Jika b***k korporat jam tujuh sudah bermusuhan dengan jalanan, berbeda dengan b***k rumah sakit. Di jam tujuh pagi, ada yang sudah berkutat dengan pasien. Bahkan ada yang belum pulang ke rumah alias jam tugas malam.
Sama halnya seperti Freya saat ini, dirinya masih berkutat dengan banyaknya obat-obatan yang harus dia antarkan ke kamar inap.
“Mbak Frey,” mendengar namanya terpanggil, Freya yang tengah memasukkan beberapa obat ke dalam plastik klip sontak menoleh, “Ya Ras? Kenapa?”
“Mbak mau pulang jam berapa?” tanya seorang perempuan yang masih berdiri di depan pintu dengan pakainnya yang terlapisi snelli putih.
Freya mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu, “Ngga tahu, mungkin jam delapan?” bukan seperti jawaban yang Freya lontarkan, dia juga kurang yakin.
Laras melangkah masuk ke dalam ruangan, “Pulang aja sih Mbak.”
“Ya terus ini siapa yang ngurus Ras? Kita masih kekurangan tenaga, lo yakin mampu ngurusin dua lantai sendirian? Gue mah bersyukur kalo lo nyuruh pulang.”
Laras menggaruk tengkuknya yang tak gatal, jika Freya sudah menskakmat seperti ini, Laras sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dirinya lantas membantu apa yang tengah Freya kerjakan.
“Yang lain udah pada pulang emangnya?”
“Yang lain maksud Mbak tuh, anak farmasi atau anak perawat nih?”
“Ya yang jaga malem semua lah.”
“Sebagian udah, sebagian belum kayak Mbak.”
Berat memang pekerjaan Freya saat ini, tapi di sisi lain ini mimipinya dari kecil. Dia mau membantu orang yang sakit.
Selesai menyiapkan obat-obat pasien yang dia pegang, Freya lantas menyiapkan dirinya untuk pergi ke setiap kamar pasien guna mengantarkan obat. Padahal bisa saja dia menyuruh atau meminta tolong rekannya yang lain, tapi Freya tidak mau. Prinsipnya, apa yang sudah dia mulai harus dia tuntaskan sampai selesai jangan sampai berganti dengan tangan yang lain.
“Gue temenin ya Mbak?”
“Ya kalo lo punya hati mah, ayo,” untungnya bukan kali pertama Laras di ketuskan oleh seniornya itu, sudah sering dan dirinya kebal dengan apa yang Freya katakan.
Freya memang bukan atasan rumah sakit atau atasan yang disegani banyak pekerja di rumah sakit. Dirinya memang bisa dikatakan kepala apoteker di rumah sakit ini. Dari zaman rumah sakit ini berdiri, Freya memang sudah bekerja di sini. Awalnya dia hanya sebagai lulusan SMA tapi dirinya di suruh untuk melanjutkan sekolah lagi sampai jenjang apoteker oleh pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.
Selesai membagikan obat para pasien, Freya tidak langsung pulang. Dia memilih untuk duduk sejenak di kursi kebesarannya. Freya memang diberikan ruangaan khusus juga. Jangan heran, Freya bahkan sudah dianggap anak sendiri oleh pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.
Freya memilih menenggelamkan kepalanya diantara tangannya yang dia tekuk diatas meja, kepalanya rasanya mau pecah. Baru saja matanya mau terpejam, panggilan di ponselnya membuyarkan rasa kantuknya begitu saja. Freya kembali menegakkan kepalanya dan merih ponselnya yang tak jauh darinya.
Keisya Alvaro is calling you,
Melihat nama yang terpampang, Freya kembali meletakkan poonselnya, “Paling minta dijemput tuh anak,” gumamnya dan kembali meletakkan kepalanya seperti semula.
Ternyata orang yang menelfon Freya tidak putus asa dan terus menghubungi wanita itu, “Bangke banget emang ini anak. Gue laporin bokapnya baru tahu rasa!”
“Halo, apaan sih Key pagi-pagi udah nelfonin gue. Plis, kan semalem gue bilang ke lo kalo hari ini gue shift malem.”
“Jangan marah-marah dulu beb, keep calm. Gue cuman mau bilang, nanti pas balik kos apart, jemput gue ya di tempat biasa.”
“Abis berapa gelas semalem?” hardik Freya ketika mendengar suara sahabatnya antara sadar dan tidak sadar.
Yang ditanya diseberang sana hanya terkekeh mendengar suara Freya.
“Hehe, ngga banyak cuman lima sloki.”
“Ck, udah tahu ngga bisa mabok, malah maksain mabok. Emang anak setan lo Key.”
“Gue bilangin papi loh, lu ngatain dia setan. Hahaha entar duit jajan lu di kurangin.”
Merasa sudah tidak beres dengan perkataan orang di seberang sana, Freya memilih mematikan sambungan telfonnya. Dia segera bergegas membereskan barang-barangnya yang akan dia bawa pulang. Tidak ada yang mau dia lakukan hari ini kecuali rebahan diatas kasur empuknya. Badannya serasa mau remuk karena semalam pasien datang tidak henti-hentinya.
Bahkan ketika dirinya baru duduk saja, tangannya langsung ditarik oleh sejawatnya untuk membantu di UGD. Karena semalam ada kecelakaan yang mengharuskan petugas medis bekerja cepat. Padahal dirinya hanya bertugas di balik layar, yang mana membantu para perawat menyiapkan alat perang untuk membantu pasien, seperti cairan infus dan lainnya.
Seperti pesan orang yang tadi menelfonnya, tibalah Freya di lobby apartemen. Dia langsung mengeluarkan ponselnya guna menelfon kembali sahabatnya itu.
“Gue udah di lobby, cepet sini! Sepuluh menit lo ngga dateng, beneran gue tinggal.”
Panggilannya kembali dia putuskan sepihak. Freya memilih duduk di sofa yang tersedia di lobby, tadi dia ke apartemen ini memang menggunakan taxi online. Ia sedang malas untuk sekedar menyupir mobil.
Tak sampai sepuluh menit, orang yang Freya tunggu sudah tiba bersama dengan seorang pria yang Freya tahu sebagai kekasih sahabatnya.
Freya geleng-geleng kepala, “Nyusahin emang anaknya,” gumamnya seraya berjalan menghampiri keduanya.
“Sorry ya Frey, gue mau ketemu client jadi ngga bisa anter si Keisya.”
“Iya santai Sen,” Freya mengambil alih Keisya untuk dia papah, “Pesenin gue taxi online dong Sen.”
Pria bernama Arsenio itu mengangguk dan langsung memesankan taxi online untuk pacar dan temannya itu. Taxi yang Arsen pesan sudah datang, dia tidak membiarkan Freya memapah kekasihnya, dia mengambil alih kembali dan mengantarkan keduanya sampai benar-benar masuk taxi. Kesadaran Keisya jangan ditanya, bahkan anak itu sudah sampai di alam mimpinya.
“Kalo udah kayak gini, ngga mungkin gue anter lo ke rumah papi Key. Yang ada abis gue diintrogasi," cicit Freya pelan. Walaupun dia kesal dengan Keisya, tapi rasa sayangnya dengan anak itu sangat besar. Keisya sudah dianggap seperti adik kandungnya sendiri.
Bahkan tak jarang, jika mereka berdua jalan bersama banyak yang menganggap keduanya saudara kandung karena wajah mereka yang sangat mirip. Mungkin karena Freya dan Keisya sudah bersama sejak kecil, jadi mereka dibilang anak kembar.
Freya Anindhita, seorang gadis biasa yang memiliki masa lalu kelam. Masa kecilnya memanglah manis, tapi ketika dirinya duduk dibangku Sekolah Dasar, semuanya berubah. Di saat kedua orang tuanya memilih untuk berpisah, dunia manis seorang Freya berubah menjadi kelam.
Dirinya diambil alih oleh mamahnya, yang mana mamahnya sudah memiliki seorang kekasih dan tidak lama setelah perceraian itu, mamahnya menikah dengan kekasihnya. Dari sanalah dunia Freya mulai hancur sehancur-hancurnya.