Air mata dan tangisan pilu menghiasi wajah Elyse. Dengan sandiwara terbaiknya ia masuk ke dalam ruang pemerintahan Elcander. Di dalam sana tidak hanya ada Elcander namun Pangeran Arega dan Jendral Rolland.
"Yang Mulia." Elyse menangis tersedu-sedu. Penampilannya yang menyedihkan membuatnya tampak sangat teraniaya.
Elcander terkejut melihat kondisi wajah Elyse.
"Apa yang terjadi padamu, Selir Elyse?" Elcander menatap mata berair istrinya.
Elyse memegang wajahnya, "Yang Mulia, berikan aku keadilan. Yang Mulia Ratu telah menganiayaku."
Pangeran Arega dan Jenderal Rolland mengerutkan dahi mereka. Pasalnya hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Selama Penelope menjadi ratu, wanita itu tak pernah melakukan kekerasan fisik pada siapapun. Selama ini Penelope dikenal sebagai ratu boneka, dibawah kekuasaan ibu suri, bahkan untuk menunjukan kekuasaannya saja wanita itu tak mampu.
Keheranan Pangeran Arega dan Jenderal Rolland tidak dirasakan oleh Elcander karena pria itu tahu ratu yang saat ini adalah ratu palsu.
"Apa yang kau lakukan hingga dia menganiayamu seperti ini?" Meski Elcander tidak menyukai Penelope asli maupun Penelope palsu, ia tak akan langsung menghukum tanpa tahu masalah yang terjadi. Sebagai seorang raja, ia harus bersikap adil.
"Selir ini hanya datang ke kediaman ratu bersama selir lain untuk melihat kondisinya. Tapi nampaknya ratu tidak suka dan akhirnya menganiaya selir ini. Ratu benar-benar tidak menyukai selir ini. Bagaimana bisa dia tidak berbelas kasih pada selir ini." Air mata terus mengalir dari mata Elyse. Wanita tak akan membiarkan Penelope lolos dari kemarahan Elcander. Ia yakin Elcander percaya pada kata-katanya.
Elcander diam. Ia cukup mengenal watak selir Elyse. Wanita ini begitu ingin menyingkirkan Penelope dari tahtanya namun Elcander juga tahu bahwa Elyse tak akan menyakiti dirinya sendiri terutama wajahnya untuk membuat Penelope dalam masalah.
"Zrech!" Elcander memanggil pelayannya. "Bawa Yang Mulia Ratu ke sini dan panggilkan tabib segera!"
"Baik, Yang Mulia." Zrech segera keluar dari ruang pemerintahan.
Elyse menyeringai samar. Sebentar lagi Penelope akan membayar apa yang sudah wanita itu lakukan padanya.
Elcander berdiri dari tempat duduknya. Ia mendekat ke Elyse dan melihat wajah istrinya yang malang. Pria itu menghapus air mata Elyse, "Berhentilah menangis, kau bukan anak-anak lagi." Elcander membujuk istrinya. Tak diragukan lagi, bahwa satu-satunya wanita yang mendapat kasih sayang Elcander adalah Elyse. Pria ini memang jarang terlihat memamerkan kelembutannya di depan banyak orang, namun jika hanya berdua dengan Elyse atau hanya ada orang-orang kepercayaan di dekatnya, ia akan menunjukan bahwa Elyse lebih istimewa dari wanita manapun.
Tak bisa dikatakan Elcander mencintai Elyse, namun bisa dikatakan bahwa pria itu bisa sangat hangat untuk Elyse.
Elyse memeluk Elcander, tangisnya makin pilu saja.
"Yang Mulia, Ratu melakukan ini pasti karena cemburu padaku. Di saat Ibu Suri sakit, dia menunjukan siapa dia sebenarnya." Elyse mencoba meracuni otak Elcander dengan kata-kata sedihnya. "Sebaiknya Yang Mulia lebih memperhatikan Ratu agar dia tidak membenci selir ini lagi."
"Jangan bicara lagi. Bibirmu pasti sakit."
Tabib datang, pria paruh baya itu segera mengobati luka di wajah Elyse.
"Tabib, apakah wajahku baik-baik saja?" Elyse kembali menyentuh wajahnya, ia akan membunuh Penelope jika sampai luka pada wajahnya meninggalkan bekas.
"Luka Anda tidak akan meninggalkan bekas. Olesi obat ini setiap pagi maka wajah Anda akan kembali ke semula." Tabib memberikan obat pada Elyse.
Setelah tabib selesai memeriksa Elyse, Penelope datang, bergantian dengan tabib yang keluar dari ruangan itu.
Dengan wajah yang selalu tenang, Penelope memberi salam pada Elcander dan Arega. Ekor matanya melirik Elyse yang mendekat ke Elcander.
"Apa yang membuat Yang Mulia memanggilku ke tempat ini?" Penelope berpura-pura tak tahu. Ia jelas mengerti kenapa ia dipanggil ke tempat itu, terlebih ada Elyse dengan mata yang masih basah.
"Kenapa kau menganiaya Selir Elyse?" Elcander bertanya dingin. Kehangatan yang ia tunjukan tadi lenyap seketika ketika kaki Penelope masuk ke dalam ruang pemerintahannya.
Penelope melihat ke arah Elyse lalu tersenyum kecil, atensinya kembali pada Elcander, "Ratu ini tidak akan berani melakukan hal itu pada Selir Elyse, Yang Mulia."
"Yang Mulia, Ratu berbohong. Jelas-jelas Ratu menganiaya selir ini karena Yang Mulia lebih menyayangiku. Ratu cemburu dan berniat membuat wajah selir ini hancur hingga Yang Mulia tak mau melihat selir ini lagi."
Penelope tertawa anggun. Ia merasa sangat lucu dengan kata-kata Elyse. Tawa yang membuat dua pria di sisi sebelah kanan Elcander mematung seketika. Benar-benar sebuah keindahan yang tidak bisa dilewatkan.
Tawa Penelope berhenti, matanya menatap Elcander serius, "Yang Mulia, sangat disayangkan Anda selamat dari percobaan pembunuhan." Kalimat itu ia keluarkan dari dasar hatinya.
"Lancang!" Elyse berdesis cepat. "Yang Mulia, Ratu terang-terangan menginginkan kematianmu. Hukuman bagi orang yang menginginkan kematian penguasa adalah kematian!" Elyse berapi-api. Ia mencoba membakar kemarahan Elcander.
Penelope terkekeh kecil, ia sudah memancing Elyse dengan baik. Elyse berniat menjatuhkannya dengan sandiwara bodoh namun karena ingin menunjukan perhatian pada Elcander ia malah masuk ke permainan Penelope.
"Kau tahu benar hukuman untuk orang yang menginginkan kematian penguasa adalah kematian itu sendiri, dan tadi aku hanya memberimu tamparan karena menginginkan kematianku sebagai sebuah hukuman. Bukankah aku terlalu berbaik hati padamu?"
Wajah selir Elyse memerah, ia baru menyadari bahwa ia telah membuat lubang dalam untuk dirinya sendiri. Sialan! Bagaimana bisa ratu yang biasanya tak berani bersuara di depan Elcander bisa membela diri.
"Yang Mulia, istana dalam adalah wewenangku. Siapapun yang tidak bisa mengikuti aturanku dan berani bersikap tidak hormat padaku maka aku akan menghukumnya sesuai dengan hukuman kerajaan. Meskipun Selir Elyse adalah selir kesayangan Yang Mulia tapi aku harus tetap mendisiplinkannya agar kehormatan istana dalam tidak hancur. Mohon Yang Mulia bijaksana dan tidak mencampuradukan perasaan pribadi dalam urusan istana."
Elcander menatap Penelope dalam, ratu palsu ini nampaknya mulai menikmati posisinya. Namun Elcander tidak bisa menampik, apa yang Penelope katakan memang benar. Meski ia tidak menyukai Penelope dan menyayangi Elyse, ia tak bisa memasukan perasaan pribadi dalam pemerintahan istana.
"Yang Mulia, Ratu berbohong. Selir ini tidak berani menginginkan kematian Ratu." Elyse masih membela diri.
Saat ini Penelope ingin sekali membunuh Elyse. Selir sialan itu bukan hanya menginginkan kematian ratu tapi telah membunuh ratu.
"Paman, selidiki tentang kejadian di istana dalam." Elcander memilih jalan dalam, "Temukan siapa yang berbohong dan hukum sesuai dengan kejahatan karena telah membohongi Raja."
Wajah Elyse pucat seketika, "Yang Mulia. Masalah ini adalah masalah istana dalam, tak perlu melibatkan Paman kerajaan untuk menyelesaikannya. Selir ini sudah memaafkan Ratu." Elyse dengan cepat menghentikan masalah. Jika Arega yang menyelidiki maka kasus istana dalam akan dibawa ke pengadilan. Dan jika ia terbukti bersalah maka ia akan di penjara, mungkin Elcander tak akan memenjarakannya tapi ia yakin bahwa agar tak kehilangan wibawa, Elcander akan menurunkan posisinya. Tidak, Elyse tidak ingin itu terjadi.
Penelope mendengus pelan atas kelapangan hati Elyse. Benar-benar rubah betina, bahkan sampai akhir dia bertindak seperti orang yang ditindas.
"Kalau begitu masalah ini selesai. Jika tak ada hal lain saya pamit kembali ke kediaman saya. Luka di lengan saya terasa begitu menyakitkan." Penelope menggunakan lukanya sebagai alasan untuk segera menjauh dari Elcander dan orang-orang lain yang tak ia sukai.
Elcander tak mengatakan apapun. Ia hanya mengangkat tangannya memberikan isyarat bahwa Penelope tak ada urusan lain di ruangan itu.
Penelope pergi tanpa mendapatkan hukuman apapun.
"Kembalilah ke paviliunmu. Aku masih ada urusan." Elcander kembali duduk ke kursinya.
Selir Elyse menganggukan kepalanya, "Baik, Yang Mulia." Ia memberi hormat lalu pergi.
Seperginya Elyse, Elcander kembali menyambung pembicaraannya dengan Pangeran Arega dan Jenderal Rolland. Saat ini mereka tengah membahas mengenai gadis muslin merah yang memalsukan identitasnya sebagai anak seorang pedagang.
Pembahasan selesai, Jenderal Rolland telah keluar ruangan terlebih dahulu. Menyisakan Elcander bersama dengan Arega.
"Kau menggunakan aku dengan baik, Yang Mulia." Arega tersenyum kecil.
Elcander mengangkat wajahnya, menatap sang paman yang tahu bahwa ia telah menggunakan pamannya untuk menyelesaikan masalah antara ratu dan selirnya. "Hanya dengan cara itu aku bisa membuat selir Elyse berhenti, Paman."
Arega terkekeh pelan, "Kau sangat menyayangi selirmu itu."
Elcander tak merespon, hingga akhirnya Arega memutuskan untuk pergi. Ia harus mencari informasi mengenai identitas asli si gadis muslin merah.
Penelope sudah memasuki pelataran kediamannya. Pelayan yang melihatnya tak percaya, bahwa ratu kembali dalam keadaan baik-baik saja setelah melukai selir kesayangan raja.
"Yang Mulia, syukurlah Anda kembali dengan keadaan baik-baik saja." Asley bergegas mendekati Penelope yang memasuki bangunan utama kediamannya. Wajah pelayan itu terlihat sangat lega. Raut paniknya selama menanti Penelope kini telah lenyap. Ia sangat takut bahwa ia akan kehilangan majikannya lagi.
Rasa hangat menjalar di hati Penelope. Perhatian yang Asley berikan padanya berhasil menyentuh hatinya. Dalam hidupnya, Penelope sangat jarang mendapatkan perhatian. Dulu sebelum orangtua kandungnya meninggal, ia selalu mendapatkan perhatian. Namun ketika ia bersama dengan ayah angkatnya. Ia dididik dengan keras, tak ada yang mencemaskan dirinya. Bahkan orang-orang Black Eagle pun tak mencemaskannya, itu semua karena orang-orang berpikir bahwa ia adalah yang kuat dari yang terkuat.
Sementara Asley, wanita ini selalu mencemaskannya. Khawatir jika terjadi sesuatu hal yang buruk padanya. Setidaknya, masih ada orang yang menganggapnya manusia bukan mesin pembunuh.
Penelope melangkah menuju ke tempat duduk di tengah ruangan, ia menaikan kakinya dan memandang pelayannya tenang.
"Kau harus mempercayaiku, Asley. Jika aku katakan baik-baik saja maka semuanya akan baik-baik saja."
Asley mendekat ke sisi Penelope, "Saya mempercayai, Yang Mulia. Tapi saya tidak mempercayai penghuni istana. Mereka semua licik dan berbahaya."
Penelope tersenyum sinis, jika semua orang istana licik dan berbahaya maka dirinya apa? Iblis dari neraka?
"Kau akan melihat bagaimana aku menghancurkan mereka semua, Asley."
Asley membeku, lagi-lagi Penelope berhasil membuatnya merasa ngeri. Majikannya tak membunuh di depannya seperti waktu itu tapi hanya dengan kata-kata ia bisa berkeringat dingin.
"Malam ini aku akan keluar, jaga baik-baik ruanganku. Jangan biarkan siapapun masuk."
"Yang Mulia Anda terluka, sebaiknya Anda istirahat saja."
"Jalankan saja perintahku, Asley!" Penelope tak akan mendengarkan siapapun. Mana mungkin ia istirahat di saat seperti ini. Ia harus melatih langsung orang-orang baru Black Eagle agar siap untuk memusnahkan penghuni istana.
Asley menghela nafas pelan, ia tak punya pilihan lain selain menjaga kediaman majikannya. "Baik, Yang Mulia."