Grezlie yang baru saja tiba di mansionnya segera masuk, ia melihat banyak sekali pelayan yang sudah berbaris rapi. Mereka benar-benar menunggunya, menatapnya dengan penuh kekaguman, dan itu begitu menyebalkan.
Pria itu segera menaiki anak tangga, ia benar-benar tak peduli dengan senyuman para pelayan itu. Rasa lelah sedang bergelayut manja di tubuhnya, membuatnya semakin malas dan tak tertarik menyapa orang lain hanya untuk sekedar berbasa-basi.
Para pelayan yang merasa diabaikan hanya bisa tertunduk lemah, mereka saling menatap, ada juga yang merengut. Jelas saja mereka tak terima jika sang tuan hanya diam, mereka masuk dan bekerja di tempat itu juga melalui seleksi yang ketat.
“Apa kita kurang cantik?” tanya salah satu dari mereka.
“Entahlah, yang jelas aku orang tercantik di tempat ini.” Seorang wanita segera meninggalkan ruang depan, ia menuju pintu dapur dan menghilang dari pandangan mata.
Mendengar hal itu membuat banyak sekali wanita yang memandang tak suka. Mereka akui wanita itu memang menjadi orang tercantik di tempat itu, tetapi sayang sekali kecantikan itu karena diabaikan oleh sang tuan.
Orang-orang yang merekrut mereka berharap Grezlie bisa menikmati mereka semua sesekali. Yah ... mereka lebih tepat dikatakan sebagai p*****r yang berkedok sebagai pelayan. Walau mereka sudah dilatih untuk melayani masalah dapur, mereka juga harus masih perawan karena harus membuat Grezlie puas dengan berbagai hal tentang mereka semua.
“Aku penasaran, wanita seperti apa yang disukai Tuan Tampan itu.”
“Ya ... kau benar. Aku juga berharap dia menyukai gadis yang normal.”
“Kau benar ... kadang seorang pemimpin mafia akan menyukai gadis yang aneh. Semoga saja Tuan Tampan itu tidak menyukai hal yang aneh.”
Ketiga wanita itu terlihat sangat menikmati obrolan, mereka sampai tak sadar jika saat ini teman-teman pelayan mereka sudah meninggalkan ruangan.
Dor ...
Dor ...
Dor ...
Darah segar terciprat, dan ketiganya langsung tumbang. Pada tiga titik berbeda sudah ada para pria dengan jas hitam yang mengacungkan pistol.
“Mereka benar-benar terlalu banyak bicara.” Seorang pria segera melangkah pergi.
“Wanita berisik tak pantas untuk hidup.” Pria yang satunya lagi juga menyimpan pistolnya dan berlalu pergi. Ia terlihat sangat malas dengan ketiga mayat tak berguna.
“Berani sekali bicara dan menggosipkan Tuan Muda,” ujar yang lainnya. Ia segera beranjak pergi, menyusul kedua temannya ke lantai atas.
Para pelayan lain yang melihat kejadian itu menjadi takut, mereka menelan ludah dengan kasar dan memilih segera pergi.
Setelah mereka meninggalkan tempat itu, seorang pria berjas hitam segera masuk. Di belakang pria itu beberapa orang perawat juga sedang melangkah dan membawa satu buah kursi roda.
Pria itu segera mengangkat tubuh wanita malang yang baru saja tewas, ia meletakkan mayat itu seperti sampah di atas kursi roda.
Setelah selesai dengan urusannya pria itu segera berlalu pergi, sedangkan pelayan lainnya segera diberikan tuga untuk membersihkan sisa darah yang tercecer di atas lantai.
Sementara itu Grezlie kini sudah berada di kamarnya. Dindingnya berwarna hitam secara keseluruhan, pada bagian ranjang juga sama, yang jelas kamar pria itu benar-benar terlihat kelam.
Ada perapian di kamar, dan tidak memiliki lampu sama sekali. Grezlie lebih suka menggunakan lilin untuk menerangi ruangan kamarnya, dan ia juga suka dengan perapian yang bisa menjadi penghangat alami.
Grezlie segera duduk pada single sofa, ia kemudian menarik napas dan menatap ke arah jendela. “Buka tirainya, aku ingin melihat pemandangan.”
Seorang pria segera bergerak, dan tirai jendela juga terbuka dengan cepat. Cahaya masuk, dan ketika jendela kaca dibuka angin segar berlomba-lomba memasuki ruangan.
Grezlie merasa nyawanya sudah terkumpul dan jauh lebih baik. Ia kemudian melirik ke arah tiga orang bawahannya yang baru saja masuk.
“Apa yang kalian lakukan di luar sana?”
Ketiganya kemudian membungkukkan tubuh dan setelah selesai kembali berdiri dengan tegak.
“Tuan Muda, kami hanya membereskan beberapa hama yang akan mengganggu hidup Anda di tempat ini.”
Grezlie yang mendengar hal itu hanya mengangguk, ia kemudian berdiri dan mengendurkan dasi yang mencekik kerah bajunya sejak tadi. “Apa Mac sudah memberikan kabar?”
Semua orang diam, Mac juga belum memberikan kabar kepada mereka sejak berpisah di bandara beberapa saat lalu.
“Keluar, aku ingin tidur.” Grezlie segera merebahkan diri di atas ranjang, ia kemudian menutup mata.
Orang-orang yang bersama dengan Grezlie segera keluar dari ruangan, mereka tak ingin terlalu mencampuri urusan sang atasan saat ini.
...
Arien dan Wei kini sedang duduk dengan tenang di tempat yang agak sepi, mereka memutuskan untuk menjauh dari kerumunan orang lain karena Arien lumayan merasa risi dengan hal tersebut.
“Nona, mungkin sebaiknya kita segera kembali ke rumah.”
Arien yang mendengar hal itu tersenyum lembut. “Ayah dan Ibu mungkin sebentar lagi akan tiba. Apa kau merasa lelah?”
Wei yang sejak awal tak yakin jika kedua orang tua Arien akan datang menatap sedih. “Nona, saya sama sekali tak merasa lelah.”
Arien yang mendengar jawaban pelayan pribadinya tak mengucapkan apa pun, ia juga merasa jika kedua orang tuanya mungkin datang terlambat. Tak tahu harus melakukan apa, Arien kembali menyentuh tangan Mei.
“Apa Anda memerlukan bantuan?” tanya Wei.
“Wei, bisakah kau membelikanku minuman dingin?” tanya Arien.
Wei terlihat ragu, tempat membeli minuman cukup jauh dari tempat mereka, dan jika membawa sang nona ke sana, maka ia mau tak mau harus membiarkan terika matahari mengenai kepala nona cantiknya itu.
“Wei?”
Wei yang sedang larut dalam pikirannya mau tak mau menatap sang nona lagi.
“Bisakah? Aku sangat haus.”
“Baiklah, apa tak masalah jika saya meninggalkan Anda di sini?” tanya Wei.
“Tidak, aku bisa menunggumu. Ini tempat umum, dan tak ada yang tertarik kepada wanita buta.”
Wei mengembuskan napasnya. “Nona, tapi banyak orang yang tertarik dengan wanita cantik.”
Arien yang mendengar ucapan sang pelayan tertawa, ia kemudian mengulas senyuman. “Yah ... aku tak tahu masalah itu. Cepat, aku akan baik-baik saja jika kau bergegas.”
Wei yang merasa berat segera melangkah pergi, ia masih merasa ragu untuk meninggalkan sang nona. Hah ... jika saja ia tahu akan menunggu seperti ini, ia akan membawa satu orang pelayan lagi untuk dimintai tolong.
Sementara Wei bergegas pergi, Arien masih duduk dengan tenang. Wanita cantik itu menunggu dengan sabar, ia bahkan tak sadar jika ada seseorang yang sedang mengamatinya.
Pria yang mengawasi Arien sejak tadi adalah Mac, ia sengaja melihat keadaan dan belum melaksanakan tugas inti. Mac masih sangat penasaran dengan Tuan dan Nyonya Liu yang belum juga muncul di bandara, ia juga memerlukan informasi kenapa ada begitu banyak orang yang mengawasi Arien.
Apa keluarga Liu terlibat konspirasi?
Mac menggelengkan kepala. Jika memang ada konspirasi, kenapa keluarga itu harus melenyapkan satu-satunya pewaris kekayaan mereka? Jelas saja itu tak ada untungnya, dan pasti akan menjadi sesuatu yang sangat merugikan bagi keluarga itu.
Di saat Mac sedang menikmati pikiran liarnya, tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Mac dengan cepat merogoh sakunya, ia segera menatap nama penelepon dan mengangkatnya.
“Kenapa kau sangat lama? Ada apa ini?”
Mac yang mendengar omelan itu menjauhkan ponselnya. Beruntung saja ia masih menggunakan radar pelindung sehingga tak ada orang yang melihatnya atau tahu keberadaannya.
“Mac ... segera selesaikan tugasmu! Aku ingin bertemu dengan wanita itu.”
Tut ...
Tut ...
Tut ...
Mac yang baru saja ingin menjawab ucapan Grezlie haru menelan semua ucapannya. Ia kemudian menaruh ponselnya lagi, dan segera melangkah menuju ke arah Arien. Dirogohnya saku kemeja, lalu mengeluarkan radar pelindung lain untuk menyembunyikan Arien dan membawanya pergi.
Tak berapa lama Mac sudah berada di dekat Arien, ia segera menggunakan radar pelindung itu dan menempelkannya pada tubuh Arien. Mac menatap sekitar, ia bisa melihat pelayan Arien yang sedang melangkah ke arah mereka. Wanita itu terlihat begitu panik karena tak melihat Arien, dan tanpa ragu Mac meraih pistol dan segera membidik pelayan malang itu.
Dor ...
Cukup satu kali tembakan, kepala pelayan itu sudah hancur. Sedangkan Arien sama sekali tak sadar dengan keadaan sekitar.
Mac merasa akan sangat kerepotan jika membawa Arien dalam keadaan sadar, ia segera memukul bagian tengkuk Arien, membuat wanita itu tak sadarkan diri.
“Aku tak tahu apa yang ingin pria aneh itu lakukan, tetapi sepertinya ini akan sangat menyenangkan.” Mac segera pergi, ia membawa serta Arien. Sudah waktunya kembali, dan ia tak akan mendapatkan omelan pedas dari Grezlie.