3

1285 Words
Mata Aletta menatap layar ponsel di depannya. Baris demi baris ia lihat, ibu jarinya bergerak memindahkan berita yang ia baca. Senyum sinis terlihat di wajah Aletta. Calvin dan Briella bahkan tidak puas hanya dengan membunuhnya, hingga dua manusia laknat itu membuat skenario menjijikan yang membuat dirinya menjadi hina. Kematiannya disamarkan menjadi sebuah aksi bunuh diri. Dan alasan dari aksi hina itu adalah bahwa dirinya — Aletta Evangellyn, melakukan perselingkuhan dan tertangkap basah oleh Calvin. Bukan hanya itu, foto perselingkuhan yang menjadi bukti kuat juga tersebar di media online. Aletta tertawa sumbang. Bukankah Calvin dan Briella sangat pintar dalam mengarang cerita? "Ada apa? Kau kenal siapa mereka?" Laura yang sejak tadi berdiri di sebelah ranjang Aletta menatap Aletta dengan wajah bingung. Aletta mengembalikan ponsel yang ia pinjam dari Laura tanpa menjawab pertanyaan Laura atau mengucapkan kata terima kasih. Hatinya saat ini terasa begitu panas. Akan sangat melegakan jika saat ini ia bisa mencekik Briella dan Calvin hingga dua manusia keji itu tewas. "Qyra, kau baik-baik saja?" Laura menyentuh bahu Aletta. "Apakah aku harus memanggil dokter untuk memeriksamu?" tanya Laura. Karena tidak mendapatkan jawaban, Laura hendak bergerak memanggil dokter. Akan tetapi, Aletta segera menghentikan Laura. "Aku baik-baik saja." Aletta menjawab seadanya dengan nada datar. "Tinggalkan aku sendirian, aku ingin istirahat." Laura mengamati Aletta sejenak. Ini adalah kedua kalinya ia diusir dari ruang rawat itu dalam dua hari ini. Jika saja wanita di depannya bukan sepupunya maka ia pasti akan pergi tanpa kembali lagi. Ah, Laura menarik napas pelan. Ia harus mengerti sepupunya, jika ia ditinggalkan oleh orangtuanya dengan cara tragis mungkin dirinya juga akan menjadi seperti Qyra. Sepupunya masih cukup tangguh bertahan hidup selama 4 tahun setelah kematian orangtuanya, jika itu dirinya maka ia pasti akan menyusul di hari yang sama dengan orangtuanya. "Baiklah. Jika kau membutuhkan sesuatu kau bisa menghubungiku. Ah, ini untukmu saja. Aku akan membeli ponsel lain." Laura memberikan ponselnya pada Aletta kemudian keluar setelah meraih tasnya yang ada di atas kursi. "Ah, Laura, kau benar-benar sepupu yang baik." Laura menghela napas lagi. Ia harus membeli ponsel lagi yang artinya ia harus menguras tabungannya yang tidak banyak. "Tidak apa-apa. Kau bisa mengumpulkan uang lagi. Kau sudah melakukan hal yang benar, Laura. Kau yang terbaik." Laura tersenyum. Ia memuji dirinya sendiri atas kebaikan yang sudah ia lakukan. Di dalam ruang rawatnya, Aletta memutuskan untuk menahan dirinya. Ia harus beristirahat agar kondisi tubuhnya kembali pulih. Membalas dendam membutuhkan tenaga, dan itu hanya bisa ia lakukan jika ia sudah sehat. "Calvin, Briella, bersenang-senanglah untuk saat ini. Aku akan memastikan bahwa setelah ini kalian akan menangis darah." Aletta mengepalkan tangannya kuat. Dada Aletta bergemuruh, mengingat tentang Calvin dan Briella membuatnya sangat murka. Ia tidak tahu bagaimana Calvin dan Briella mencemoohnya karena berhasil ditipu selama bertahun-tahun. Bodoh! i***t! Mungkin lebih dari itu. Ia adalah manusia paling i***t di antara orang i***t. Perselingkuhan terjadi tepat di belakangnya, tapi ia malah menebarkan senyuman pada dua orang itu. Ia malah terus memperlakukan mereka seperti hanya merekalah harta berharga yang ia miliki. Aletta menekan dadanya kuat. Ia ingin sekali memutar waktu agar semuanya tidak berjalan sesuai dengan rencana Calvin dan Briella. Ia ingin memutar waktu agar bisa menikmati hidupnya, bukan terkurung di rumah dengan cita-cita bodoh untuk menjadi istri, ibu dan menantu yang baik. Dan jika waktu bisa diputar ia tidak ingin menikah dengan Calvin yang mencintainya dengan kepura-puraan. Lebih baik ia hidup sendirian daripada harus memiliki suami yang tidak menginginkannya. Aletta tahu ia memang tidak secantik Briella, tapi alasan itu tidak bisa membenarkan Calvin mempermaikan hidupnya. Bukankah ia telah memberikan segalanya pada Calvin? Cinta, tubuh dan harta. Ia menjadikan Calvin prioritasnya tanpa memikirkan diri sendiri. Ia memperlakukan Calvin layaknya dewa. Dan pantaskah ia menerima perlakuan buruk Calvin hanya karena alasan ia tidak secantik Briella? Kau yang sudah merusak kebahagiaanku dan Briella. Ucapan Calvin dua hari lalu terngiang di benak Aletta. Dirinyalah yang disalahkan oleh Calvin. Dari ucapan Calvin, Aletta menangkap bahwa hubungan menjijikan Briella dan Calvin mungkin sudah dimulai sebelum ia menikah dengan Calvin. Tidak! Apapun alasannya, ia tidak pantas mendapatkan balasan sangat keji dari Calvin. Bukan salahnya jika ia hadir di antara Calvin dan Briella. Saat itu Calvin bisa menolak perjodohan yang terjadi di antara mereka. Serta Briella bisa membuka mulut jika memang memiliki hubungan dengan Calvin. Akan tetapi, mereka semua diam. Calvin menyetujui perjodohan, sedang Briella tidak keberatan dengan pernikahan mereka. Ah, Aletta lupa. Calvin dan Briella tidak bisa bersama karena menginginkan hartanya. Calvin tanpa hartanya tidak akan menjadi seperti saat ini. Dan untuk menikmati hidup yang stabil, Briella harus menunggu dan menerima menjadi simpanan. Mereka berdua telah menyiapkan rencana yang sangat matang untuk masa depan mereka. Aletta tertawa sumbang. Mereka bahkan rela mengorbankan kebahagiaan mereka agar tujuan mereka tercapai. Jadi sangat wajar jika Calvin dan Briella bisa melakukan hal kejam padanya. Dan yang paling mengerikan adalah mereka memasukan Meisie ke dalam rencana itu. Bagaimana jika saat itu ia menjadi ibu yang jahat, apakah Calvin dan Briella tidak berpikir sejauh itu. Lagi-lagi Aletta tertawa sumbang. Jelas Calvin dan Briella tidak berpikir sejauh itu karena mereka tahu bahwa dirinya tidak akan mungkin sanggup menyakiti Meisie yang mungil. Dua orang itu tahu seberapa baiknya dirinya, atau mungkin seberapa bodoh dirinya yang akan dengan mudah jatuh hati pada si kecil yang menggemaskan. Saat Aletta tengah bergelut dengan emosinya sendiri, saat ini Calvin dan Briella tengah bermesraan di dalam kamar Calvin. Briella yang mengenakan dress ketat berwarna hitam duduk di atas pangkuan Calvin yang mengenakan kemeja putih dipadu dengan celana dasar berwarna abu-abu. Lengan kemeja Calvin digulung hingga ke siku. Tangan kokohnya melingkar di perut langsing Briella. Keduanya memegang segelas wine, sembari tersenyum bahagia mereka menikmati wine itu seteguk demi seteguk. Mereka merayakan keberhasilan rencana yang telah mereka susun 7 tahun lalu. Briella jelas bahagia, penantiannya selama 7 tahun kini terbayarkan. Ia bisa kembali bersama pria yang ia cintai tanpa harus takut ketahuan oleh Aletta. Selain itu ia juga bisa menikmati harta kekayaan Calvin sendirian tanpa harus berbagi dengan Aletta. Sungguh Briella tidak sabar menantikan hari di mana dirinya akan benar-benar menyandang gelar sebagai istri sah Calvin. Briella meletakan gelasnya ke atas meja. Jemari lentiknya kini bermain di atas kancing kemeja Calvin. Matanya menatap Calvin nakal. Bukankah wine saja tidak cukup untuk merayakan keberhasilan mereka. Senyum mengembang di wajah Calvin, ia membiarkan Briella membuka satu per satu kancing kemejanya hingga tidak tersisa lagi. Briella mengalungkan kedua tangannya di leher Calvin. Wajahnya terlihat begitu manja dan menggoda. Perlahan ia menelusuri wajah Calvin dengan jari telunjuknya yang lentik. "Mata ini milikku." Ia menyentuh mata tertutup Calvin, kemudian beralih pada hidung mancung Calvin. "Ini juga milikku." Kemudian mengecup ujung hidung itu. Terakhir telunjuk Briella berhenti di bibir merah pucat Calvin. "Dan ini, tentu saja ini milikku." Calvin mendekatkan wajahnya ke wajah Briella, tapi Briella menahan Calvin. Ia menekan d**a Calvin dengan jemarinya. Briella turun dari pangkuan Calvin dan melangkah menuju ke ranjang. Ia berbaring di sana dengan posisi nakal yang begitu menggoda. Jari telunjuknya terangkat, menunjuk ke Calvin lalu memutar memberi isyarat agar Calvin mendekat padanya. Calvin yang sudah tergelitik nafsunya segera turun dari sofa. Ia melangkah sembari melepaskan kemejanya yang sudah tidak terkancing lagi. Naik ke atas ranjang menindih tubuh Briella. Menciumi leher putih Briella seolah tiada hari esok. Briella tertawa geli. Ia menggelinjang nikmat karena sentuhan Calvin. Briella tidak peduli sama sekali bahwa ranjang yang saat ini ia naiki adalah tempat suci Calvin dan Aletta. Begitu juga dengan Calvin yang tampak sangat menikmati kegiatannya. Tidak ada lagi wajah penuh duka yang terlihat tadi pagi. Tak ada lagi air mata kesedihan. Yang terlihat kini hanya wajah bahagia penuh hasrat. Seperti ini adalah waktu yang Calvin tunggu. Seperti ia telah terbebas dari belenggu yang selama ini menjeratnya. Ya, Calvin memang telah bebas. Bebas dari Aletta yang memuakan. Bebas dari pernikahan yang tak ia inginkan sama sekali. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD