Hari ini suasana hati Jagat menjadi suram. Kelihatan lesu sekali. Seolah tidak memiliki semangat sama sekali untuk menjalani kegiatan di hari ini.
Setelah menyelesaikan rapat koordinasi dengan team pemasaran, Jagat langsung kembali ke ruangannya. Diikuti oleh sang personal assisten yang begitu setia membantunya dari pagi sampai sore hari ini. Bahkan sebenarnya, setiap hari juga seperti itu tugasnya.
"Gue lihat-lihat beberapa hari ini muka lo ketekuk terus Gat. Kayak orang nggak punya semangat hidup aja lo. Jangan mati muda Gat, inget kalau belum nikah. Mana udah lama kan lo nggak masuk kandang?"
Jagat jelas paham dengan apa yang Sean maksud barusan. Jagat bukan pria yang polos sampai tidak mengerti dengan pikiran jorok Sean.
"Masih mending gue, daripada lo belum pernah sama sekali kan? Cuma bisa nyolo doang. Kasihan, padahal udah pacaran 8 tahun. Pacaran atau nyicil rumah?"
"Bajinga—"
"Ngomong coba yang keras kalau berani." sela Jagat sembari menyandarkan punggungnya pada kepala kursinya.
Lagi-lagi Sean mencebik karena kalah. Jagat selalu menggunakan kekuasaannya jika sedang dalam posisi seperti ini dan Sean tentu tak bisa melawan. Karena dia adalah bawahan Jagat. Tentu harus menurut pada sang atasan.
"Nah gitu, jangan coba-coba ngomong kasar sama bos."
"Maaf, Pak Jagat." sahut Sean sembari sedikit membungkukkan badan.
Tapi, Sean tetap saja mendumal pelan. Dan itu masih bisa didengar oleh Jagat.
"Nggak usah ngedumel. Mau gue potong gaji lo bulan ini?"
"Anjir! Jangan ngancem potong gaji lah Gat. Gila lo, lama-lama gue kerja di sini cuma dapet hikmahnya doang."
"Hikmah udah punya anak dua,"
"Goblokk! Bukan Bu Hikmah CS kampret maksud gue!" pekik Sean emosi sendiri dan Jagat sontak tertawa keras karena itu.
"Tawa aja terus lo! Seneng lo?" lanjutnya, lalu berakhir duduk di sofa yang ada di ruangan Jagat.
"Tadi muka gue ketekuk lo bingung, sekarang gue ketawa lo malah emosi. Nggak jelas lo,"
"Lebih baik lo diem aja dah Gat. Capek gue kalau lo udah mode ngeselin kayak begini. Bener apa kata Evan, lo kalau nggak ngeselin ya bikin susah temen."
"Kapan gue nyusahin lo pada?"
"Wah, lupa ingatan lo? Dua hari lalu lo mabok noh. Sampe teriak-teriak naksir cewek keren tapi yang bikin gue kesel, lo nggak tau nama ceweknya siapa. Halusinasi lo? Ngeri gue kalau lo kelamaan jomblo begini."
Jagat bahkan hampir lupa jika dua hari lalu dia melewati batas kembali setelah sekian lama. Bahkan menyebut seseorang yang tidak dia ketahui siapa namanya.
Jujur saja, sudah seminggu lebih, Jagat tidak bertemu dengan wanita incarannya itu. Wanita keren, pemberani yang dia sukai tak pernah muncul. Padahal, Jagat selalu mengantar Keyra lebih awal ke sekolahnya. Tapi tetap tidak bertemu dengan wanita incarannya itu.
Bahkan tadi pagi pun, Jagat juga tidak melihatnya sama sekali. Dia sempat bertanya-tanya, kira-kira siapa yang di antar oleh wanita itu di sekolah tersebut? Kenapa wanita itu tidak terlihat lagi di sana?
"Lah si tol0l malah diem aja sekarang. Jangan kesurupan Gat! Gue nggak bisa bacain doa-doa."
"Stres!" sahut Jagat singkat karena telinganya sudah terasa panas mendengar Sean begitu cerewet hari ini. Ya walaupun tiap hari juga cerewetnya minta ampun.
"Bunda Rengganis kapan balik?" tanya Sean, yang begitu cepat mengalihkan topik pembicaraan.
"Ngapain nanyain nyokap gue kapan balik?"
"Gue mau main ke rumah lo kalau Bunda udah balik. Biasalah, gue kangen rendang buatan Bunda."
"Minta bikinin emak lo lah, ngapain minta nyokap gue?"
"Emak gue udah rata sama tanah kalau lo lupa."
"Oh iya," sahut Jagat spontan.
"Emang setan lo! Bikin naik darah terusan kalau ngobrol sama lo. Pantesan si Evan ogah lama-lama ngobrol sama lo,"
"Evan mulu lo."
"Biar berdengung terus tuh telinga Evan, di omongin terus." balas Sean lalu di akhiri dengan tawa.
"Dah sana balik," lanjut Sean.
"Ngusir bos lo? Lagian baru jam 3 sore ini. Belum waktunya—"
"Sekali-kali dah lo pulang cepat." sela pria itu. "Pasti seneng tuh anak lo,"
"Dia lagi main ke tempat temennya."
"Dari pulang sekolah?" tanyanya dan Jagat mengangguk. "Coba lo tanya Siti, udah balik apa belum."
"Emang kenapa kalau belum balik?"
"Ya lo jemputlah t***l! Lama-lama beneran bisa kena stroke gue ngomong sama lo!"
"Santai lah, nggak usah ngegas begitu sama bos. Harus sabar,"
"Nggak bisa sabar kalau bosnya lo."
"Ck! Kalau Stella tau cowoknya kang ngegas, kira-kira hal apaan yang bakal dilakuin? Diputusin kali ya? Mau lo ngikutin jejak Evan ditinggal pas lagi sayang-sayangnya?"
"NGACA JAGAAAT! Lo juga ditinggal pas lagi sayang-sayangnya bego! Mana ninggalin anak lagi."
Mendengar balasan Sean yang langsung skakmat membuat Jagat mengumpat kasar. Bahkan sampai tak bisa membalasnya lagi karena sudah kehabisan kata-kata.
Lalu kemudian sebuah notif pesan masuk di ponsel Jagat. Pria itu langsung memeriksanya, sebab pesan tersebut dari Siti yang pastinya sangat penting karena menyangkut Keyra.
"Dah, gue mau jemput Keyra di rumah temennya. Nggak mau balik kalau nggak gue jemput."
"Oh, udah ngabarin si Siti?" tanya Sean dan Jagat hanya mengangguk tanpa menoleh sedikit pun.
Fokus Jagat terus tertuju pada layar ponselnya. Keningnya mengernyit, lalu mendekatkan wajahnya pada layar guna melihat sesuatu.
"Ngapa lo?" tanya Sean yang penasaran dengan tingkah Jagat barusan.
"Ini loh, si Siti kayaknya salah deh. Masa ngirim lokasi tapi titiknya tepat di butik? Masa anak gue main di butik?"
"Siapa tau rumahnya samping tuh butik. Ya udahlah sana buruan lo jemput sebelum betah anak lo di sana."
"Berisik!"
+++
Erika masuk ke dalam ruangan Kaluna setelah mengetuk pintunya beberapa kali terlebih dahulu. Dia datang membawa sebuah berkas catatan yang harus diperlihatkan pada Kaluna.
"Mbak, ini hasil dari fitting gaun tadi. Klien agak kurusan, jadi beliau minta buat dikecilin lagi. Mau yang pas banget sama badannya."
"Loh? Bukannya fitting gaunnya nanti malam jam 7 ya? Kan mau aku pegang langsung." sahut Kaluna.
Dia ingat betul jika di jadwal sudah tertera jika hari ini ada jadwal fitting jam 7 malam.
"Tadi klien buru-buru Mbak, jadi aku yang handle."
"Kenapa nggak bilang sama aku Er? Naik bentar ke lantai atas kan bisa? Nggak sampai lima menit juga kok."
"Aku kira Mbak Luna sibuk nge-desain. Jadi aku nggak panggil karena takut ganggu."
"Kalau soal klien nggak perlu berpikiran takut ganggu dong Er. Kayak biasanya aja gimana."
Erika tak menyahut. Dia hanya diam saja sambil terus menahan rasa kesal di dalam hati. Benar-benar tidak bisa memberontak apalagi saat ini tatapan Kaluna sangat menyebalkan di mata Erika.
"Ya udahlah. Tapi ini udah bener kan semuanya? Sesuai sama apa yang klien mau? Aku nggak mau ya Er sampai salah dan harus ngerjain lagi dua kali. Kamu yang tanggungjawab kalau sampai salah."
Erika tidak membalasnya sama sekali. Wanita itu justru mendengus pelan, lalu berdehem sebelum akhirnya berpamitan keluar dari ruangan tersebut.
"Aku keluar dulu Mbak. Kalau ada apa-apa, panggil aja."
"Ya,"
Erika langsung keluar begitu mendapat balasan dari Kaluna meskipun singkat. Bertepatan dengan itu, dua bocah kecil berlarian masuk ke dalam ruangan Kaluna tampak rasa takut sama sekali.
"Tante! Cici udah capek nih. Kapan Mama mau jemput ya?"
Kaluna sontak melirik jam dan menyahut, "masih jam setengah empat. Paling bentar lagi mama kamu jemput Ci,"
"Kenapa dipanggilnya Cici? Kan nama kamu Citra." seru salah seorang bocah cantik dengan rambutnya yang terikat.
"Citra emang suka dipanggil Cici kalau di rumah. Kan sama kayak kamu Key. Kamu di rumah juga dipanggilnya Rara kan?"
Keyra menganggukkan kepalanya. "Iya, semua orang di rumah panggilnya Rara."
"Ya sudah sama, aku Cici dan kamu Rara. Tapi kamu jangan panggil aku Cici di sekolah ya. Panggil Citra saja,"
"Kenapa aku tidak boleh panggil Cici?"
"Jangan, pokoknya tidak boleh."
Keyra kembali menganggukkan kepalanya mengerti. "Kalau begitu, Citra juga panggil aku Keyra ya, jangan Rara."
"Kenapa jadi ikut-ikutan?"
"Kan biar sama, Citra." jawabnya dengan cepat.
Kaluna sampai menggeleng pelan saat mendengar para bocil bercengkrama soal nama panggilan.
"Keyra mau pulang jam berapa? Emang nggak dicariin sama Mama?"
"Keyra tidak punya Mama," jawabnya dengan jujur. "Keyra tidak tau di mana Mama."
Sial! Mendengar jawaban bocah itu, Kaluna jadi merasa bersalah. Secara tidak langsung, dia sudah membuat bocah itu terlihat bersedih.
"Aduh Key, maafin Tante ya? Tante nggak—"
"Permisi,"
Siti yang mendadak datang langsung mengalihkan atensi Kaluna. Bahkan Kaluna sampai menghentikan ucapannya barusan.
"Bu Maaf, ini mau manggil Keyra sekalian pamit. Papanya sudah jemput di depan,"
"Papa sudah sampai ya?" tanya Keyra begitu antusias.
"Iya, itu Papa sudah nunggu di depan. Ayo pamit dulu, kita pulang sekarang."
Keyra sontak menoleh ke arah Kaluna yang kini bangkit dari duduknya. "Tante, Keyra pamit pulang dulu yaa."
"Iya, hati-hati di jalan yaa. Jangan kapok main sama Cici di sini ya,"
"Okii doki!" balasnya riang.
Sebenarnya jika sedang tidak ada kerjaan, mungkin Kaluna akan membawa mereka ke rumahnya bukan di butik. Agar bisa lebih leluasa saat bermain.
"Ayo, Citra antar sampan depan ya. Citra mau ketemu Papa Keyra lagi boleh ya?"
"Boleh dong, ayo!"
Keyra dan Citra bergandengan tangan menuruni tangga dengan hati-hati. Sementara Kaluna dan Siti berjalan di belakangnya, mendampingi sekaligus mengawasinya.
"PAPAAA!"
Keyra berlari dan reflek melepaskan tautan tangannya dengan Citra untuk menghampiri sang papa yang berdiri tidak jauh dari mobil yang terparkir di depan butik.
"Rara kira Papa tidak jemput, tapi ternyata jemput. Makasih ya Papa,"
"Iya sayang. Itu—"
Ucapan Jagat langsung terputus saat kedua matanya bersirobok dengan sepasang mata cantik milik seseorang yang baru saja keluar dari butik tersebut.
Jika tidak salah, Jagat dapat menyimpulkan jika ekspresi wajah seseorang tersebut tengah terkejut. Sama halnya dengan dirinya sendiri.
"Pa, ini teman Rara, namanya Citra. Coba lihat, pipi Citra gembul kan? Rara tidak bohong. Terus yang itu, Tante cantik. Tantenya Citra,"
"Mbak yang—"
"Papa jangan genit ya!" sela Keyra sembari menarik ujung jas yang Jagat kenakan.
Sementara itu, Siti diam-diam terkikik geli karena kelakuan Keyra. Ditambah lagi ekspresi Jagat saat diperingati oleh sang anak.
Sedangkan Kaluna, dia mendadak pusing sendiri. Kenapa harus cowok aneh itu lagi? Bahkan lagi dan lagi.