa mobilnya." "Saya bisa kok," "Emang tau jalannya?" tanya Jagat dan Kaluna menggeleng. Karena itulah, tanpa mengatakan apa pun, Kaluna langsung menyerahkan kunci mobilnya pada Jagat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD